SOLOPOS.COM - Rohmah Ermawati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Mbak  Sri, rekan saya berbelanja di bakul sayur keliling di kompleks perumahan, pagi-pagi bikin kaget. “Wah, rega kembang kok luwih larang timbang iwak sapi [Wah, harga kembang kok lebih mahal ketimbang harga daging sapi],” kata dia dengan suara keras.

Harga mawar tabur yang biasanya cuma Rp20.000 hingga Rp50.000  per kilogram kini naik menjadi Rp250.000 per kilogram. Sedangkan harga daging sapi di Jawa Tengah Rp120.000 per kilogram.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kenaikan harga bunga mawar tabur terjadi bertepatan dengan momentum sadranan. Sadranan adalah tradisi orang Jawa, termasuk di kawasan Soloraya, pada bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan berziarah ke makam leluhur di suatu permukiman atau desa.

Sudah jadi kebiasaan sebagian orang membawa kembang untuk ditaburkan ke makam saat berziarah. Harga bunga mawar tabur naik karena kebutuhan masyarakat meningkat saat momentum sadranan.

“Ya, kalau membeli kembang tabur tak perlu banyak-banyak, Mbak. Misalnya nibakke Rp25.000. Yang penting niat berziarah tetap terlaksana,” kata Mbak Mar, emak-emak yang juga berbelanja bareng kami di bakul sayur.

Sadranan yang digelar sebelum Ramadan dalam penanggalan Hijriah atau Pasa dalam penanggalan Jawa menjadi momentum penting bagi sebagian masyarakat di Soloraya. Warga lereng Gunung Merapi di wilayah Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, memiliki cara unik merayakan tradisi sadranan.

Warga berbondong-bondng membawa tenongan dan menaruhnya di Joglo Puralaya, Joglo Paseban, dan sekitar permakanan umum Puralaya. Setelah acara pengajian, zikir, tahlil, dan doa oleh sesepuh desa, warga makan bersama, berbagai makanan yang dibawa dari rumah.

Sadranan di Cepogo lebih ramai dibandingkan saat Lebaran karena keluarga dan kerabat yang jauh berdatangan untuk bersilaturahmi. Warga merogoh kocek cukup dalam untuk turut berpartisipasi dalam sadranan. Implementasi sadranan, yang di setiap desa/kampung berbeda-beda rangkaian acaranya, tidak sebatas berziarah, membersihkan makam leluhur, serta selamatan (kenduri).

Sadranan menjadi wahana bersilaturahmi dan sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan. Dalam sadranan ada hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang.

Manifestasi sadranan yang diisi dengan lantunan doa bagi semua keluarga dan kerabat dengan wujud silaturahmi, saling memaafkan, dan saling membantu menjadi salah satu persiapan memasuki Ramadan—bulan ketika kaum muslim diwajibkan berpuasa—dengan penuh suka cita.

Kenaikan harga aneka kebutuhan, terutama bahan pokok, jamak terjadi ketika terjadi momentum tertentu. Ramadan dan Lebaran yang dirayakan mayoritas rakyat Indonesia pasti selalu menyebabkan kenaikan harga aneka kebutuhan pokok. Masyarakat sudah hafal dan yang bisa dilakukan hanyalah menabung jauh-jauh hari sebagai persiapan.

Saat ini atau masih sekitar dua pekan sebelum Ramadan, harga bahan pokok relatif masih stabil. Ketika mendekati Ramadan masyarakat umumnya berbelanja dalam jumlah lebih banyak untuk persediaan puasa.

Lembaga Survei Populix menjelang Ramadan pada 2022 merilis hasil survei yang menunjukkan pengeluaran konsumen Indonesia melonjak hingga 50% saat Ramadan.

Survei itu menunjukkan mayoritas responden memiliki pengeluaran 25%-50% lebih besar saat Ramadan daripada anggaran bulanan biasanya. Tingginya permintaan ketimbang penawaran menjadi penyebab kenaikan harga pangan menjelang Ramadan dan Lebaran.

Hampir pada setiap kesempatan menjelang Ramadanm Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan memberikan pernyataan stok bahan pangan masih. Beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan pemerintah terus memantau ketersediaan atau stok bahan pangan dan memantau harga pangan menjelang Ramadan.

“Kami akan terus berusaha keras memastikan momen Ramadan dan Lebaran tahun ini terjaga dengan baik, sama seperti saat Nataru [Natal 2022 dan tahun baru 1 Januari 2023],” kata Zulkifli dalam keterangan tertulis saat meninjau Pasar Raya MMTC di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (18/1/2023).

Pertanyaan kenapa harga pangan selalu naik saat Ramadan dijawab oleh Khudori pada 2019. Terdapat tiga hal yang memengaruhi harga pangan naik, yakni ketersediaan bahan pokok, pengaturan harga, dan pengawasan distribusi. Khudori menekankan tanpa pendataan gudang, sulit bagi pemerintah untuk memastikan stok dan memantau pergerakan barang.

Jika kedua hal tersebut tidak diketahui, sulit bagi pemerintah memantau atau menstabilkan harga. Jadi, ketimpangan supply and demand bahan pokok tidak berdiri secara tunggal.

Hal tersebut dipengaruhi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan. Faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan itulah yang seharusnya diselesaikan oleh pemerintah guna mencegah agar kenaikan harga bahan pangan tidak menjadi hal ”alamiah” saat Ramadan serta Lebaran.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 Maret 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya