SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO—Kebijakan pemerintah pusat yang mewajibkan pelaku usaha membayar royalti atas pemutaran lagu atau musik di tempat usaha mereka memeroleh tanggapan beragam dari masyarakat, tak terkecual di Kota Solo.

Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Dalam PP Nomor 56/2021, pemerintah juga menetapkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai wadah yang menagih dan menyetorkan uang royalti kepada para musisi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga: Sosialisasi 2 Pekan, Jaring 1.200 Duta Santan Sasa Soloraya

Pemilik Kedai Ameno Ramen, Teddy, mengaku memang memutar musik atau lagu untuk menghidupkan suasana warung makannya sehari-hari. Musik yang diputar tersebut mengandalkan Youtube. Sesuai usahanya, lagu yang diputar adalah lagu-lagu musisi Jepang yang kini banyak beredar di Youtube.

Ekspedisi Mudik 2024

“Untuk melacak lagu yang punya royalti itu susah dan ribet. Kalau mau cek satu-satu pemerintah belum memadai kapasitas untuk itu. Kalau emang lagu major label nasional mungkin bisa, itu pun juga harus kerja sama. Lah ini kan skalanya kafe banyak muter lagu internasiol, enggak cuma lagu Indonesia,” ujar dia, kepada wartawan, Sabtu (10/4/2021).

Baca Juga: Makin Diminati, Jumlah Pengguna KRL Jogja - Solo Melonjak

Teddy menambahkan aturan membayar royalti untuk pemutaran musik atau lagu di tempat usaha sudah ada cukup lam. Namun demikian, tidak ada gerakan konkret dari kebijakan tersebut. Menurutnya, industri musik di Tanah Air salah kaprah. Misalnya, demi kebutuhan, maka manajemen artis justru menghendaki lagunya dikaver banyak orang untuk keperluan marketing.

“Ya kalau ada instansi yang datang menanyakan itu, ya saya jawab. Kami mutar MP3 yang di era digital bisa diakses portal apa pun. Kecuali kalo kafe ngundang band akustik bawain lagu major yang udah dikenal beda cerita. Kalau sampai semua portal digital itu kena royalti efeknya besar. Kalo aku sih mungkin bukan wajib bayar, tapi harus ada badan dan undang yang mengaturnya. Jadi bisa kesaring, enggak asal muter asal bikin kaver,” imbuh dia.

Manajer Dali Gelato, Diyah Wikan, mengaku mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, musisi Tanah Air khususnya juga perlu diapresiasi atas karya mereka. “Paling kalau di kafe kami suara relaxing natural. Kalau ada lagu yang diputar biasanya dari karyawan yang kadang ngeyel. Jika memang tidak diperbolehkan dan harus bayar, ya tidak usah diputar lagu,” kata dia.

Baca Juga: KCI Luncurkan KMT KRL Edisi Solo, Ada Gambar Mangkunegaran Dan Tugu Pemandengan

Sementara itu, Public Relations Fave Hotel Solo, Nonik Ratna Dewi, mengaku manajemen hotel telah menunaikan kewajibannya dengan membayar royalti pemutaran musik atau lagu jauh-jauh hari sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru tersebut.

Ia menyebut pemakaian lagu di hotel menggunakan CD atau DVD player. Sedangkan jenis lagu atau musiknya adalah lagu instrumental internasional, lagu pop, dan lagu tradisional atau lagu daerah.

“Kami setiap tahun sudah bayar royalti melalui LMKN [Lembaga Manajemen Kolektif Nasional], ini sejak hotel kami beroperasi. Sebenarnya memang ini sebagai salah satu bentuk apresiasi dan kesadaran menghargai karya orang lain,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya