SOLOPOS.COM - Senior Advisor USAID, Ellexis G, melihat-lihat hasil karya siswa berupa kartu sebagau media pembelajaran dalam Kurikulum Toleransi Khaw Sukowati di Stand Rumpun Bahasa dan Kesenian di nDayu Park, Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Senin (18/7/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Nama siswa SMPN 2 Sragen, Ananda Edelyn Cahyadewi Amaly, disebut paling belakang dari empat nama yang dibacakan pemandu acara Learning Event di nDayu Park Sragen, Senin (18/7/2022).

Ia satu-satunya siswa yang duduk di kursi yang ada di panggung. Tempat duduknya sejajar dengan tiga narasumber lainnya dalam talk show yang membahas Kurikulum Toleransi Khas Sukowati siang itu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Siswi Kelas IX itu selevel dengan Kepala SMPN 2 Sukodono, Yuni Susilowati, yang namanya disebut kali pertama. Kemudian di sampingnya ada perwakilan SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen Haris Nugroho dan guru SMPN 2 Sragen, Ernawati.

Empat narasumber itu diwawancarai secara terbuka oleh dua orang dari True Creative Aid Bogor,  Achmad Ferzal dan Kalih Raksasewu. Talk show tersebut menjadi rangkaian pertama dalam learning event sebelum keliling ke work galery atau galeri kerja. Achmad memberi istilah baru pada proses learning event itu yakni Bedol Pohong atau mencabut singkong.

Learning event ini hanya menghadirkan 49 SMP negeri di Kabupaten Sragen. Sedianya acara tersebut diikuti 88 sekolah negeri dan swasta, namun karena faktor pandemi Covid-19 hal itu tidak memungkinkan.

Baca Juga: Sragen Kini Punya Pendidikan Toleransi Khas Sukowati

kurikulum khas sukowati
Dua anggota Tim Mangemen True Creative Aid, Achmad Ferzal (kanan) dan Kalih Raksasewu (kiri) memandu jalannya talk show sebagai rangkaian Learning Event yang digelar di nDayu Park, Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Senin (18/7/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Senior Advisor USAID, Ellexis Gurolla, hadir sendiri didampingi dari pejabat USAID lainnya. Learning event atas Kurikulum Toleransi Khas Sukowati yang digagas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen juga dihadiri Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Jawa Tengah, Prof. Syamsu Maarif.

“Pelajaran budaya pernah dilakukan di sekolah terutama pengenalan seni budaya, seperti karawitan, tayub, dan budaya lainnya. Ada juga menu makanan Sragen, seperti sambal tumpang,” ujar Ananda saat menjawab pertanyaan moderator tentang nilai toleransi dalam budaya lokal Sragen.

Dalam penerapan Kurikulum Toleransi Khas Sukowati sering kali membawa para guru lupa waktu. Seperti yang diakui Kepala SMPN 2 Sukodono, Yuni Susilowati. Dia mengakui kegiatan memasukan budaya dan kearifan lokal dalam Kurikulum Toleransi Khas Sukowati ke dalam pembelajaran itu yang membuat lupa waktu.

“Kepala sekolah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus kolaborasi dengan guru, menyusun visi dan misi dulu. Saya dan guru sepakat visi sekolah kami bertambah Kebinekaan Global. Visi itu muncul saat menerapkan kurikulum toleransi dalam pembelajaran dan ekstrakurikuler,” kata dia.

Angkat Budaya Lokal

Awalnya, SMPN 2 Sukodono belum mengangkat budaya lokal. Setelah ada diklat dan pengimbasan kurikulum toleransi, mereka mulai merancang dan menerapkan pembelajaran dengan aset yang ada. Seperti mengangkat kisah makam Pengeran Sukowati dan mengangkat makanan tradisional gablok, anyaman bambu, dan seterusnya.

Guru SMPN 2 Sragen, Ernawati, yang duduk bersebelahan dengan Yuni Susilowati pun sempat terkejut mendengar nama Kurikulum Toleransi Khas Sukowati.

“Saat itu bertanya-tanya. Memangnya ada masalah dengan toleransi di Sragen? Pertanyaan itu terjawab dan kurikulum toleransi itu. Ternyata bukan kurikulum baru, tetapi pengayaan dari Kurikulum 2013 dengan menyisipkan budaya lokal yang mengandung nilai toleransi. Tujuan akhirnya sebenarnya menenamkan nilai karakter atau transfer of value kepada siswa,” katanya.

Baca Juga: Reuni, Alumni SMAN 2 Sragen Bikin Bazar-Ikut Bangun Masjid Rp2,7 Miliar

Ernawati berpendapat kurikulum toleransi itu sudah ada dalam Kurikulum 2013 tetapi belum maksimal. Dengan adanya kebijakan Kurikulum Toleransi Khas Sukowati dari Disdikbud Sragen ini, kata dia, memberikan ruang untuk eksplor dan inventarisasi budaya lokal yang bisa dimasukkan dalam pembelajaran dan ekstrakurikuler.

Pendekatan Etnotechno

Guru SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen, Haris Nugroho, memilih menggunakan pembelajaran teknologi informatika dan komunikasi (TIK) untuk menanamkan nilai-nilai toleransi.

Dia mencontohkan para siswa diajak bermain game Minecraft secara bersama-sama untuk membuat bangunan yang mirip dengan Museum Sangiran. “Jadi anak-anak bisa menciptakan dunia lain di dalam dunia maya,” ujarnya.

Metode ini oleh Achmad Ferzal disebut dengan istilah pendekatan etnotechno dalam Pendidikan Toleransi Khas Sukowati. Capaian yang bisa diraih SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen itu ternyata di luar ekspektasi Tim Manajemen True Creative Aid.

Baca Juga: 88 SMP di Sragen Rumuskan Pendidikan Toleransi Berbasis Kearifan Lokal

Bahkan setiap siswa SMP tersebut diberi kartu OSIS yang memiliki fungsi ganda. Yakni sebagai alat pembayaran untuk menanamkan sikap kejujuran dan gotong-royong, serta sebagai alat pembuka pintu dan saklar lampu.

Setelah selesai talk show, para kepala sekolah peserta learning event itu dibagi menjadi empat tim. masing-masing tim dipimpin seorang master teacher. Guru yang juga master teacher itulah yang menjelaskan tentang metode kurikulum toleransi khas Sukowati yang sudah diterapkan dan menghasilkan hasil karya serta alat peraga.

Mereka berkeliling ke galeri kerja yang terdiri atas empat stan, yakni stan matematika dan sains, stan IPS dan PKN, stan bahasa dan kesenian, dan stan rumpun pendidikan agama, pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK), TIK, dan BK.

Senior Advisor USAID, Ellexis Gurolla, ikut melihat kasil karya siswa yang sudah menerapkan kurikulum toleransi khas Sukowati. Gurolla bersama pejabat USAID lainnya melihat kartu hasil karya siswa dari pembelajaran Bahasa Inggris.

Baca Juga: SD-SMP di Wonogiri Mulai Terapkan Kurikulum Merdeka



Kartu-kartu itu berisi informasi tentang budaya khas Sragen. Bahkan ada hasil karya siswa dan guru berupa lukisan dari pensil hitam yang menarik dengan mengambil tema Sangiran dan batik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya