SOLOPOS.COM - Saipul Jamil (Instagram.com)

Solopos.com, SOLO–Muncul petisi boikot Saipul Jamil tampil di televisi lantaran penyanyi dangdut itu pelaku kekerasan seksual terhadap anak alias pedofilia. Jika mantan suami Dewi Perssik itu muncul di layar kaca, bisa menimbulkan trauma korban dan memberikan efek buruk bagi masyarakat.

Pedofilia merupakan salah satu bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak.  Dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual anak di Indonesia mengalami peningkatan. KPAI menyebutkan pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi seksual komersial pada anak, pada  2011 tercatat sebanyak 329 kasus, atau 14,46 persen dari jumlah kasus yang ada. Sementara pada 2012 jumlah kasus pun meningkat sebanyak 22,6 persen menjadi 746 kasus. Kemudian pada 2013 sampai dengan Oktober, kekerasan seksual pada anak yang dipantau mencapai 525 kasus atau 15,85 persen. Data ini diperoleh melalui pengaduan masyarakat, berita di media massa, dan investigasi kasus kekerasan seksual anak.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Istilah pedofilia di Indonesia mulai ramai diperbincangkan setelah terjadi kasus pada 2001, yaitu seorang turis dari Italia, Mario Manara, mencabuli sembilan bocah di Pantai Lovina, Buleleng, Bali. Manara hanya dihukum selama sembilan bulan penjara karena hukum saat itu masih sangat lemah. Sejak saat itulah muncul Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai jaminan perlindungan anak dari kekerasan termasuk kekerasan seksual.

Sekretaris Jenderal KPAI mengatakan mayoritas korban pedofilia adalah anak laki-laki dengan perbandingan persentase 60 persen laki-laki dan 40 persen perempuan. Adapun profil pelaku di hampir semua kasus merupakan orang terdekat anak, bisa jadi guru, paman, ayah kandung, ayah tiri, dan tetangga.

Pedofilia tidak merujuk hanya pada pelaku laki-laki, namun juga pada pelaku perempuan. Pedofilia sebenarnya telah terjadi sebelum masa modern. Di Yunani fenomena pedofilia dikenal sebagai bentuk penjantanan pada abad 6 Masehi. Penjantanan ini dikaitkan dengan proses spiritual kepercayaan masyarakat Yunani masa itu. Kemudian menjadi perdebatan antara proses spiritual dan praktik erotisme. Fenomena yang hampir sama terjadi di budaya kita. Sebagai contoh sebuah budaya di negara kita mengganggap wajar fenomena warok dan
gemblak.

Fenomena Warok dan Gemblak

Fenomena warok dan gemblak menggambarkan tentang perilaku seksual orang dewasa (warok) kepada anak-anak di bawah umur (gemblak). Perilaku orientasi seksual warok kepada gemblak dianggap wajar oleh masyarakat yang memiliki kepercayaan adanya kekuatan supranatural di balik perilaku tersebut. Praktek warok terhadap gemblak disebut sebagai proses penjantanan, yaitu hubungan erotis antara laki-laki dewasa dengan anak-anak laki-laki di luar keluarga dekat. Terlepas dari penilaian benar salahnya perilaku tersebut, karena adanya relativisme moral pada suatu budaya dianggap wajar dan di suatu budaya lain dianggap tidak wajar.

Begitu juga pada suatu masa dianggap baik dan di masa yang berbeda dianggap kejahatan. Dua contoh penjantanan tersebut menunjukkan kesamaan yaitu praktik seksual yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak di bawah umur, dan adanya belief spiritualitas dalam bentuk erotisme.

Mengutip ejournal.kemensos.go.id, Senin (6/9/2021), menurut dokter spesialis kejiwaan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Teddy Hidayat, pedofilia terbagi dalam tiga jenis.

1. Immature Pedophiles

Menurut Teddy, pengidap immature pedophiles cenderung melakukan pendekatan kepada targetnya yang masih kanak-kanak, misalnya kasus Emon yang mengiming-imingi korban sebelum kejadian. Orang dengan tipe ini kurang dapat bergaul dengan orang dewasa.

2.  Regressed Pedophiles

Pemilik kelainan seksual ini biasanya memiliki istri sebagai kedok penyimpangan orientasi seksual, namun tidak jarang pasangan ini memiliki masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga mereka.

3. Agressive Pedophiles

Sedangkan pengidap pedofilia tipe ini biasanya cenderung berperilaku anti-sosial di lingkungannya, biasanya punya keinginan untuk menyerang korban, bahkan tidak jarang membunuh setelah menikmati korban contoh kasus Robot Gedek.

KPAI mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak-anak adalah bencana nasional bagi bangsa Indonesia. Saat ini, kejahatan seksual telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Kejahatan seksual akan merusak generasi penerus bangsa karena adanya kecenderungan dari korban untuk menjadi pelaku saat mereka dewasa. Pada penyelidikan beberapa kasus menyebutkan hal tersebut misalnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Peri Padli, pelaku kasus sodomi terhadap sembilan anak di Desa Punggur Kecil Provinsi Kalimantan Barat.

Peri Padli mengungkapkan pernah menjadi korban sodomi saat masih kelas III SD. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual dikarenakan secara fisik dan psikis, anak merupakan kaum yang lemah sehingga rentan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya