SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tempo hari selama dua jam pelajaran, satu kelas untuk pelajaran jurnalistik saya ajak mengunjungi sebuah tugu kecil di sudut Kotabaru, Jogja.  Posisi tugu tersebut tidak begitu mencolok dan menarik perhatian karena berada di dalam sebuah perumahan tentara.  Bahkan, mereka yang setiap hari melintas di seputar  Stadion Kridosono pun belum tentu ngeh kalau di sisi timur stadion ada monumen penanda sejarah penting perjuangan bangsa ini.

Dua sisi dinding monumen tertulis sejumlah nama yang gugur pada Peristiwa Serbuan Kotabaru, 7 Oktober 1945. Para siswa yang selama ini akrab dengan jalan di seputaran Kotabaru, mulai dari Jalan Suroto, Sabirin, Supadi, Wardhani, Abu Bakar Ali, I Dewa Nyoman Oka, Johar Nurhadi, Sajiyana, Ahmad Jazuli, atau FM Nata, menemukan nama-nama itu sebagai bagian dari pejuang kemerdekaan yang gugur dalam Peristiwa Serbuan Kotabaru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Nama pejuang itu tidak tertulis dalam buku sejarah atau buku pelajaran di sekolah-sekolah, sehingga para siswa dan anak-anak kita tidak mengenalnya. Sepanjang sejarah kemerdekaan negeri ini, ratusan orang telah dinobatkan sebagai pahlawan.
Pemerintah, dengan kewenangannya, menganugerahkan gelar pahlawan sesuai kriteria dan pemaknaannya. Untuk membangun kenangan pada para pahlawan dan peristiwa bersejarah, pemerintah mendirikan berbagai monumen. Pun, mereka yang telah dipahlawankan dengan surat keputusan presiden akan banyak disebut dalam buku sejarah atau buku pelajaran di sekolah.
Para pejuang yang gugur dan tidak tercatat dalam buku-buku sejarah tetaplah pahlawan. Kalau setiap tempat sempat mencatat mereka yang memperjuangkan kemerdekaan di wilayah masih-masing, anak-anak kita patut mengenalnya, patut memperlajari heroismenya. Edgar Morin (2006) mencatat sejumlah kritik mengenai materi pembelajaran di sekolah, di antaranya adalah materi yang disampaikan oleh guru tidak membumi pada pengalaman murid.

Dalam konteks pembelajaran sejarah, anak-anak kita disuguhi hafalan peristiwa sejarah beserta tokoh-tokoh yang sebenarnya tidak berbicara apapun dengan pengalamannya. Ketika mengajar di kelas siswa-siswa dari Papua, mereka sempat mengemukakan pendapat perihal isi pelajaran sejarah yang jauh dari imajinasinya, seperti mengenai Perang Diponegoro atau Kerajaan Demak. Namun, mereka pun tidak mengenal sejarah di lingkungannya, karena keterbatasan bahan ajar dan guru yang tidak cukup mempunyai kesempatan untuk membantu para siswa.

Masih lekat dalam ingatan, pada 1973, siswa kelas 3 sekolah dasar belajar geografi atau ilmu bumi mengenai seluk-beluk wilayah kecamatan dan kabupatennya. Siswa kelas 4 mempelajari wilayah provinsi, kelas 5 mengenai Indonesia, kelas 6 mempelajari wilayah Asia dan dunia. Bahan ajar siswa kian meluas seiring perkembangan pengalaman dan kenaikan kelasnya. Betapa saya hingga kini masih ingat nama ibukota negara seluruh dunia, kecamatan-kecamatan di kabupaten, atau kota-kota di provinsi.

Jika pola pembelajaran ilmu bumi diterapkan pada sejarah, anak-anak kita bisa diajak mengenali sejarah di wilayah sekolahnya, meluas ke luar provinsi, dan seterusnya sampai seluruh dunia. Para siswa yang bersama saya mengunjungi Monumen Serbuan Kotabaru mengaku baru mengetahui monumen itu, meskipun masa kecilnya di wilayah Kota Jogja.

Menjadi menarik bagi para siswa ketika mereka harus memburu sendiri berbagai sumber yang belum dibukukan. Sepulang dari monumen tersebut mereka harus menyusun sebuah feature sejarah yang sebenarnya tidak jauh dari keseharian, sebagian lagi mencoba membuka peta Kota Jogja untuk mencoba menelusuri letak jalan-jalan yang memakai nama para pejuang Kotabaru. Bagi para siswa, sejarah bukanlah sekadar kumpulan tahun-tahun yang harus dihafalkan. Sejarah pun bisa berupa pengalaman nyata dan mempunyai kedekatan dengan anak-anak kita.

Oleh St. Kartono
Guru SMA De Britto, Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya