SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Om Swastyastu
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah

Saat ini bumi menghadapi kerusakan lingkungan yang luar biasa. Konfl ik sosial atas sumber daya yang kian langka serta pemanasan global yang diikuti dengan terjadinya perubahan iklim. Terlebih dengan isu pemanasan global kini yang kian hangat dan menjadi perdebatkan  dunia.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Berbagai permasalahanmuncul ke permukaan. Pemanasan global memengaruhi proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi  akibat peningkatan jumlah emisigas rumah kaca di atmosfer. Hal ini diikuti semakin meningkatnya curah hujan di berbagai belahan dunia, sehingga  menimbulkan banjir dan tanah longsor, sedangkan di berbagai belahan dunia lainnya sering mengalami musim kering yang berkepanjangan.

Kenaikan suhu ini sesungguhnya mengakibatkan kian mencairnya lempengan-lempangan es di kutub utara dan selatan. Permukaan laut terus naik dan mengancam keberadaan pulau pulau kecil di dunia, termasuk di Indonesia. Ini tentu saja karena pengaruh eksploitasi kekayaan alam yang luar biasa. Manusia hendaknya sadar bahwa sesungguhnya alampun perlu diberi waktu untuk memulihkan diri.

Hindu menyadari hal ini, sehingga Para Maha Rsi jauh sebelumnya sudah membuat metodelogi penyadaran kepada umat manusia, bahwa Nyepi bukan semata sebagai  pergantian Tahun Baru Saka yang sekarang 1932. Sekitar 532 abad yang silam disebutkan bahwa Nyepi juga menjadi Catur Brata Penyepian selama 24 jam. Artinya, tidak ada aktivitas apapun yang dilakukan umat. Hal semacam ini sesungguhnya memberikan kepada alam untuk beristirahat 24 jam setiap tahunnya.

Apa yang dapat kita ambil manfaat dari perilaku spiritual tersebut. Alam akan menjadi harmonis, udara menjadi bersih, mengurangi evolusi udara dari ulah manusia. Selain itu terjadi pengiritan sumber bahan bakar, listrik dan sebagainya. Seandainya dunia bisa melakukan, setiap tahun seperti Nyepi, kita yakin pemanasan global dapat kita hindari, berbagai bercana alam akan berkurang, dan perilaku manusiapun akan menjadi santun dalam bertindak.

Walaupun ini sesungguhnya belum terlambat, paling tidak kita ada setitik perbuatan untuk menyelamatkan dunia akan dapat memperlambat kerusakan ekosistem. Dalam Bhagawad Gita Bab. III Sloka 8 dinyatakan: “Niyatam kuru karma tvam, karma jyayo hy akarmanah, sarirayatra pi cha te, na prasidhyed akarmanah.” Maksudnya, bekerjalah seperti yang telah ditentukan, sebab be kerja lebih baik dari pada tidak bekerja, kalau tidak bekerja, hidup sehari-haripun tidak mungkin.

Penyelamatan terhadap bumi sesungguhnya kewajiban setiap umat manusia, karena apapun yang kita makan, minum dan miliki sesungguhnya berasal dari bumi. Mengistirahatkan bumi serta tubuh dan jiwa manusia dalam sehari adalah bagian dari proses pemulihan alam yang berkelanjutan. Kehilangan nilai ekonomi satu hari jauh lebih kecil dari pada biaya yang  harus dibayar akibat bencana alam, perubahan iklim dan sebagainya.

Jika kita tidak memberi ruang bagi bumi untuk memulihkan kerusakannya, cepat atau lambat bencana selalu mengancam umat manusia. Sebelum bahaya itu datang, mari kita ambil bagian yang sama untuk menyelamatkan dunia dari berbagai perilaku manusia yang kurang ramah ter sebut. Kita bisa belajar kemuliaan kehidupan  dari alam. Seperti berkaca kepada transformasi ulat menjadi kupu-kupu yang indah.

Mengagumi kemuliaan lautan yang mampu menerima setiap aliran sungai yang membawa berbagai hal yang ber beda dengan kesabaran dan menetralkannya dengan tulus. Alam sesungguhnya merupakan guru yang bisu, namun dapat memainkan alat musik bernada indah sebagai pengganti bisunya. Nada-nada indahnya tidak jarang memberikan berbagai inspirasi kepada manusia untuk bertindak yang lebih bijaksana. Fenomena alam pun sering membuat teknologi yang diciptakan manusia menjadi tidak berarti.

Tsunami mampu meluluhlantahkan infrastruktur yang dibangun kuat, Badai Katrina yang meretakkan Amerika. Gempa menghacurkan Haitti. Namun demikian, fenomena alam tidak selalu buruk bagi kehidupan manusia. Begitu banyak fenomena alam yang menghadirkan nilai estetika. Kehidupan sudah selayaknya  berdampingan dengan alam sesuai dengan ajaran Tri Hita Karanatentang bagaimana hidup berdampingan secara horisontal, baik antara sesama manusia maupun dengan alam untuk mencapai hubungan yang vertikal yang indah kepada Tuhan.

Satu langkah baru bagi kita untuk mulai memainkan nada-nada indah bersama nyanyian alam. Namun kita harus mulai dengan langkah awal yaitu membuka telinga dan hati agar dapat mendengarkan nyanyian alam dan kemudian bergabung memainkan nada-nada yang indah. Sebuah lantunan yang ditujukan kepada pencipta dan alam semesta. Inilah yang melatarbelakangi Para Maha Rsi memilih alam terbuka yang bertempat di tengah hutan yang sepi dan sunyi.

Daerah ini akan lebih mudah menerima getaran alam serta hidup berdampingan dengan alam dalam suasana yang harmonis dan menyejukkan bhatin. Para Yogi selalu berorientasi kepada alam yang bebas dari berbagai volusi serta bebas dari berbagai kebisingan. Demikian semoga sekecil apapun perbuatan baik bisa membawa pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan.

Om Santi-Santi-Santi Om.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya