SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Di sebuah wedangan di kawasan Kottabarat, Jumat (10/8) malam, para anggota Onthelis Solo ramai berkumpul. Malam itu, mereka menyusun angan-angan untuk melakukan sesuatu yang berarti menjelang 17 Agustus nanti.

Selama ini mereka memang lebih sebagai kumpulan para pehobi sepeda tua. Di benak mereka, sepeda tua bisa punya peran penting untuk menumbuhkan nasionalisme. “Sebenarnya kami ini hanya orang-orang yang hobi sepedaan dan jalan-jalan. Bagaimana caranya agar hobi ini juga punya arti,” kata Dian Ariffianto Budi Susilo atau Dian ABS, Ketua Onthelis Solo, malam itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bukan kerja bakti mengecat tepi jalan, menghias gapura atau memasang umbul-umbul mahal, yang mereka lakukan jauh lebih sederhana. Selama ini sepeda tua mengantar mereka berkeliling kota dan kini sepeda itu pula yang jadi alat untuk mengenang perjuangan meraih kemerdekaan. Mereka tidak berpesta. “Tapi untuk menumbuhkan memori kolektif dan rasa syukur.”

Rencananya pada Rabu (15/8) malam, para onthelis ini akan berkeliling kota dengan sepeda tua mereka. Perjalanan itu akan dimulai dari Ngarsapura, kemudian ke beberapa tempat yang pernah menjadi saksi bisu Serangan Umum Empat Hari di Solo 7-10 Agustus 1949. Selanjutnya mereka bergerak ke dua makam besar di Soloraya, Bonoloyo dan Pracimaloyo.

Ekspedisi Mudik 2024

Dua makam ini memang sengaja dipilih, bukan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bakti. Awalnya mereka akan ke TMP tapi terbentur perizinan. Mereka memindahkan lokasi ke makam lain. Toh, kedua makam tersebut juga menyimpan jasad pejuang kemerdekaan yang tidak pernah dikenal publik.

“Di Pracimaloyo, nanti kami akan ke makam Mbah Gesang. Sedangkan di Bonoloyo, kami belum mengidentifikasi makam siapa yang akan dikunjungi. Tapi kami yakin ada pejuang yang dimakamkan di situ.”

Di sana mereka menggelar doa bagi para pejuang yang dimakamkan. Agenda jurit malam seperti ini sudah lama dilakukan anggota Komunitas Onthelis Solo. Setiap menjelang 17 Agustus, mereka biasa melakukan perjalanan seperti ini baik siang maupun malam. Siapa pun bisa melakukan hal serupa tapi para onthelis ini merasa mendapat dorongan dari sepeda tua mereka.

Layaknya orang tua, sepeda tua juga jadi saksi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Misalnya di berbagai forum onthelis, ada sepeda-sepeda tua yang teridentifikasi pernah jadi kendaraan pada Perang Dunia II. Setiap sepeda memang punya sejarah sendiri-sendiri dan itulah yang membuat para pemiliknya terdorong untuk mengingat sejarah.

“Ada sepeda yang teridentifikasi dibawa oleh orang-orang bertubuh tinggi. Kami juga belajar sejarah tapi tidak detail. Kami memang bukan ahlinya, yang penting bagaimana sejarah itu dipelajari dengan cara yang fun,” ujar Dian.

Perjalanan malam hari mengenang para jasa pejuang kemerdekaan kini menjadi alternatif untuk menumbuhkan nasionalisme. Berawal dari kurangnya pengetahuan tentang sejarah kemerdekaan dari pendidikan formal, jurit malam pun dilakukan oleh berbagai kelompok, salah satunya di SMA PL St Yosef, beberapa waktu lalu.

Selama Masa Orientasi Sekolah (MOS) di SMA tersebut, para siswa baru digiring untuk mengenal sejarah bangsa. Mereka menginap di sekolah selama dua malam untuk berdiskusi, menonton film perjuangan sampai ritual mengenang jasa pahlawan.

Puncaknya mereka melakukan perjalanan blusukan kampung dan diakhiri di sebuah makam buatan. “Makamnya dibuat sendiri dari tumpukan batu dan ban,” kata Josua Gultom, siswa Kelas I SMA St Yosef di sela-sela MOS, Juli lalu.

“Di sana kami berdoa merenungkan diri, mengenang jasa pahlawan dan cium bendera,” ujar Andri, alumni SMP Bintang Laut yang masuk ke SMA tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya