SOLOPOS.COM - Ilustrasi perajin tengah membuat tempe dengan varietas kedelai Grobogan. (jatengprov.go.id)

Solopos.com, GROBOGAN — Kabupaten Grobogan di Jawa Tengah (Jateng) terkenal kaya akan produksi pertanian. Tidak hanya dikenal sebagai lumbung padi atau daerah penghasil padi terbesar di Jateng, Grobogan juga dikenal dengan daerah penghasil kedelai.

Bahkan, konon varietas kedelai Grobogan disebut-sebut memiliki kualitas yang lebih baik dibanding kedelai impor. Kondisi ini pun bisa menjadi solusi bagi perajin tempe maupun tahu di tengah harga kedelai impor yang terus merangkak naik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Dinas Pertanian Grobogan, Sunanto, mengatakan varietas kedelai Grobogan memiliki kualitas baik dan tak kalah dari kedelai impor. Bahkan, varietas Grobogan dinilai lebih unggul karena belum direkayasa secara genetis.

Selain itu, varietas kedelai Grobogan memiliki beberapa keunggulan seperti umur tanaman yang pendek, sekitar 76-85 hari siap panen, produktivitas tinggi, dan protein yang lebih tinggi.

“Kita pernah menanam itu produktivitasnya 3,6 ton per hektare untuk varietas Grobogan. Selain itu proteinnya lebih tinggi lokal yang mencapai 43-44 persen, dibanding impor yang hanya 38 persen. Selain itu kedelai lokal lebih fresh, sementara kedelai impor adalah transgenik atau Genetically Modified Organism (GMO). Kalau kedelai kita non-GMO. Jadi lebih sehat,” ujar Sunanto dikutip dari laman Internet Pemprov Jateng, Sabtu (7/10/2022).

Baca juga: Harga Kedelai Melambung, Bakul Tahu di Sragen Mengeluh

Secara data, Sunanto memaparkan produksi kedelai Grobogan mengalami fluktuasi. Pada 2018 panen petani kedelai mengalami kejayaan. Pada tahun tersebut luasan produksi kedelai mencapai 60.000 hektare.

Setelahnya, pada 2019 lahan kedelai turun menjadi 15.000 hektare, lalu 2020 menyusut menjadi 6.000 hektare. Pemulihan mulai terasa pada 2021, di mana luas produksi tanaman kedelai meningkat menjadi 15.000 hektare, dan 2022 ditarget 30.000 hektare.

Belum Percaya

“Kelemahannya, masyarakat belum percaya benih lokal bisa untuk tahu atau tempe. Maka itu, kami dirikan Rumah Kedelai Grobogan yang di sana tahu dan tempe dihasilkan dari benih-benih lokal. Benih kedelai Grobogan itu menyulai sekitar 75% kebutuhan benih nasional,” sebut Sunanto.

Baca juga: Wuih! Puluhan Patung Peradaban Nusantara Hiasi Festival Jerami di Grobogan

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, Supriyanto, mengatakan produksi kedelai lokal belum bisa memenuhi kebutuhan kedelai di Jateng. Namun demikian, pihaknya terus menggenjot produksi serta memberi bantuan kepada petani.

Ia mengatakan produksi kedelai di Jateng mencapai puncaknya pada 2018 yang mencapai 166.000 ton. Namun seiring fluktuasi harga, produksi kedelai di bawah 100.000 ton. Sementara, kebutuhan kedelai di Jateng defisit 555.000 ton per tahun.

Supriyanto menambahkan pihaknya tidak mempermasalahkan masuknya kedelai impor. Hanya saja, ia mendorong agar petani mulai menggalakkan penanaman kedelai lokal, tak terkecuali varietas Grobogan. Apalagi, harga jual kedelai lokal kian membaik.

“Untuk petani, mari kita berproduksi yang bagus sembari menanti pemerintah [pusat] memberi patokan harga yang berpihak ke petani. Setelah punya produksi yang banyak dan bagus, ayo pengusaha tahu tempe kembali ke kedelai lokal,” ujar Supriyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya