SOLOPOS.COM - Master Teh Sragen, Heru Purwanto, mengedukasi teknik jamuan teh teknik chu ching di Kantor Industri Pengemasan Teh Kesehatan Tekad Sarana Sejahtera Sragen Srimulyo, Gondang, Sragen, Rabu (18/5/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Cita rasa teh tak sekadar ditentukan dari kualitas dan jenisnya, tetapi teknik penyeduhan juga bisa menentukan cita rasa. Setidaknya ada tujuh seni penyeduhan teh yang dikenal di dunia pertehan di Indonesia, yakni nyaneut, nyahi, mochi, tjeret 3, pesta/dekokan, chu ching, dan gadjah njerum.

Di luar tujuh teknik itu, ada teknik seduhan yang baru, yakni seduhan siram atau guyur di atas saringan, tetapi pakemnya belum ditemukan. Biasanya teknik penyeduhan teh ini dilakukan para penikmat teh pemula.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Keterangan itu disampaikan seorang master teh asal Srimulyo, Gondang, Sragen, Heru Purwanto. Ia kemudian menjelaskan salah satu teknik penyeduhan teh, yakni chu ching.

Menurutnya, pakem ini hanya untuk menyeduh teh jenis lung ching atau teh lung cha, yakni jenis teh ungu yang biasa didapatkan di perkebunan teh di Indonesia dengan ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Di kebun teh di Candiloka, Jamus, Ngawi, Jawa Timur,  pernah ditemukan teh jenis ini.

Teh hijau jenis teh China ini bernilai fantastis, yakni bisa mencapai Rp50 juta per kg. Heru memiliki teh lung ching namun tidak ia jual bebas. Teh ini khusus diberikan untuk jamuan teh kepada tamu.

Baca Juga: Mewujudkan Mimpi Bupati Yuni Miliki Teh Khas Sragen

Solopos.com turut serta dalam jamunan chu ching sederhana itu di Kantor Industri Pengemasan Teh Kesehatan Tekad Sarana Sejahtera Sragen milik Heru Purwanto di Srimulyo, Gondang, Sragen, Rabu (18/5/2022).

“Teh ini tidak dijual. Teh ini merupakan teh langka,” ujar Heru sambil menyeduh teh dengan teko khusus.

Teh Lung ching ini berada dari kebun di Bandung. Di kebun teh seluas 150 hektare itu hanya bisa ditemukan 1 kg teh jenis lung ching itu.

Kandungan vitamin pada teh ini hanya didapat pada tiga menit pertama penyeduhan. Teknik seduhannya bukan teknik biasa. Heru menyebutnya teknik seduhan mata ikan. Penyeduhan itu dilakukan dengan air netral dari sumber mata air bersuhu 80 derajat Celsius. Pada tiga menit pertama penyeduhan itu akan didapat vitamin C, K, D, dan E.

“Besaran vitamin E pada seduhan tiga menit pertama itu bisa 25 kali lipat. Kemudian kandungan vitamin C juga sampai 100 kali lipat. Edukasi teknih penyeduhan ini tidak diajarkan di Indonesia sehingga yang terjadi di masyarakat menjadi salah kaprah karena menyeduh teh dengan cara masing-masing,” jelas Heru.

Baca Juga: Beda Cara Pengolahan, Beda Jenis Teh yang Dihasilkan

Teknik memegang sloki atau gelas kecil saat minum teh dalam jamuan chu ching pun diatur khusus. Yakni jari tangan kiri memegang bagian bawah sloki dan tangan kanan memegang bulatan samping sloki.

Pada tiga menit pertama seduhan itu rasanya masih tawar tetapi ada aroma teh tipis dan segar. Teknik seduhan kedua atau enam menit berikutnya disebut dengan seduhan relaksasi. Dalam umur seduhan enam menit ini akan keluar polysakarida, pholiphenol, dan flavonoid. Setiap zat itu bermanfaat bagi tubuh.

“Flavonoid itu untuk menangkal radikal bebas. Pholiphenol untuk daya tahan tubuh terhadap cuaca dan penyakit. Polysakarida untuk menurunkan kadar gula dalam darah,” ujar Heru.

Kemudian pada umur seduhan sembilan menit merupakan seduhan penuh. “Selama jamuan dengan umur seduhan, tiga menit, enam menit, dan sembilan menit itu biasanya ada upacara yang isinya negosiasi, baik negosiasi bisnis bahkan negosiasi perang,” sambungnya.

Jamuan Teh

Di zaman dulu, seduhan teknik chu ching ini digunakan untuk sarana negosiasi bisnis atau perang dengan menghadirkan duta teh. Sebelum perang dimulai maka dilakukan jamuan minum teh. Selama proses jamuan itu bisa menentukan perang tetap lanjut atau berhenti. Bila perang tidak bisa dihentikan, jelas Heru, maka teh dalam jamuan itu dituangkan pada sloki sampai tumpah.

Di Indonesia, Heru menjelaskan jamuan teh biasa dilakukan di lingkungan istana kepresidenan saat ada tamu dari luar negeri, seperti dari Jerman, Swedia, dan seterusnya.

Baca Juga: Menyeruput Teh Gambyong, Teh Bercita Rasa Kopi Khas Kemuning

Di kalangan umum di Indonesia, ujar dia, tidak ada jamuan teh ketika bicara bisnis. “Biasanya kalau mencari teh ya di kafe atau angkringan,” kata Heru.

Jamuan teh juga dikenal di Jepang dan Barat. Lama jamuan itu maksimal hanya 40 menit untuk skala chu ching. Jamuan Chu ching ini khusus untuk teh hijau.

Heru menyayangkan banyak orang bicara soal manfaat teh hijau tetapi tidak menyebut mutu dan tidak diajari cara menyeduhnya sehingga orang asal beli teh hijau dan asal menyeduh sehingga yang kena ginjalnya. Kalau menyeduhnya lebih dari 40 menit, kata dia, yang keluar itu asamnya yang bisa merusak lambung karena khasiatnya sudah menguap semua.

“Pakem pada zaman kerajaan di Jawa itu biasanya pakem dekokan atau pesta, seperti jayengan. Pakem itu membuat teh kentalan tetapi kualitas daun tehnya benar-benar tiga daun pucuk teratas. Di Indonesia belum ada yang mempelopori jamuan teh untuk umum. Saya ingin di Sragen bisa melakukan jamuan teh bareng dengan undangan resmi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya