SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

PERSENTASI GAKIN--Suasana salah satu sudut daerah Sudiroprajan, Solo, Senin (19/9/2011). Sudiroprajan merupakan kelurahan dengan persentasi keluarga miskin (Gakin) tertinggi di Solo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Si Kembar di lorong panjang perkampungan kumuh

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Kampung Balong, Sudiroprajan, Jebres dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan di Solo. Bagaimana kondisi di daerah itu. Berikut laporan wartawan SOLOPOS, Kurniawan.

Menyusuri gang-gang sempit di RW VI, RW VII dan RW VIII Kampung Balong di waktu pagi, memberikan pengalaman tersendiri. Di kawasan yang disebut-sebut sebagai pusat kemiskinan di Kelurahan Sudiroprajan itu, rumah-rumah warga berjejal tak rapi, tak mengindahkan kriteria rumah sehat.

Bangunan tembok rumah-rumah warga saling menempel, tak memberikan space kosong sedikit pun untuk ruang publik.

Untuk beraktivitas atau tempat bermain anak, warga harus memanfaatkan badan gang yang tak seberapa lebar.

Selang beberapa deret bangunan rumah, terdapat satu unit sumur pompa yang digunakan warga secara bergantian untuk mencuci pakaian dan perabot rumah tangga.

Ironisnya sumur pompa itu berjarak tak lebih dari 10 meter dari sungai yang airnya hitam dan sarat sampah.

Lurah Sudiroprajan, Sigit Prakoso, saat ditemui Espos di kantornya, Senin (19/9/2011), mengakui kondisi lingkungan RW VI-RW VIII yang notabene kawasan padat penduduk, tidak sehat. Bukan itu saja, bahkan rumah-rumah warga masih jauh dari kriteria rumah sehat.

Dari 300-an keluarga miskin di Sudiroprajan, sebagian besar tinggal di wilayah tiga rukun warga (RW) itu. ”Daerah itu memang padat penduduk dengan kondisi lingkungan tak sehat, bisa dibilang sebagai slum area,” ujarnya.

Sebagian besar warga RW VI, RW VII dan RW VIII berprofesi sebagai buruh serabutan. Untuk mendongkrak strata kehidupan masyarakat itu, digulirkan program PNPM Mandiri Perkotaan. Persoalan kemiskinan sulit dilepaskan dari kurangnya asupan gizi untuk anak-anak.

Seperti yang dialami anak kembar, Dina Fitriana dan Dina Fitriani yang tinggal di RT 2/RW VII Sudiroprajan. Sejak beberapa kali masa penimbangan, berat badan anak berumur 2 tahun 11 bulan itu selalu di bawah berat ideal anak bawah tiga tahun (Batita).

Kader Posyandu Balita RT 2/RW VII Sudiroprajan, Wiwik Sudiro, mengungkapkan kondisi ekonomi keluarga si kembar memang tergolong kurang mampu. Parahnya si kembar tidak mengikuti beberapa kali masa penimbangan. Dikhawatirkan kondisi fisik dan asupan gizi mereka kurang terpenuhi.

”Keluarga mereka sering bolak-balik dari Sudiroprajan ke Baki, Sukoharjo. Tapi mereka masih tercatat sebagai warga sini,” ungkapnya.

Ketua RT 2/RW VII, Rusbandinah, mengakui keluarga si kembar Dina Fitriana dan Dina Fitriani tergolong tidak mampu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya