SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Sandal ukir (Espos/Adib Muttaqin Asfar)

Solo dulu sempat menjadi salah satu kota penghasil sandal dengan satu kampung perajin sandal terkemuka. Tapi itu dulu, jauh sebelum kerajinan itu tergusur perkembangan zaman. Kini, bibit kerajinan sandal itu kembali muncul dengan wujud yang berbeda.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Salah satunya adalah sandal batik. Di banyak tempat, para produsen kain dan baju batik juga memproduksi sandal batik sebagai produk sampingan. Di pinggir kampung Kemlayan, Serengan, sandal batik itu diproduksi dengan cara yang tidak konvensional. Jika biasanya sandal batik adalah sandal yang berbalut kain batik, di sana justru sandal-sandal tersebut yang dibatik. Tentu proses pembatikannya tidak sama dengan membatik kain.

“Dulu sandal-sandal ini saya jual polosan tapi berbentuk tokoh kartun dan sempat booming,” ujar Syafiq Jordan, pemilik usaha sandal ini rumahnya, Kemlayan, Serengan, Solo, Jumat (13/4) lalu. “Kemudian berkembang menjadi sandal batik sampai sekarang.”

Sandal itu memang bukan sandal mahal seperti halnya sandal kulit. Bahan dasarnya dari spons EVA yang biasa digunakan untuk membuat sandal-sandal ringan. Tak ada kulit, kayu atau karet yang keras di sandalnya namun justru itulah kelebihannya. Karena berbahan dasar spons, dengan mudah Syafiq membentuk sandal dalam model apapun. Bukan hanya itu, spons juga memungkinkan Syafiq untuk mengukir sandal menjadi batik walau polanya rumit.

Tak seperti sandal batik pada umumnya, batik pada sandal buatan Syafiq dibuat langsung di permukaan sandal. Proses pembatikannya hanya menggunakan alat sederhana, yaitu solder listrik untuk membentuk tekstur sesuai pola. Setelah teksturnya terbentuk, baru kemudian sandal diberi warna. Pewarnaan pun tidak sembarangan karena menggunakan pewarna seperti yang dipakai dalam pembuatan batik.

“Warnanya pakai cat batik. Pola batik dalam sandal ini bisa dibuat dalam penta warna tapi syaratnya spons harus berwarna krem,” terang Syafiq.

Sandal ukir (Espos/Adib Muttaqin Asfar)

Karena itulah sandal ini sering dijuluki sebagai sandal ukir batik. Sampai sekarang proses pembuatan sandal itu benar-benar dilakukan full handmade. Mulai dari pemotongan spons, pengolahan menjadi sandal hingga membentuk karakter batik maupun pola lain, semuanya dilakukan dengan tangan. Kini, Syafiq mempekerjakan empat orang pembuat sandal plus seorang tukang jahit.

Dulu, Syafiq sempat mencoba membuat cetakan untuk membentuk pola sandal seperti yang diinginkannya. Kelemahannya, satu cetakan hanya berlaku untuk satu motif batik. Padahal sandal-sandal ini memang sengaja mengadopsi banyak pola, bukan hanya batik tapi juga tokoh-tokoh wayang dan kartun.

“Memang kalau pakai cetakan lebih cepat tapi nanti malah lebih mahal karena harus buat banyak cetakan. Lagi pula saya juga tidak puas kalau pakai cetakan,” katanya.

Jadi jangan heran jika batikan antara sandal kanan dan kiri tidak selalu sama persis. Tapi begitulah karakteristik produk handmade. Di pasar, harga eceran sandalnya Rp25.000-Rp35.000 per pasang.

 

Sandal Flanel

Sementara itu, produksi sandal yang tidak biasa lainnya juga muncul di Celep Lor, Dagen, Karanganyar. Yang unik adalah boneka flanel dan balutan kain flanel di seluruh permukaan sekaligus memberinya karakter unik.

Semua ini berawal dari kegemaran Indra Warman dan istrinya, Listiyah Ema, dalam mengutak-atik kain flanel. Saat itu, kain flanel sangat dikenal sebagai bahan pembuat kerajinan tangan dalam berbagai bentuk. Indra juga senang membuat boneka-boneka kecil dari flanel dan sering membuatkannya untuk keponakannya.

“Boneka-boneka itu dulu saya kasih nama. Kemudian muncul ide bagaimana kalau boneka itu dipasang di sandal,” kata Indra saat ditemui di rumahnya, Baturan, Colomadu, Karanganyar, Sabtu (14/4) malam.

Akhirnya, mulailah Indra memproduksi 50 pasang sandal berkarakter dengan boneka dari flanel. Sandal tersebut memang tidak dibuat sendiri oleh Indra, Asalnya sandal spons berbagai merek. Sandal-sandal ini biasanya dijual murah karena pabrik memproduksinya secara massal dan terus berganti stok. Jika tidak laku, sandal berwarna-warni ini bisa dijual sangat murah. Di sinilah Indra menemukan peluangnya.

Sandal-sandal yang oleh pabrik dianggap barang retur disulap menjadi sandal berkarakter. Tali sandal biasanya dibalut rapat dengan kain flanel yang warnanya menyesuaikan dengan warna dominan sandal. Kemudian perubahan paling besar adalah dengan penambahan sebuah boneka mungil di ujung atas jepitan sandal. Sandal itu diberi label Beehandmade.

“Jadi ini menaikkan nilai jual sandal. Kami menjualnya secara grosir ke pedagang Rp12.500 per pasang. Di penjual eceran, sandal ini bisa dijual sampai Rp25.000.

Karena keunikan inilah, sandal-sandal kreasi Indra ini dikirim ke berbagai kota di Indonesia. Hanya satu pulau besar yang belum pernah dijangkaunya, yaitu Papua. Sebenarnya, banyak permintaan dari pulau di ujung timur itu. “Tapi saya belum bisa memenuhi karena ongkos kirim yang sangat mahal.”

Begitulah sandal ini menembus pasar nasional karena keunikannya. Indra mengakui sandalnya memang bukan sandal untuk kotor-kotoran, melainkan sandal yang dipakai untuk keindahan. Siapa pun tak akan pernah menemukan sandal ini di pasar atau toko di Solo karena seluruh reseller sandal Indra berasal dari luar kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya