SOLOPOS.COM - Ritual Ma'nene di Tanah Toraja (okezone)

Solopos.com, SOLO – Ma’nene di Tanah Toraja adalah ritual penting yang masih dipegang teguh oleh masyarakat adat sekitar. Sebagai sebuah ritus, Ma’nene menjadi bagian penting dari masyarakat.

Ma’nene merupakan sebuah ritual di mana mayat yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu dikeluarkan dari dalam liang kuburan untuk dibersihkan dan diganti baju dan kainnya. Ritual adat ini termasuk dalam upacara adat Rambu Solo’.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ritual Ma’nene dilaksanakan tiga tahun sekali digelar di sejumlah lokasi di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Ratusan jenazah yang telah di makamkan di dalam patane atau kuburan khas suku Toraja akan dibuka kembali. Setiap jenazah yang tersimpan dalam kondisi utuh karena sebelumnya sempat diawetkan.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebelum membuka peti dan mengangkat jenazah, tetua adat dengan sebutan Ne’ Tomina Lumba, akan membacakan doa dalam Bahasa Toraja kuno serta memohon izin kepada leluhur agar masyarakat mendapat rahmat keberkahan setiap musim tanam hingga panen.

Ne’tomina sendiri merupakan gelar adat yang diberikan kepada tetua kampung. Dengan kata lain, ia adalah orang yang dituakan dan juga berperan sebagai imam atau pendeta.

Proses Ma’nene akan dilakukan pihak keluarga dengan membersihkan jenazah leluhur yang telah berusia ratusan tahun tersebut dengan menggunakan kuas.

Setelah selesai dibersihkan, jenazah akan dipakaikan baju yang baru. Sebelum dimasukkan kembali ke dalam peti, jenazah akan di jemur beberapa menit di bawah sinar matahari untuk dikeringkan. Hal ini dilakukan agar jenazah tetap awet.

Tenaga Kesehatan Pertama Positif Covid-19 Di Soloraya Meninggal Dunia

Pong Rumasek

Ritual Ma’nene berasal dari kisah yang dipercaya turun temurun. Kisah Ma`nene bermula dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, ratusan tahun lampau.

Ketika itu, dirinya berburu hingga masuk kawasan hutan pegunungan Balla. Di tengah perburuannya, Pong Rumasek menemukan jasad seseorang yang meninggal dunia, tergeletak di tengah jalan di dalam hutan lebat. Mayat itu, kondisinya mengenaskan.

Tubuhnya tinggal tulang belulang hingga menggugah hati Pong Rumasek untuk merawatnya. Jasad itu pun dibungkus dengan baju yang dipakainya, sekaligus mencarikan tempat yang layak. Setelah dirasa aman, Pong Rumasek pun melanjutkan perburuannya.

Sejak kejadian itu, setiap kali dirinya mengincar binatang buruan selalu dengan mudah mendapatkannya, termasuk buah-buahan di hutan. Kejadian aneh kembali terulang ketika Pong Rumasek pulang ke rumah.

Tanaman pertanian yang ditinggalkannya, rupanya panen lebih cepat dari waktunya. Bahkan, hasilnya lebih melimpah. Kini, setiap kali dirinya berburu ke hutan, Pong Rumasek selalu bertemu dengan arwah orang mati yang pernah dirawatnya. Bahkan, arwah tersebut ikut membantu menggiring binatang yang diburunya.

Pong Rumasek pun berkesimpulan bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya.

Maka dari itu, setiap tahun sekali sehabis panen besar di bulan Agustus, setiap penduduk Baruppu selalu mengadakan Ma`nene, seperti yang diamanatkan leluhurnya, mendiang Pong Rumasek.

Berangkat dari cerita rakyat itulah tradisi Ma’nene dilestarikan. Ritual ini biasanya dilakukan setelah panen atau sebelum memulai masa tanam. Harapannya, apa yang dialami Pong Rumasek setelah memuliakan mayat akan kembali terjadi.

Round-Up Corona: Boyolali Pecah Telur, Soloraya Zona Merah

Kumpul Keluarga

Ma’nene juga menjadi momen bagi seluruh keluarga untuk berkumpul. Anggota keluarga yang merantau ke tempat-tempat yang jauh pun akan sebisa mungkin berusaha pulang demi menghadiri upacara sakral itu sekaligus untuk melepas kerinduan dan ingat kampung halaman.

Ma’nene sendiri punya dua makna. Yang percaya, seperti keyakinan orang Toraja pada umumnya, istilah Ma’nene dipahami dari kata nene’ alias “nenek” atau leluhur/orang yang sudah tua.

Ada yang juga yang memaknainya dengan arti yang sedikit berbeda. Nene’ artinya orang yang sudah meninggal dunia. Baik mati tua maupun mati muda sama-sama disebut nene’. Kata nene’ kemudian diberi awalan “ma” yang jika digabung dapat diartikan sebagai “merawat mayat”.

Ma’nene pada umumnya dilakukan sebelum musim tanam dan menggunakan dana dari hasil panen sebelumnya. Namun, ada kalanya pula orang mengusahakan dana dengan cara lain, misalnya menjual tanah atau bahkan meminjam agar dapat mengadakan Ma’nene.

Begitu pentingnya ritual ini bagi sebagian orang Toraja dan sudah menjadi aturan tak tertulis yang sebisa mungkin dipenuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya