SOLOPOS.COM - Suasana haru saat warga non-Buddhis mengucapkan selamat Waisak kepada warga yang beragama Buddha di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Minggu (4/6/2023). (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Suasana penuh haru terlihat jelas dari raut muka warga Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang usai pelaksanaan ibadah Waisak.

Pasalnya warga sekitar yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik langsung menyambut umat Buddha yang keluar dari Vihara Buddha Bhumika, Thekelan.
Ratusan warga tersebut langsung berbaris rapi untuk menyalami warga yang sedang merayakan Waisak 2567 BE 2023.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tradisi yang sudah dilakukan selama puluhan tahun ini membuat suasana menjadi haru. Warga non-Buddhis mengucapkan Selamat Waisak dengan diiringi peluk haru serta isak tangis para warga.

“Hari ini kami hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada warga umat Nasrani dan Muslim. Jadi inilah bentuk kebersamaan kami warga Dusun Thekelan,” kata pengurus Vihara Buddha Bhumika, Tugimin Hadiyanto kepada Solopos.com, Minggu (4/6/2023).

Tradisi atau kebudayaan memberikan selamat setiap perayaan hari besar agama sudah secara turun-temurun dilakukan oleh warga Thekelan. Hal tersebut menjadi ciri khas dusun di kaki Gunung Merbabu yang memiliki rasa toleransi umat beragama yang tinggi.

Kegiatan ini tidak hanya dilakukan saat perayaan Waisak. Melainkan saat perayaan Natal serta Idulfitri, seluruh warga memberikan ucapan bagi umat yang merayakan hari besarnya.

“Dan itu tanpa dikomando oleh pengurus agama sudah tahu kapan jadwal berkumpul untuk memberikan selamat,” ungkapnya.

Tugimin menyebut tradisi yang dilakukan warga Thekelan sudah puluhan tahun dilakukan. Hanya, baru bisa diabadikan dan disebarkan sejak adanya media sosial yang berkembang.

“Waktu belum ada media sosial, tradisi ini sudah dilaksanakan oleh warga. Walaupun bentuknya hanya dari rumah ke rumah,” jelasnya.

Diakuinya jika di Dusun Thekelan ini toleransi sudah mengakar. Warga selalu hidup rukun dan saling membantu.

“Tadi juga pada menangis haru. Ini kalau setting-an kan tidak bisa karena memang sudah dari hati warga untuk saling mengucapkan. Misalnya tidak bisa datang bersalaman seperti tadi, warga juga akan datang sendiri ke rumah [warga] untuk mengucapkan selamat,” bebernya.

Kepala Dusun Thekelan, Supriyo, merasa bersyukur memiliki warga antarumat beragama yang bisa menghormati satu sama lain. Hal itu sekaligus memiliki rasa toleransi yang tinggi sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang adem, ayem, dan tenteram.

“Ini kami lakukan berdasarkan kebersamaan dan cinta kasih. Kami cinta terhadap seluruh warga dan cinta negara ini,” katanya.

Meskipun mayoritas penduduk di Dusun Thekelan merupakan umat Buddha. Namun setiap ada kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan keagamaan, warga selalu kompak hadir dan berpartisipasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya