SOLOPOS.COM - Iklan Layanan Masyarakat yang dibuat Pasoepati merespons aksi kurang terpuji penonton saat laga Pelita Solo melawan Persema Malang, April 2000. Aksi itu membuat Pelita harus menjalani laga usiran melawan Pupuk Kaltim, 10 Mei 2000. (Istimewa/Mayor Haristanto)

Solopos.com, SOLO – Tanggal 10 Mei 2000 dikenang sebagai momen ambyar Pasoepati. Sore itu, seratusan anggota Pasoepati tampak berkumpul di lapangan Stadion Manahan. Kepala mereka kompak menengadah, melihat bendera hitam yang tengah dikerek di sentelban.

Mayor Haristanto lantas memimpin doa agar Pelita Solo mampu membekuk Pupuk Kaltim dalam lanjutan Divisi Utama Liga Indonesia, 10 Mei 2000. Saat itu Pelita tengah menjalani laga usiran di Lapangan Sepak Bola AAU, Maguwo, Jogja.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pekan Ini, Wartawan dan Pedagang di 3 Pasar Tradisional Sragen Ini Bakal Jalani Rapid Test

PSSI menghukum klub setelah insiden pelemparan botol ke lapangan saat menjamu Persema Malang di Stadion Manahan, 20 April 2000. Bagi Mayor dkk., hukuman itu terasa pahit lantaran Pasoepati tengah membangun karakter sebagai suporter santun. Salah satu pendiri Pasoepati itu bahkan sampai membuat iklan layanan masyarakat di sejumlah media di Solo terkait laga usiran yang diterima Indriyanto Nugroho dkk.

Ekspedisi Mudik 2024

“Ribuan Warga Solo Hari Ini Dilanda Kecewa dan Patah Hati.” Begitu judul iklan yang dimuat Harian Solopos pada Rabu Legi, 10 Mei 2000.

Mayor pun tersenyum melihat kliping berita yang kembali disimaknya selang 20 tahun peristiwa itu. Mayor mengingat sanksi yang diberikan PSSI saat itu cukup keras lantaran penonton duel Pelita Vs Persema secara umum relatif terkendali.

Ilmuwan ASU Teliti Kemungkinan Virus Corona Melemah Usai Mutasi

Meminjam istilah almarhum Didi Kempot, hukuman tersebut menjadi momen ambyar Pasoepati yang tengah bersemangat mendukung Pelita. “Saya pikir yang melempar botol saat itu bukan Pasoepati karena lemparan lebih banyak muncul dari tribune VIP. Kami merasa hukuman itu sangat tidak adil, apalagi jika dibandingkan laga tim lain yang suporternya sampai turun ke lapangan [tapi tak dihukum],” ujar Mayor saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (10/5/2020).

Rapatkan Barisan

Namun sanksi tersebut agaknya menjadi pil pahit yang menyehatkan. Para kepala suku Pasoepati mulai merapatkan barisan agar suporter akar rumput lebih simpatik dalam memberi dukungan. Gerakan itu dimulai saat Mayor dkk. mengibarkan bendera hitam di Stadion Manahan.

Dari diskusi yang berkembang, muncullah ide awal pembuatan kartu anggota agar suporter lebih tertib dan terorganisasi. “Kami juga menyerap aspirasi suporter perempuan yang saat itu baru berjumlah tujuh orang. Sekarang sudah berkembang pesat dan menjadi Srikandi Pasoepati,” tutur Mayor.

Talut Senilai Rp6,7 M di Sambirejo Sragen Ambrol Lagi, DPUPR Evaluasi Proyek

Sayang, pembuatan kartu tanda anggota (KTA) Pasoepati belum kunjung tuntas 20 tahun berselang. Ketua Majelis Pasoepati, Ekya Sih Hananto, mengatakan program pembuatan KTA di bawah kepengurusan Aulia Haryo Suryo belum berjalan maksimal.

“Semoga di kepengurusan mendatang, siapapun yang terpilih, bisa menyelesaikan PR besar ini,” ujar Ekya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya