SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Menunggak biaya berobat selama enam tahun, warga Dusun Sorogenen Bantul terancam dipenjara.

Harianjogja.com, BANTUL- Lantaran menunggak biaya rumah sakit (RS) seorang warga Dusun Sorogenen, Desa Timbulharjo, Sewon Bantul terancam dipenjara.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kejadian itu dialami Muhamad Thosim, 37. Rabu (25/2/2015) lalu ia mendapat surat dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (PKNL) wilayah DIY, ihwal utang rumah sakit senilai Rp17,3 juta yang harus ia bayar dalam tempo satu tahun. Bila tidak, negara dapat melakukan upaya penyitaan harta kekayaan atau paksa badan alias penjara terhadap dirinya.

Thosim menceritakan pada September 2009 lalu, ia dan isterinya membawa anak pertamanya Eva Mubinatul Khusniah, ke RS Sarjito lantaran sakit liver. Balita yang kala itu berusia 2,5 tahun sempat dirawat di ruang ICU namun nyawanya tidak tertolong dan meninggal pada Oktober 2009 atau sebulan berikutnya.

RS plat merah itu membebankan biaya pengobatan senilai Rp40 juta ke Thosim dan isterinya. Namun Thosim hanya mampu membayar Rp15 juta itu pun ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos).

“Plafon Jamkesos kan maksimal hanya Rp15 juta, lalu untuk dapat keluar dari RS saya harus bayar uang jaminan Rp3 juta karena saya masih menunggak banyak. Total biaya itu kalau dihitung sampai Rp40 juta,” tutur Thosim ditemui di rumahnya Jumat (27/2/2015).

Seiring waktu, otoritas RS Sarjito masih melayangkan tagihan senilai Rp20 juta lebih terhadap Thosim. Pada Juni 2013, Thosim menyicil utang sebesar Rp5 juta ke RS Sarjito dan sisa utangnya tinggal Rp15 juta lebih. Lalu Januari lalu ia dipanggil menghadap Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di Jalan Kusumanegara, Jogja.

Saat itu ia dimintai keterangan ihwal kondisi ekonomi keluarganya dan diminta menyerahkan surat Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat keterangan miskin dari kelurahan sebagai jaminan. Ia mengaku tidak mampu lagi melunasi utangnya dan diminta menandatangani sejumlah
dokumen. Tanpa membaca dokumen itu satu per satu, lelaki lulusan SD itu turut membubuhkan tanda tangan surat pernyataan bersama mengenai kesanggupan melunasi utangnya.

Surat itulah yang dikirimkan kembali kepadanya Rabu (25/2/2015) lalu dari PKNL. Selain menyatakan ancaman penyitaan dan paksa badan bila tidak melunasi utangnya, dalam surat itu utang Thosim juga bertambah menjadi Rp17,3 juta lantaran ada biaya pengurusan administrasi utang negara sebesar 10%.

“Saya kan tidak tahu cuma dijelaskan bagian depan dokumen soal kondisi keuangan. Katanya kalau ada kolom tidak mampu, centang yang tidak mampu. Ada 10 yang saya tanda tangani, ternyata ada kesepakatan seperti ini,” ujar suami dari Siti Munawaroh itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya