SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Maira dan Rania dibantu orang tuannya mencoba permainan gasing dalam Fesyival Petualangan di Negeri Dolanan di Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Minggu (05/01/2014). Festival yang menghadirkan beragam permainan tradisional dari berbagai penjuru nusantara itu digelar serentak di enam kota di Indonesia sebagai upaya menumbuhkan kecintaan anak-anak untuk kembali memainkan permainan tradisional sebahai salah satu kekayaan budaya.

Harianjogja.com, JOGJA-Aturan teknis yang belum turun dan mahalnya biaya mengurus Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mainan anak mengancam keberlangsungan perajin lokal.

Ketua DPD Asosiasi Perajin Mainan Edukatif dan Tradisional (Apmeti) DIY, Eko Witono menilai pemberlakukan SNI mainan anak merupakan bukti tidak berpihaknya pemerintah kepada usaha kecil mikro (UKM).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Alasanya, biaya satu bidang kepengurusan SNI Rp6 juta itu memberatkan perajin dan produsen lokal. Aturan itu sama saja mematikan UKM. Dengan biaya sebesar itu bagaimana produsen lokal bisa hidup,” jelas Eko kepada Harianjogja.com, Minggu (4/5).

Menurut dia, kewajiban SNI mainan anak ini tak ubahnya dengan pemberlakukan label halal pada industri kecil rumah tangga seperti tempe dan tahu. Sebab biaya sertifikasi halal dan SNI sama-sama tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya