SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Sejumlah warga berbaur dengan wisatawan mengunjungi berbagai wahana permainan dan kuliner di Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) 2013-2014 di Alun-alun Utara Yogyakarta, Senin (13/01/2014). Perayaan sekaten akan ditutup dengan upacara tradisi Kundur Gongso malam ini dan Grebeg Maulud pada Selasa (14/01/2014), meski demikian pasar malam sekaten dengan beragam wahana permainannya baru akan tutup dan dibongkar pada Minggu (19/01/2014).

Solopos.com, JOGJA — Perayaan Sekaten pada tahun ini tidak digelar karena ada proyek revitalisasi Alun-alun Utara Yogyakarta. Sebagai gantinya, digelar Pasar Rakyat Jogja Gumregah yang berada di bekas kampus STIEKER, Jalan Parangtritis, Kalurahan Bangunarjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul. Pasar rakyat ini digelar selama satu bulan penuh, mulai tanggal 16 September hingga 16 Oktober 2022.

Berbicara mengenai perayaan Sekaten di Jogja, apa sebenarnya Sekaten itu? Bagaimana tahapan-tahapan dalam upacara Sekaten?

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Dikutip dari artikel yang tayang di jogjaprov.go.id, Selasa (20/9/2022), upacara Sekaten merupakan upacara tradisional yang digelar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S. A. W.. Upacara Sekaten ini diselenggaran setiap tahun sekali, yakni pada tanggal 5 sampai 11 Rabiul Awal atau bulan Maulud. Sedangkan upacara Sekaten akan ditutup pada tanggal 12 Rabiul Awal dengan menyelenggarakan Grebeg Maulud.

Pada hakekatnya, Sekaten ini merupakan suatu tradisi yang telah digelar secara turun temurun. Sebenarnya, pada awalnya upacara ini digelar setiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur. Dalam perkembangannya, upacara Sekaten digunakan sebagai sarana dalam penyebaran agama Islam melalui kegiatan kesenian gamelan. Hal ini karena pada waktu itu, masyarakat sangat menggemari kesenian gamelan. Sehingga terjadi akulturasi budaya di acara Sekaten. Dalam peringatan Maulud Nabi Muhammad tidak dengan eksenian rebana, melainkan dengan kesenian gamelan.

Baca Juga: Belasan Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Bantul, 11 Orang Terluka

Asal Mula Nama Sekaten

Dalam buku Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta karya Soepanto (1991), asal usul nama Sekaten ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan Sekaten ini berasal dari kata sekati yang diambil dari nama perangkat gamelan pusaka Keraton yang dibunyikan dalam rangkaian upacara peringatan Maulud Nabi Muhammad.

Namun, ada yang mengatakan sekati ini berasal dari kata suka dan ati yang memiliki arti senang hati. Bukan hanya itu, ada juga yang berpendapat bahwa kata Sekaten berasal dari syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat.

Tujuan digelarnya Sekaten ini untuk memperingati kelahiran Nabu Muhammad. Selain itu juga bertujuan sebagai sarana penyebaran ajaran agama Islam.

Tahapan Upacara Sekaten

Untuk upacara Sekaten sendiri akan digelar selama tujuh hari dari tanggal 5 sampai dengan 11 pada bulan Maulud atau Rabiul Awal.

Tahapan dalam upacara Sekaten ini, berawal dari gamelan Sekaten dibunyikan sebagai pertand adimulainya upacara Sekaten. Gamelan Sekaten mulai dibunyikan mulai pukul 16.00 WIB sampai sekitar pukul 23.00 WIB pada tanggal 5 Maulud.

Baca Juga: Kebakaran di Sleman, Dua Rumah Ludes Terbakar dalam Waktu Bersamaan

Selanjutnya, gamelan Sekaten dipindahkan ke pagongan di halaman Masjid Besar yang dilaksanakan pada tanggal 5 Maulud mulai pukul 23.00 WIB. Di Pagongan ini, gamelan Sekaten dibunyikan pada waktu siang ahri dan malam hari, kecuali pada waktu salat dan Jumat.

Tahapan berikutnya, kehadiran Sri Sultan beserta pengiringnya ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad yang diselenggarakan pada tanggal 11 Maulud mulai pukul 20.00 WIB sampai 23.00 WIB.

Tahap terakhir dari rangkaian upacara Sekaten ini adalah dikembalikannya gamelan Sekaten dari halaman Masjid Besar ke Keraton Jogja. Ini menjadi pertan da berakhirnya upacara Sekaten.

Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa dalam upacara Sekaten ada sederet pantangan yang harus dipatuhi. Pantangan tersebut yakni para abdi dalem yang menabuh gamelan pusaka Kiai Sekati dilarang melakukan hal-hal tercela, baik berupa perbuatan maupun perkataan. Selain itu, para abdi dalem juga pantang melangkahi gamelan pusaka, dilarang menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas.

Baca Juga: Kencan Pertama di Pantai Parangtritis, Motor Milik ABG Dibawa Kabur Pasangannya

Selain itu, para abdi dalem penabuh gamelan juga dilarang membunyikan gamelan pada malam Jumat dan pada Jumat siang, sebelum lewat waktu salat Dhuhur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya