SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

 

Tampaknya
bencana masih akan terus hadir di hadapan kita. Entah sampai kapan
kita tidak mengetahuinya. Kesedihan, kesengsaraan, dan penderitan
belum juga meninggalkan kita. Gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir dan entah apa lagi. Lalu, yang pasti, korban berjatuhan baik
meninggal dunia maupun luka-luka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

 

Alihkan
perhatian kita. Pada saat yang sama, kita melihat bukan penderitaan.
Ternyata kesengsaraan sebagian orang akibat bencana yang menimpa
tidak terlalu mengusik sebagian orang lainnya yang tetap bergelimang
dengan kemewahan, bergaya dengan kesombongan dan kekuasaan, tak juga
berhenti menindas dan berbuat kezhaliman. Senyum bibirnya masih
merekah meski sebenarnya jiwanya dahaga, jauh dari bahagia.

Dua
gambaran tersebut sesungguhnya sama-sama bencana, bahkan gambaran
kedua adalah bencana yang sesungguhnya meski lahiriahnya tampak
sebagai kenikmatan dan kesejahteraan. Malah bisa saja terjadi
tumpukan bencana di saat yang sama, kehilangan harta, keluarga dan
tepat tinggal, sekaligus tidak mengambil pelajaran darinya dan tetap
saja meninggalkan ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT seraya terus
melanjutkan dosa dan beragam kedurhakaan kepada-Nya. Inilah tumpukan
bencana yang membinasakan manusia.

Allah
SWT berfirman: “
Dan
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah
dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian* kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang Rasul dari mereka
sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan
azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”
(QS.
An-Nahl/16:112-113) *Maksudnya: kelaparan dan ketakutan itu meliputi
mereka seperti halnya pakaian meliputi tubuh mereka.

Ya,
mengingkari nikmat Allah akan berakibat terjadinya perubahan:
ketenteraman dan kesejahteraan menjadi ketakutan dan kelaparan.
Perhatikan kenyataan yang terjadi di sekitar kita, hilangnya rasa
aman dengan terjadinya berbagai tindak kriminal, baik dilakukan oleh
rakyat jelata maupun penguasa yang aniaya terhadap rakyatnya. Terus
bertambahnya angka kemiskinan karena kemungkaran sistemik, monopoli
sumber kekayaan dan mentalitas yang malas serta sibuk berangan-angan
kosong diiringi hiburan-hiburan yang melalaikan bersamaan dengan
bertebarannya informasi sampah yang tidak menambah manfaat kecuali
kebodohan.

Dalam
kondisi demikian, seruan kebaikan orang-orang yang berhati suci dan
peduli dengan bencana yang tengah terjadi serta penderitaan yang
dialami masyarakat, tampaknya tidak memperoleh sambutan positif
karena kabut kedurhakaan masih cukup tebal menyelimuti kesadaran
banyak orang.

Iman
terhenti pada lisan, takwa tak beranjak dari ucapan semata. Dan yang
mewujud di alam kenyataan adalah kedustaan dan kedurhakaan. Maka
bencana tiba secara merata, terlebih karena tidak lagi ada yang
peduli dengan kemungkaran yang terjadi.

Renungkan
di kedalaman jiwa firman Allah SWT : “
Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.”
(QS.
al-A’raaf/7:96). Dan firman-Nya pula : “
Dan
peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa
Allah amat keras siksaan-Nya.”
(QS.
al-Anfaal/8:25).

Limabelas
abad silam, Rasulullah Muhammad SAW menuturkan : “
Perumpamaan
orang yang menegakkan ajaran Allah dan orang yang meninggalkannya,
seperti orang-orang yang berdesakan di atas kapal. Sebagian berada di
atas dan sebagian yang lain berada di bawah. Mereka yang berada di
bawah apabila mengambil air harus melewati orang-orang yang berada di
atas. Oleh karena itu, mereka berkata, ‘Bagaimana jika seandainya
kita lubangi saja bagian yang berada di bawah kita ini agar kita
tidak perlu mengganggu orang yang di atas?’ Jika mereka dibiarkan
dengan apa yang mereka kehendaki (yakni melubangi kapal), maka pasti
tenggelamlah semua penumpang kapal (baik yang di bawah maupun yang di
atas). Tetapi jika mereka dicegah, maka selamatlah mereka dan semua
penumpang kapal tersebut.”
(HR.
Bukhari dari Nu’man bin Basyir
radliyalloohu’anhu).

Saudaraku,
saat ini kita tengah berada di bahtera yang sama. Ada yang berada di
atas, ada pula yang berada di bawah. Kalau ada yang hendak
merusaknya, jangan biarkan. Cegahlah agar kita tidak karam dan binasa
sehingga semua selamat. Karenanya jika bencana yang masih saja
menimpa hendak kita ubah menjadi anugerah, maka tegakkanlah ajaran
Allah dalam bahtera yang menjadi tempat bersama mengarungi samudera
kehidupan. Kendali perjalanan adalah iman, kayuh yang kita ayunkan
adalah ketaatan, dan kekuatan untuk mengarungi samudera yang luas
adalah persaudaraan. Maka kita akan segera sampai di pantai dengan
selamat dan merasakan kebahagiaan di akhir perjalanan. Mudah-mudahan
demikian.
Walloohu
a’lamu bish showwaab
.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya