SOLOPOS.COM - Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar meminta para gubernur se-Indonesia memiliki pemahaman yang sama atas kebijakan pengendalian perubahan iklim dan setiap perkembangannya.

Pemerintah daerah juga diminta secara tepat dapat mengambil langkah dalam perspektif kewilayahan sesuai UU. Hal itu disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya dalam surat tertanggal 19 Januari 2022 yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi se-Indonesia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Melalui surat tersebut, Menteri Siti menyampaikan beberapa hal pokok dan penting yang perlu dilakukan. Para gubernur diminta untuk menyelenggarakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta menyelenggarakan nilai ekonomi karbon.

Baca Juga: Kapolda & Wakapolda Jateng Terima Penghargaan dari KLHK, Karena Ini

Kemudian, mereka juga harus melaksanakan Inventarisasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam kewenangan wilayah kerja pemerintah provinsi dengan tata waktu yang berlaku.

Siti Nurbaya juga mengingatkan agar gubernur perlu mendorong usaha dan atau kegiatan untuk melakukan Pendaftaran Sistem Registri Nasional (SRN) sesuai kewenangan pemerintah provinsi.

Selain itu, para gubernur diinstruksikan untuk melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Inventarisasi Emisi GRK untuk pencapaian NDC, dan Pengendalian Emisi GRK.

Menteri LHK Siti Nurbaya mengeluarkan surat itu kepada para gubernur setelah diundangkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam Pembangunan Nasional.

Baca Juga: Jateng Borong Penghargaan Proklim 2021 dari KLHK

Hal-hal penting terkait situasi terkini dalam agenda nasional perubahan iklim pada konteks global juga perlu diketahui oleh para gubernur.

Beberapa hal yang harus juga menjadi perhatian gubernur di antaranya Konferensi Perubahan Iklim Glasgow (COP 26) yang diselenggarakan pada tanggal 31 Oktober – 12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. COP 26 telah menghasilkan materi utama yang tertuang dalam Dokumen Glasgow Climate Pact (GCP).

Glasgow Climate Pact menegaskan rencana untuk meningkatkan ambisi menjaga kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5 derajat Celsius, mengurangi laju deforestasi, tentang penggunaan batu bara, serta target pengurangan emisi metana.

Kesepakatan Glasgow juga mendesak pengurangan emisi serta penggunaan energi terbarukan dan menjanjikan lebih banyak bantuan pendanaan bagi negara-negara berkembang.

Baca Juga: Ingatkan Bencana Perubahan Iklim, Sekjen PBB: Lingkungan Bukan Toilet! 

Berikutnya mengenai komitmen Indonesia dalam aksi global perubahan iklim yang direfleksikan dalam dokumen nasional yaitu Updated Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) dan telah disampaikan kepada UNFCCC pada Juli 2021.

Target Komitmen Indonesia

Dokumen NDC memuat target komitmen Indonesia dalam penurunan emisi GRK dan peningkatan ketahanan iklim, sedangkan dokumen LTS-LCCR memuat visi dan formulasi kebijakan pengendalian perubahan iklim untuk jangka panjang. Selain dokumen tersebut, dalam implementasi kebijakan perubahan iklim dan untuk memberikan arahan bagi upaya pencapaian target NDC, maka telah disusun juga Dokumen Roadmap NDC Mitigasi dan Roadmap NDC Adaptasi.

Selanjutnya, dalam upaya penguatan dan peningkatan intensitas implementasi pengendalian perubahan iklim serta untuk mendorong dan menata pemanfaatan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), pemerintah telah mengundangkan Perpres 98/2021.

Baca Juga: Perubahan Iklim Ancam Kehidupan, Begini Upaya Strategis RI Mengatasinya

Perpres ini menjadi dasar dan arah bagi penyelenggaraan NDC dan NEK, juga memperkuat transparansi, pemantauan dan evaluasi, serta sinergi dengan pemerintah daerah dalam penguatan pembinaan dan dukungan pendanaan dalam pencapaian target NDC Indonesia.

Sebagai tindak lanjut implementasi Perpres 98/2021, pada saat ini sedang disusun peraturan turunan dalam bentuk 2 (dua) Rancangan Peraturan Menteri LHK tentang implementasi NDC serta Implementasi NEK.

Salah satu sistem yang menjadi tulang punggung sistem satu data pencapaian NDC dan penyelenggaraan NEK yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil, adalah Sistem Registri Nasional (SRN).

Baca Juga: Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan, Ini Strategi KLHK

SRN merupakan sistem pengelolaan, penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK di Indonesia, dan telah dirintis sejak tahun 2016 untuk registrasi semua kegiatan dalam rangka penurunan emisi GRK.

Pencatatan atau registrasi pada SRN sangat penting sebagai instrument pengendalian, kapasitas upaya dan perekaman hasilnya, sesuai maksud UU Nomor 16 Tahun 2016 dan Perpres 98 Tahun 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya