SOLOPOS.COM - Tim SAR mengevakuasi dua pendaki yang meninggal di Gunung Bawakaraeng, Gowa, Sulawesi Selatan. (detik.com)

Solopos.com, GOWA — Gunung Bawakaraeng tidak sepopuler gunung-gunung lain semisal Rinjani, Merbabu, dan Lawu. Namun belakangan ini, nama gunung yang berada di wilayah Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan itu marak diberitakan.

Pasalnya, Gunung Bawakaraeng baru saja menelan tiga korban jiwa pendaki pada momen HUT ke-76 RI pada 17 Agustus 2021 lalu. Mereka adalah Muhammad Rian, Steven Wiliam, dan Zaenal. Ketiganya meninggal karena hipotermia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tiga korban tersebut merupakan bagian dari rombongan yang terdiri atas delapan orang. Rombongan mereka merupakan bagian dari sekitar 600-an pendaki yang memaksa menerobos ke puncak Gunung Bawakaraeng yang ditutup sementara oleh polisi.

Awalnya anggota rombangan pendaki menyebut ada dua korban meninggal dunia dilaporkan setelah sebelumnya mengalami hipotermia di kawasan Gunung Bawakaraeng. Akan tetapi ada 1 lagi korban meninggal dunia yang diduga sempat tidak dilaporkan, yakni Mohammad Rian.

Dua pria pendaki yang mengalami hipotermia dan meninggal setelah ketinggalan rombongan saat perjalanan turun. Mereka adalah Steven Wiliam dan Zaenal. Keduanya ditemukan tewas tergeletak di Pos 7 dan Pos 6 jalur pendakian.

“Dua orang yang meninggal ini 1 rombongan,” ujar Kasi Ops Basarnas Makassar, Muhammad Rizal, Rabu (18/8/2021).

Korban Ditinggal

Menurut Rizal, rombongan kedua korban total berjumlah delapan orang. Kemudian setelah perayaan HUT RI ke-76, rombongan korban mulai turun dari puncak Gunung Bawakaraeng pada Selasa (17/8). Namun karena cuaca ekstrem, rombongan ini terpisah-pisah dalam perjalanan turun.

“Mereka rombongan, ada delapan orang satu rombongan, cuma terpisah-pisah mereka,” ucap Rizal.

Rizal mengatakan kedua korban meninggal pada akhirnya setelah ditinggal oleh rekan-rekannya. Masing-masing korban tersebut ditemukan di dua titik.

“Antara Pos 7 untuk korban pertama, kemudian untuk korban kedua antara Pos 6 dan Pos 5,” ucap Rizal.

Rizal mengungkapkan kedua korban sudah dalam kondisi meninggal saat pertama kali ditemukan. Masing-masing dari korban meninggal ditemukan seorang diri alias telah tertinggal dari enam rekannya.

“Informasinya sih korbannya tergeletak di jalur pendakian. Jadi memang sudah ditemukan sama tim itu, diinformasikan ke kita itu sudah dalam kondisi meninggal di jalur,” kata Rizal.

1 Korban Tak Dilaporkan

Awalnya, rombongan hanya melaporkan dua rekan mereka yang meninggal. Ternyata, ada 3 orang yang meninggal. Salah satu korban ditinggal rekannya di jalur pendakian, namun tak dilaporkan ke petugas SAR gabungan. Korban ketiga ini adalah Muhammad Rian.

“Jadi teman korban yang selamat ini tidak melapor, tidak menyampaikan ke kita bahwa ada satu lagi temannya yang meninggal,” ucap Kasi Ops Basarnas Makassar Rizal.

Terungkapnya ada satu korban lagi yang meninggal bermula saat petugas SAR mencoba mengidentifikasi dua orang korban meninggal yang telah dievakuasi. “Kita kan tidak tahu identitasnya. Jadi saya sempat tanyakan, temannya yang selamat bilang ‘ini Pak teman saya Steven, yang itu Rian, Pak’,” ucap Rizal.

Namun polisi yang berkoordinasi dengan pihak keluarga korban meninggal justru mendapatkan fakta yang berbeda. Pihak keluarga menyebut korban atas nama Rian belum ditemukan.

“Keluarga korban bilang ‘itu bukan Rian Pak’. Nah kita tanya sebenarnya itu siapa, (teman korban jawab) itu Zaena, Pak, terus Rian itu mana?” ucap Rizal mengulas pengakuan teman korban.

Setelah didalami lebih lanjut, rekan-rekan korban membuat pengajuan yang membuat para petugas SAR geger. Sebab, pendaki atas nama Rian ternyata juga telah meninggal namun ditinggal di jalur pendakian.

“Katanya Rian tadi subuh sama kami Pak, dia meninggal. Saya hanya tutup jaket di jalur di dekat batu,” ungkap Rizal.

Menurut Rizal, rekan-rekan korban sejak pagi tadi tiba di kaki Gunung Bawakaraeng. Namun mereka tak melaporkan kondisi Rian yang juga telah meninggal dunia.

Badai

Atas pengakuan tersebut, lanjut Rizal, SAR gabungan kembali melakukan pencarian terhadap jenazah Rian. Rizal pun sangat menyesalkan ketidakjujuran tempat korban tersebut.

“Dan nanti pada saat jenazah kedua kita evakuasi baru tahu ternyata masih ada satu lagi. Jadi saya bilang kenapa tidak bilang dari tadi, itu kan posisinya berdekatan, harusnya kita bisa evakuasi berdekatan,” pungkas Rizal.

Rian akhirnta ditemukan sekitar 500 meter dari pos 5 jalur pendakian. Korban kemudian dievakuasi ke jalur Bulu Balea dan dilarikan ke Puskesmas Tinggimoncong untuk diserahkan ke pihak keluarga.

Kepala Basarnas Sulsel, Djunaidi, mengatakan korban ditemukan pada pukul 20.40 WITA oleh Tim SAR gabungan setelah melakukan penyisiran sepanjang jalur yang dilaporkan teman korban.



Tim SAR menyebut badai terjadi selama dua hari dua malam di puncak gunung.

“Kalau suhu di atas kita tidak ukur, tapi badai itu di atas (Gunung Bawakaraeng) dua hari dua malam. Di atas itu, badai, angin kencang, hujan deras, tenda itu kemasukan air,” kata Rizal .

“Banyak korban yang kami tangani mengalami hipotermia. Kemarin setelah perayaan hari HUT, kami sudah sarankan dari puncak untuk turun pagi itu untuk menghindari badai lebih besar lagi, tetapi hanya sebagian yang turun,” ucap dia.

Gunung Mulut Tuhan

Gunung Bawakaraeng secara ekologis gunung ini memiliki posisi penting karena menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai.

Di lereng gunung ini terdapat wilayah ketinggian, Malino, tempat wisata terkenal di Sulawesi Selatan.

Bawakaraeng bagi masyarakat sekitar memiliki arti tersendiri. Bawa artinya Mulut, Karaeng artinya Tuhan. Jadi Gunung Bawakaraeng diartikan sebagai Gunung Mulut Tuhan.

Penganut sinkretisme di wilayah sekitar gunung ini meyakini Gunung Bawakaraeng sebagai tempat pertemuan para wali. Para penganut keyakinan ini juga menjalankan ibadah haji di puncak Gunung Bawakaraeng setiap musim haji atau bulan Zulhijjah, bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Tepat tanggal 10 Zulhijjah, mereka melakukan salat Idul Adha di puncak Gunung Bawakaraeng atau di puncak Gunung Lompobattang.

Gunung yang tingginya sekitar 2.845 mdpl dari permukaan laut ini juga menjadi arena pendakian. Namun, sudah banyak menelan korban akibat mati kedinginan bila mendaki pada musim hujan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya