SOLOPOS.COM - Suasana pameran Soramata Exhibition di Kebun Kopi Bintang Kota Salatiga, Minggu (4/6/2023). Pameran tersebut menampilkan batik sebagai media penyampai pesan isu lingkungan. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SALATIGA — Selain menjadi bahan membuat pakaian, kain batik ternyata juga bisa digunakan sebagai produk maupun kultur sebagai media penyampai pesan.

Hal itu dibuktikan dengan puluhan karya batik ‘berpesan’ dari Komunitas Soramata yang dipamerkan di Kebun Kopi Bintang Kota Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu-Senin (3-5/6/2023). Pameran tersebut bertajuk Soramata Exhibition.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Founder Soramata, Titi Permata, menjelaskan batik merupakan salah satu warisan budaya leluhur bangsa Indonesia yang telah diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

“Karena sejarahnya yang panjang dan telah melekat pada masyarakat Indonesia sejak zaman kerajaan sampai dengan zaman modern, batik menjadi Warisan budaya lisan tak benda yang diakui secara resmi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009,” jelasnya di sela pembukaan pameran, Minggu (4/6/2023).

Menurut Titi, desain dalam batik Soramata telah melalui riset dan observasi. Keseluruhan desain motif menceritakan tentang flora dan fauna yang menjadi isu lingkungan.

“Dalam proses observasi di Maluku Utara pada 2014-2019 dan memang komponen abiotik hasil Pengalaman dalam menjalankan program lingkungan hidup di Salatiga dan Indonesia tahun 2006-2023,” jelasnya.

Desain tersebut antara lain terdiri dari kasturi Ternate versi 1 dan 2, menjaring madu, wari ino, hutan Halmahera, hiu black tip, malutcarita (rangkaian 8 cerita), ranupatma, Jasmine & pink rose. Selanjutnya, soramataair, gajah soramata, dan free style of selampai.

“Sementara, desain motif dasar tenun khas soramata adalah O tikara dan hiu,” paparnya.

Dibeberkan batik tersebut diproduksi antara 2018 hingga 2020, produksi batik tulis dibandingkan batik printing dengan pewarna sintetik 1:100 lembar. Perbandingan itu menyesuaikan dengan kecepatan produksi dan kebutuhan.

Titi memilih batik sebagai alat penyampai pesan tentang isu lingkungan yang diusung Komunitas Soramata karena sebagai jembatan bergerak yang tidak galak. Tetapi lebih ramah, lentur, bisa menyejukkan, menghangatkan maupun melindungi tubuh dan pemikiran.

Dia menilai batik sebagai warisan budaya juga tidak lepas dari perubahan dari waktu ke waktu. Sejak abad ke-7 M, batik telah digunakan sebagai lambang status sosial, simbol keanggotaan suku, dan tanda penghormatan kepada dewa-dewi dalam agama Hindu dan Buddha.

Kemudian abad ke-9, batik sudah dikenal luas di Jawa. Pada zaman kerajaan Majapahit, abad ke-13 hingga ke-16, batik digunakan oleh bangsawan dan keluarga kerajaan.

“Lalu pada masa penjajahan Belanda abad ke-17, batik mengalami modernisasi dari segi produksi, di mana mulai dikenalkan parafin untuk menggantikan malam yang alami dan mulai di pasarkan ke Eropa. Sampai saat ini, batik menjadi komoditas yang inklusif dan bisa dipakai oleh semua orang,” kata Titi.

Pameran yang berlangsung tiga hari ini dimeriahkan workshop batik Soramata, eco enzym Salatiga, fashion show, penanaman pohon dan bersih sungai.

Selain itu ada penampilan teater Latar Kalitan, Keroncong Pemuda Kekinian, Ucup The Rebel Project, Sendjalatiga, Stone Dust, Maju Makmur, Black Swan, serta Racau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya