SOLOPOS.COM - Salah satu aksi Puser Bumi saat tampil. (Foto istimewa/dokumentasi)

Sekelompok penyandang disabilitas di Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret membuktikan bahwa bermusik tak hanya bagi mereka yang lengkap fisiknya

 
Harianjogja.com, BANTUL- Sekelompok penyandang disabilitas di Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret membuktikan bahwa bermusik tak hanya bagi mereka yang lengkap fisiknya. Musik tak mengenal batasan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pendopo Kapoerwantan yang terletak di tengah kampung itu nampak ramai. Beberapa warga tengah duduk-duduk santai, melihat grup musik Puser Bumi bermusik. Suara dram, gitar dan biola berpadu apik dengan iringan alat musik tradisional saron.

Mengalir lembut namun rancak. Riska, sang vokalis, tengah melantunkan tembang Ilir-Ilir. Tembang yang disebut-sebut sebagai salah satu alat dakwah Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Menariknya, lagu daerah ini diaransemen mirip musik genre jazz kontemporer.

Ketukannya menjadi lebih cepat namun tetap mengalun lembut. Warga yang menonton tanpa sadar mengikuti dengan goyangan kaki dan kepala. Usai Riska menyayi, tepuk tangan pun tak henti-hentinya diberikan.

Grup musik Puser Bumi ini baru terbentuk satu tahun terakhir, tepatnya pada Oktober 2016 lalu. Mereka adalah Ristanto sang bassis, Tri Umaryadi yang lincah bermian drum, vokalis Riska, Fikri dan Fauzi memaikan gitar dan biola. Serta Ridwan, Agus, dan Arif yang memegang alat musik tradisional saron.

Di sela-sela latihan, pemain sekaligus pembimbing, Mamik menyempatkan diri bercerita. Grup musik ini mulanya terbentuk saat ia dan beberapa seniman musik di Sanggar Budaya Jawa Joglo Kapoerwantan hendak mengirimkan delegasi ke Thailand.

Pemusik dari berbagai elemen seperti guru, mahasiswa, dan siswa sekolah musik ini pun dikumpulkan. Namun tak sembarang pemusik, mereka adalah para tunanetra yang mahir bermusik.

Setelah berlatih beberapa lama, mereka pun berangkat ke Negeri Gajah Putih untuk mengikuti Festival Drum Asia-Jepang. “Pertengahan 2017 itu bukan berbentuk band seperti ini tapi lebih pada kelompok perkusi,” ucapnya, Jumat (19/1/2018).

Dinobatkan sebagai penyaji terbaik, mereka mendapatkan hadiah beberapa alat musik. Hal ini lah kemudian yang memberikan semangat bagi Puser Bumi untuk terus berkembang menjadi sebuah grup band. Mamik mengaku tidak terlalu sulit untuk membimbing band tunanetra yang menyebut dirinya sebagai para raweruh ini.

Menurutnya kemampuan bermain musik tiap anggota sudah cukup mumpuni sebelumnya sehingga Mamik tinggal mengasah dengan berbagai aransemen lagu. Terhitung pasca penampilannya di Thailand, band ini sudah pentas di enam tempat.

Meskipun sudah memiliki bekal yang cukup untuk bermusik, pemain bass bass, Ristanto mengakui ada beberapa kesulitan yang sempat ditemuinya dalam beradaptasi dengan pemain lain karena belum kenal sebelumnya.

Namun dengan latihan rutin seminggu dua kali, lama kelamaan ia mampu mengatasi permasalahan tersebut. “Dalam latihan kami dibimbing untuk saling mengkolaborasikan kemampuan dengan pemain lain,” tuturnya.

Pimpinan Sanggar, Purwanto yang juga mendampingi saat latihan rutin tersebut mengakui kemampuan para personel Band Puser Bumi ini. Menurutnya dengan benar-benar mengandalkan kemampuan mendengar saja, para pemain bisa lebih fokus.

Tak ayal, nama Puser Bumi ini tersirat makna sebuah titik fokus pada rotasi bumi. Ia menambahkan latihan yang digelar di sanggar biasanya lebih banyak mengolah lagu dengan aransemen lain.

“Tapi sekarang kita sedang mempersiapkan lagu sendiri. Tunggu saja,” ucapnya antusias.

Puser Bumi tak pernah berhenti membuktikan diri bahwa bahwa musik adalah milik setiap individu. Tanpa terkecuali. Bermusik tak pernah mengenal batasan fisik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya