SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto, Anggota staf pengajar Prodi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS, Anggota Tim Pengembang Pembangunan Karakter Bangsa (ist)

Kiprah difabel untuk semua

Agus Kristiyanto, Anggota staf pengajar Prodi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS, Anggota Tim Pengembang Pembangunan Karakter Bangsa (ist)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebuah prestasi, kehormatan dan kebangggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, khususnya warga Solo, karena perhelatan olahraga berskala internasional digelar di Kota Bengawan pada Senin-Kamis (12–22/12/2011).

Perhelatan itu dikemas dalam format 6th ASEAN Para Games. Multievent olahraga kaum difabel tersebut dihadiri duta dari 11 negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa se-Asia Tenggara atau ASEAN.

Ekspedisi Mudik 2024

Pemkot Solo mengerahkan sedikitnya 5.100 orang dari 51 kelurahan di Kota Solo untuk menyukseskan acara pembukaan pada Kamis (15/12/2011). Bagi bangsa kita, perhelatan akbar kompetisi olahraga antaratlet difabel tersebut memang semestinya memiliki nilai lebih, tak sekadar sukses pelaksanaan, sukses prestasi, dan sukses ekonomi kerakyatan. Harus ada nilai lebih untuk memanfaatkan energi momentum ASEAN Para Games (APG) VI ini dalam rangka memperkokoh jati diri bangsa.

Jati diri tersebut terkait dengan pengembangan nilai-nilai kepahlawan yang secara potensial dapat dimanifestasikan oleh siapa pun, terutama potensi nilai kepahlawanan yang terbangun dari para atlet difabel.

Olahraga memiliki misi kemanusiaan yang sangat luar biasa. Dalam kaitannya dengan pengembangan olympic solidarity (OS),  di mana ASEAN Para Games merupakan bagian dari instrumennya, olahraga sangat kaya akan nilai human interest yang tidak mengenal diskriminasi.

Lebih dari itu, OS mengandung semangat universalitas tentang pengembangan nilai-nilai kepahlawanan. Semangat kepahlawanan yang lebih populer dengan spirit heroik selalu dihidupkan dalam event olahraga.

Olahraga mengajarkan sportivitas, keunggulan dan daya saing. Semangat citius, altius dan fortius yang artinya lebih cepat, lebih tinggi dan lebih kuat, bermakna dalam dan tidak sekadar mengomparasikan diri dengan lawan. Semangat itu justru untuk mengomparasikan diri sendiri dengan kemarin, sekarang dan yang akan datang. Tidak berlebihan jika event olahraga sebenarnya berpotensi sangat besar sebagai sebuah ”kampus” untuk membangun karakter kepahlawanan dan solidaritas sosial bagi masyarakat secara luas.

Kualitas manusia
Keolahragaan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UU No 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas,  disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa. Ini berlaku untuk semuanya, tanpa ada pengecualian, difabel atau bukan.

Tujuan itu sebenarnya membawa pada kesadaran kita semua bahwa olahraga itu sebenarnya merupakan sebuah skenario untuk memfasilitasi kemunculan dan terpeliharanya karakter pahlawan yang bisa dibangun pada pribadi setiap atlet, tanpa terkecuali atlet difabel. Karakter yang terbentuk bukan untuk insan olahraga semata, tetapi berpotensi untuk diresonansikan bagi seluruh anak bangsa.

Karakter pahlawan itu setidak-tidaknya diakomodasikan dalam pencapaian tujuan keolahragaan nasional untuk semua (sport for all)  dalam empat dimensi, yaitu moral dan akhlak mulia, disiplin dan sportivitas, persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung harkat, martabat dan kehormatan bangsa.

Pertama, dimensi moral dan akhlak mulia. Dimensi ini merupakan sebuah nilai utama yang harus dituju. Tidak ada nilai pahlawan bagi proses panjang perjuangan dan daya juang atlet difabel, manakala terbalut oleh sesuatu yang jauh dari pertimbangan kelayakan moral dan akhlak mulia (akhlaqul karimah).

Kedua, dimensi disiplin dan sportivitas merupakan perwujudan karakter mentalitas budaya prestasi atlet difabel. Disiplin terkait dengan integritas, komitmen serta loyalitas. Sedangkan sportivitas mengarah pada cara-cara objektif dan berdaya saing tinggi dalam mencapai tujuan. Disiplin dan sportivitas merupakan pencerminan watak kepahlawanan.

Ketiga, dimensi persatuan dan kesatuan bangsa menunjuk pada semangat berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Atlet yang dikukuhkan sebagai kontingen Merah-Putih adalah figur atlet secara individual maupun kolektif untuk menjadi duta bangsa. Perjuangan dan apa pun hasilnya adalah perjuangan untuk sebuah simbol persatuan dan kesatuan bangsa. Pahlawan adalah figur yang berjuang untuk bangsanya, bukan untuk sesuatu yang lainnya yang lebih sempit, dangkal dan instan.

Keempat, dimensi menjunjung harkat, martabat dan kehormatan bangsa merupakan sebuah misi khusus bagi atlet difabel yang berlaga. Ketika duta olahraga kita di arena ASEAN Para Games meraih medali emas, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya berkumandang untuk mengiringi Sang Merah Putih. Ini akan meningkatkan kebanggaan tersendiri bagi si atlet maupun seluruh komponen bangsa.

Ketika perasaan ”merinding” itu menyertai peristiwa tersebut, jiwa nasionalisme dan rasa bangga berbangsa Indonesia itu sebenarnya masih ada di dada kita. Itulah modal untuk keluar dari inferioritas anak bangsa. Pahlawan muncul karena berhasil membuang dan mengusir penyakit inferior. Keluar dari inferioritas merupakan harga mati agar nilai kepahlawanan tetap eksis dalam jiwa siapa pun, terutama di dalam diri atlet difabel.

Ada kecenderungan bahwa lunturnya semangat heroik itu selalu berbarengan dengan lunturnya kebanggaan atau pride yang dapat ditanamkan di dalam jiwa anak bangsa. Melunturnya rasa bangga atas produk dalam negeri, bangga akan karya anak negeri, bangga akan pelatih dalam negeri, bangga akan potensi diri merupakan sesuatu yang secara serius perlu dibenahi. Tanpa ada usaha yang demikian, hanya akan memperlebar peluang munculnya idola kepahlawanan yang bukan merupakan figur jati diri bangsa.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang setiap saat terinspirasi oleh nilai kejuangan para pahlawannya. Atlet difabel merupakan simbol duta bangsa yang  berpotensi turut mewujudkan bangsa yang besar dan bangsa yang kuat. Semangat berkorban dan memberi manfaat  adalah energi solidaritas yang tanpa diskriminasi.

Kita tunggu para atlet difabel kita menunjukkan itu semua di kancah ASEAN Para Games VI. Do your best para duta bangsa! Jadikan keunggulan itu sebagai sebuah gerakan moral agar bangsa ini memiliki kebanggaan secara kolektif. Itu adalah sinyal kuat semangat kepahlawanan dan solidaritas sosial yang diharapkan selalu datang dari atlet difabel yang mandiri, berprestasi, berdaya saing dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya