SOLOPOS.COM - Ilustrasi menyambut baik menopause (Chipsterhealth.com)

Solopos.com, SOLO — Setiap wanita pada saatnya pasti akan mengalami masa menopause, yakni berhentinya masa menstruasi dan kesuburan secara permanen. Datangnya fase ini berbeda-beda untuk setiap perempuan. Ada yang mengalaminya pada usia 40-an, ada pula yang 50-an tahun. Perbedaan itu bergantung pada faktor internal seperti kondisi kesehatan maupun eksternal seperti kondisi lingkungan.

Bagi beberapa perempuan, terutama mereka yang belum punya anak dan sangat berharap punya anak, datangnya menopause mungkin bisa menjadi momok karena kesempatan memiliki anak jadi semakin kecil. Namun, tak sedikit perempuan yang justru senang menyambut fase berakhirnya masa subur itu.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Warga RT 004/RW 017, Nusukan, Banjarsari, Parni, mengaku tidak khawatir dengan gejala-gejala menopause yang dialaminya pada usia 44 tahun. Masa pramenopause itu membuat menstruasinya tidak teratur. “Kadang dua bulan sekali, kadang tiga bulan sekali. Enggak teratur semenjak umur 41 tahun,” ujar dia ketika dijumpai Solopos.com di rumahnya, Senin (10/3/2014).

Tak hanya itu, masa menstruasi Parni ketika memasuki masa pramenopause juga menjadi lebih panjang. Jika sebelumnya periode menstruasi Parni hanya lima hari, sekarang bisa satu pekan atau dua pekan. Parni pun mengalami gejala lain seperti badan panas di malam hari, meriang, berat badan bertambah, dan lebih sensitif menanggapi permasalahan. “Jadi sensitif, apa-apa tersinggung. Suami saya juga bilang begitu, tapi dia paham,” tambah dia.

Menurut dia, masa pramenopause tidak memengaruhi keharmonisannya dengan suami. Ia dengan leluasa menceritakan gejala pramenopause yang dialaminya kepada suaminya. “Enggak tahu yang lain bagaimana, tapi saya dan suami sudah seperti teman jadi cerita-cerita ya biasa saja,” kata dia.

Sebagai ibu yang setiap hari mengantar-jemput anak-anak sekolah, ia juga cepat merasa lelah. Namun, Parni menghadapi semua gejala itu dengan tenang. Ia mencoba mempelajari gejala-gejala menopause dengan mendengarkan siaran radio dan membaca surat kabar.

“Enggak ke rumah sakit karena tahu gejala-gejalanya dari radio sama baca koran. Di sana dijelaskan lengkap jadi enggak khawatir, memang sudah wajar,” papar dia.

Bahkan, ia mengonsultasikan kepada penyuluh Keluarga Berencana (KB) terkait program KB yang diikutinya selama ini. Ia menghentikan KB suntik ketika memasuki masa pramenopause. “Malah enggak takut hamil. Resiko kehamilan berkurang, jadi saya lepas. Tahun ini baru saya lepas [alat kontrasepsi],” ungkap dia.

Bersikap tenang juga menjadi cara Parti, tetangga Parni, yang kini menginjak usia 48 tahun. Parti mengaku tidak tahu apakah saat ini dirinya memasuki masa pramenopause atau belum. Dia hanya mengamati siklus menstruasinya dan mengaku bertanya-tanya apakah menstruasinya dua bulan silam merupakan menstruasi terakhirnya.

“Sebelumnya masih lancar, jarang semenjak tahun ini. Sudah dua bulan berhenti, enggak tahu menstruasi yang terakhir atau bukan. Apa benar-benar sudah menopause juga belum tahu,” kata dia.

Walaupun demikian, Parti tetap meminum pil KB. “Masih minum pil KB, tapi hanya disaat butuh,” terang dia. Memasuki masa pra-menopause, ia mengaku cepat lelah ketika berdagang. “Cepat capai tapi enggak pengaruh ke pekerjaan. Hla butuh makan,” tambah dia.

Warga Karangasem, Laweyan, Endang, mengaku masa menstruasinya masih lancar pada usia 48 tahun. Ia tidak merasa khawatir menghadapi masa menopause yang kemungkinan segera terjadi. “Kalau nanti menopause ya enggak khawatir, dijalani saja,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya