SOLOPOS.COM - Peti jenazah Prof. Samekto Wibowo dibawa ke makam keluarga di Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Minggu (25/9/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATENJenazah guru besar Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Samekto Wibowo, dimakamkan di tanah leluhurnya di Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Minggu (25/9/2022) siang. Sebelum dimakamkan di makam keluarga, jenazah disemayamkan di masjid kompleks Pusat Pendidikan Islam (PPI) Muharrikun Najaah.

Prof. Samekto meninggal dunia setelah terseret ombak Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, DIY, Sabtu (24/9/2022). Insiden itu terjadi saat Prof. Samekto berfoto bersama seorang rekannya di bawah tebing pantai.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Sebelum dimakamkan, jenazah Prof. Samekto disalatkan ratusan santri serta pelayat. Jenazah kemudian diberangkatkan ke bidang lahan di tengah area persawahan di Desa Ngawonggo yang merupakan makam keluarga sekitar pukul 12.45 WIB.

Peti jenazah dibawa menggunakan ambulans. Selanjutnya diturunkan dan dibawa ke liang lahat oleh tim pemakaman dari UGM.

Ngawonggo menjadi tanah kelahiran Prof. Samekto. Di desa itu, Prof. Samekto bersama keluarganya mendirikan pondok pesantren bernama PPI Muharrikun Najaah.

Baca Juga: Meninggal Terseret Ombak di Pantai Indrayanti,Ini Sosok Profesor Samekto Wibowo

Kepala Bidang Akademik sekaligus Kepala Madrasah Aliyah PPI Muharrikun Najaah, Asril Adik Wibowo, mengatakan Prof. Samekto rutin memantau kegiatan pondok, terutama ketika ada kegiatan seperti wisuda dan lain-lain di tengah kesibukannya di rumah sakit serta di kampus.

“Saya bergabung sejak tahun pertama [2015]. Orangnya halus kalau orang Jawa istilahnya ngayomi dan selalu mendukung segala hal untuk pondok. Satu lagi, orangnya grapyak kepada siapapun. Beliau tidak pernah membeda-bedakan siapapun,” kata Asril saat ditemui seusai pemakaman.

Ketika bertemu santri, Asril mengatakan Prof. Samekto kerap menyelipkan pesan dan motivasi untuk meraih cita-cita lebih tinggi.

“Kemudian jangan insecure dengan latar belakang apapun, insyaallah cia-cita bisa diraih,” kata Asril.

Baca Juga: Ada Dosen UGM Dibalik Pengolahan Limbah Jerami Jadi Kertas di Klaten

Asril menjelaskan saat ini ada sekitar 480 santri di PPI Muharrikun Najaah. Pondok tersebut berdiri di tanah keluarga Prof. Samekto.

Istri Prof. Samekto, Hartati Purwaningsih, mengatakan peristiwa yang menimpa suaminya terjadi saat reuni, Sabtu. Saat itu, Hartati menemani suaminya mendatangi reuni tersebut.

“Saat itu saya tidak ikut di bawah air. Hanya di bibir pantai. Yang turun Pak Samekto bersama seorang rekannya,” kata Hartati.

Hartati menjelaskan suaminya merupakan sosok yang bisa dibanggakan di keluarga. Soal Ponpes, Hartati menjelaskan Ponpes di Desa Ngawonggo itu milik anak serta menantunya.

Baca Juga: Pasutri Ini Resmi Sekantor sebagai Kades dan Sekdes di Taskombang Klaten

Pimpinan PPI Muharrikun Najaah sekaligus menantu Prof. Samekto, Arif, mengaku mendirikan pondok menjadi cita-cita Prof. Samekto sejak lama.

“Dulu cita-cita bapak membangun Pondok dan alhamdulillah bisa terwujud,” kata Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya