Mengeksplorasi Alam Sembari Cicipi Olahan Singkong di Wonorejo Karanganyar

<p><strong>Solopos.com, KARANGANYAR</strong>–Salah satu desa di Jatiyoso, Karanganyar, yakni Wonorejo, bersolek. Desa yang berada di kaki Gunung Lawu bagian selatan itu mendapat berkah kekayaan sumber daya alam. Namun warganya tidak mau berdiam diri sekadar menikmati dan mengagumi alam. Mereka mencoba peruntungan memanfaatkan <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180329/494/907053/wisata-karanganyar-tawangmangu-jadi-surga-wisata-di-bumi-intanpari-apa-saja-objeknya">potensi alam</a>.</p><p>Proses itu dimulai dari membuat objek wisata alam seperti Banyu Anyep, Bukit Hope, Tubulasi, <em>Tubbing</em>, <em>Outbound Country</em>, dan Situs Sejarah. Keterangan lengkap perihal objek wisata itu mereka jelaskan dalam <em>website</em> milik desa <a href="http://www.wonorejoeloxs.com/">www.wonorejoeloxs.com</a>.</p><p>Kepala Desa Wonorejo, Sudrajat, memutar otak. Dia tidak ingin menyia-nyiakan rombongan pengunjung yang datang ke desa tersebut. Muncul ide membuat penganan khas Wonorejo. Desa Wonorejo kaya sayur-mayur. Tetapi, dia berpendapat sayur-mayur belum dapat dijadikan oleh-oleh tahan lama.</p><p>Drajat, sapaan akrabnya, mengalihkan pandangan pada singkong. Jatiyoso dikenal sebagai penghasil singkong jenis Jarak Towo. Singkong dengan ciri khas lembut dan empuk saat diolah. Jarak Towo panen sekali dalam satu tahun. Selain Wonorejo, Desa Beruk juga menghasilkan singkong jenis itu.</p><p>Pada 17 Januari 2017, ibu-ibu yang tergabung dalam tim penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga (<a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180425/495/911675/pkk-jimbar-pracimantoro-wonogiri-semarakkan-hari-kartini">TP PKK</a>) menggarap singkong Jarak Towo menjadi sejumlah produk olahan. Aneka makanan itu dinobatkan sebagai oleh-oleh khas Wonorejo berlabel Sijarwo, seperti brownies, donat, kue lapis, tiramisu vla susu, dan singkong keju.</p><p>"Kami garap potensi lokal menjadi sejumlah produk olahan. Kami punya sayur-mayur. Itu [sayuran] unggulan kami selama ini. Singkong itu bukan [produk unggulan]. Tapi singkong ini begitu diolah kok lembut, enak, empuk. Setelah dicek, singkong jenis itu enggak tumbuh di banyak tempat. Ini berarti potensi," kata Drajat saat dihubungi <em>Solopos.com</em>, Selasa (19/6/2018).</p><p>Pihak desa tidak setengah-setengah memperkenalkan produk potensi lokal. Mereka menggandeng sejumlah akademisi untuk memastikan kualitas singkong dan mendorong keterampilan warga. Berawal dari program pelatihan Sinergi Pemberdayaan Masyarakat (Sibermas) pada 2010. Pelatihan sekaligus menggali potensi lokal, salah satunya singkong. Pengecekan tanah dibantu salah satu universitas di Soloraya.</p><p>Saat itu, warga dikenalkan dengan budidaya salak pondoh khas Sleman. Hasilnya bagus dan masih digarap hingga kini tetapi bukan menjadi produk unggulan. "Angkat potensi lokal sembari mendongkrak wisata desa. Makanan mendukung potensi wisata lokal. Kalau wisata enggak ada kuliner itu enggak seru," tutur dia.</p><p>Pihak desa membentuk <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180407/490/908718/bumdes-juron-sukoharjo-bangun-lokasi-pemancingan">Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)</a> Berkarya. Bumdes itu membawahi tiga unit usaha, yakni wisata, pertanian, dan usaha kecil menengah (UKM). "Oleh-oleh penganan itu masuk ke unit usaha UKM. Ibu-ibu TP PKK menggandeng 20 ibu-ibu. Pemberdayaan masyarakat. Mereka sudah dilatih melalui program penggerak potensi lokal. Pembuatan sesuai pesanan dan sudah dititipkan ke<em> outlet</em> di Karanganyar maupun tempat makan di Solo," ungkap dia.</p><p>Aneka produk olahan singkong itu sudah mengantongi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Bumdes sedang memproses izin halal. "Kami proses singkong mulai dari produk mentah menjadi makanan olahan. Harga paling mahal brownies dan tiramisu Rp35.000 per kotak kalau singkong keju Rp15.000. Sistem tanam singkong ini tumpang sari. Ada delapan dusun di Desa Wonorejo yang membudidayakan," tuturnya.</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi