SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Banyak orang yang langsung percaya ketika disebutkan bahwa Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie memiliki IQ tertinggi di dunia. Tapi menurut wartawan senior Parni Hadi, pria yang kemudian jadi Presiden ketiga Indonesia itu tidak peduli sebutan itu.

Tokoh pendiri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu, kata dia, tak peduli dengan IQ-nya. Lebih dari itu, Parni Hadi mengenangnya sebagai orang yang punya jasa besar dalam kebebasan pers Indonesia. Sebagai catatan, Habibie yang saat itu menjabat Presiden RI, pada 23 September 1999 menandatangani UU No 40/1999 tentang Pers yang menjadi tonggak kemerdekaan pers Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya pikir, beliau itu supercerdas atau genius, tapi ketika diberitakan ia memiliki IQ tertinggi di dunia, Mas Rudy tampak tidak peduli. Orang bilang apa saja terserah, yang jelas saya tidak pernah diukur IQ saya untuk itu,” kata Parni Hadi di Jakarta, Rabu, ketika menyampaikan kenangannya bersama BJ Habibie.

Parni Hadi merupakan satu dari segelintir wartawan yang dekat dengan Habibie, tokoh terbaik Indonesia yang wafat Rabu sore. Parni terbiasa menyebut Habibie dengan Mas Rudy.

“Banyak sekali kenangan pribadi saya dengan almarhum Mas Rudy sejak kenal pada 1977 sebagai wartawan Antara. Beliau yang menugasi saya memimpin Republika 1993, memimpin LKBN Antara 1998,” kata dia kepada Antara, Rabu.

Bagi Parni Hadi, Habibie adalah Bapak kebebasan pers Indonesia, Bapak Reformasi dan Bapak Demokrasi, di samping Bapak Teknologi Indonesia. “Pers, reformasi, dan demokrasi adalah satu kesatuan,” kata tokoh pers itu.

Habibie dikenang sebagai sangat peduli dan berdedikasi tinggi untuk siapkan SDM yang menguasai teknologi canggih. Tapi, kata Parni, Habibie lebih memilih orang yang berkarakter baik daripada orang pintar saja.

Sebagai insinyur kelas wahid dengan sejumlah hak paten produk hi-tech, Habibie di mata Parni merupakan orang yang sangat rasional, tidak berbelit-belit, to the point, dan demokratis.

“Karena supercerdas, beliau juga ingin semuanya supercepat dan temperamennya tinggi, tapi hatinya gampang tersentuh dengan soal kemanusiaan dan karya seni yang bermutu tinggi dan multidimensional. Kalau tidak setuju, beliau langsung bilang. Kesannya keras, galak, tapi gampang memaafkan alias mudah lupa kalau sebelumnya ia mengesankan marah,” kata mantan Pemimpin Umum LKBN Antara tersebut.

Kelahiran Dompet Dhuafa (DD), kata dia, tak bisa dipisahkan dengan hubungan dekat dirinya dengan Habibie. “Ia menunjuk saya sebagai Pemred Republika. Sekitar enam bulan setelah Republika terbit, muncul gagasan di otak saya untuk dirikan DD,” katanya.

Republika lahir karena Soeharto memberi izin kepada Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin Habibie untuk mendirikan koran. “Habibie tunjuk saya untuk pimpin Republika dan dari rahim koran ini DD muncul, menasional, dan menggoblal untuk berbagi cinta kepada sesama,” katanya.

Jadi, menurut dia, DD berutang budi kepada banyak orang, terutama para donator sejak sebelum kelahirannya 2 juli 1993.

“Selamat jalan Mas Rudy, you are my mentor, senior brother and fasilitator, auf wiedersehen. Dein Parni,” kata Parni Hadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya