SOLOPOS.COM - Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Harry Widianto saat menerima kenang-kenangan berupa lukisan sketsa dari salah satu putri Tino Sidin, beberapa waktu lalu. (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Harianjogja.com, BANTUL—Namanya tak pernah lekang oleh waktu. Hampir tak ada orang Indonesia yang tak mengenal namanya. Tino Sidin, seorang pelukis legendaris Indonesia, sekaligus perintis berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Sebagai pelukis, Tino Sidin tidak dikenal sebagai seniman yang gemar berpameran. Ia lebih dikenal sebagai seorang seniman

pendidik. Dengan program Gemar Menggambar yang dipopulerkannya di era 1980-1990, nama Tino Sidin menjadi sangat identik dengan anak-anak. Di acara televisi itu, Tino Sidin memberikan pelajaran menggambar yang mudah dan menyenangkan kepada anak-anak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kini, namanya pun dianggap sebagai elemen penting perkembangan seni menggambar di Indonesia. Kegigihan dan ketelatenannya dalam memberikan pendidikan seni menggambar kepada anak, tak pelak menjadi sebuah tonggak penting bagi perjalanan seni rupa di Indonesia.

Ekspedisi Mudik 2024

Atas dasar itulah, buku berjudul Tino Sidin: Guru Gambar & Pribadi Multi Dimensional resmi diluncurkan. Bertempat di Taman Tino Sidin, Jl.Tino Sidin, Kadipiro, Bantul, Sabtu (27/9/2014) siang, keturunan Tino Sidin yang didukung oleh Dirjen Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar acara launching buku biografi Tino Sidin.

Setidaknya ada lima penulis mengungkapkan kesan dan gagasannya terhadap Tino Sidin.Kelima penulis itu masing-masing adalah Daoed Joesoef (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), budayawan Budi Subanar, perupa Sun Ardi, pemerhati seni rupa Purwadmadi, dan kuratot Mikke Susanto. Dari sudut pandangnya masing-masing terhadap perjalanan hidup dan karya Tino Sidin, mereka menuangkan dalam bentuk tulisan dalam buku setebal lebih dari 200 halaman tersebut.

Bagi Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Harry Widianto, meski sebagai legenda guru seni lukis Indonesia, sosok Tino Sidin tetaplah seorang figur yang selalu tampil sederhana. Kesederhanaan itulah yang membuat Tino Sidin menjadi bisa begitu lekat dengan anak-anak. Kemampuannya melakukan pendekatan terhadap anak, membuat anak-anak menjadi kian tertarik dengan pelajaran menggambar.

Salah satu contohnya dengan mengalokasikan anggaran Rp1,5 miliar untuk pengembangan Taman Tino Sidin. Dikatakan Harry, anggaran yang ditargetkan cair pada 2015 bisa bermanfaat untuk mengambangkan galeri, museum serta dokumentasi karya Tino Sidin.

Bagi keluarga Tino Sidin, keberadaan museum itu sangatlah penting. Selain sebagai bentuk kenangan dan memorabilia atas Tino Sidin, museum seluas 400 meter persegi itu juga bisa membantu generasi muda untuk lebih mengenal siapa Tino Sidin. Di mata Panca Takariyanti, putri kelima Tino Sidin, ayahnya merupakan tipe orang yang selalu ingin memberikan kebahagiaan terhadap orang lain. Ayahnya tak pernah ingin terlihat sedih di depan orang lain.

“Bahkan di depan anak-anaknya sendiri,” ucapnya.

Dengan jumlah koleksi seni mencapai 180 buah, terdiri dari 30 buah karya lukis cat minyak, dan 150 lebih karya sketsa, Panca terus berupaya menjalin komunikasi dengan para pakar seni rupa guna mencari jejak karya ayahnya.

“Karena sepanjang hidupnya ayah kami memang bukan tipe seniman yang produktif, tapi lebih pada pendidikan menggambar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya