SOLOPOS.COM - Sekdes Karangpelem, Kedawung, Sragen, Jaka Santosa, melihat kondisi fondasi bekas pabrik serat yang ada di Dukuh Purworejo, Desa Celep, Kecamatan Kedawung, Sragen, Senin (13/2/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Di Jambangan, Desa Celep, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen, pernah berdiri pabrik serat tanaman yang diolah menjadi goni dan tali tambang kapal. Pabrik serat ini beroperasi di era penjajahan Belanda dan muncul di peta buatan tahun 1931.

Eksistensi pabrik tersebut bisa dibuktikan dengan adanya puing-puing fondasi yang terletak di bibir Sungai Jambangan, seperti yang Solopos.com temui saat menelusurinya, Senin (13/2/2023). Penelusuran itu dilakukan bersama perangkat Desa Karangpelem, Kedawung, Sragen, menelusuri jejak pabrik serat itu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Bekas bangunan pabrik serat atau dalam bahasa Belanda disebut vezel, yang masih tersisa hanya di wilayah Dukuh Purworejo RT 026, Desa Celep, Kecamatan Kedawung. Bekas pabrik vezel itu tinggal fondasi dari batu dengan lebar mencapai 80 cm dan ketinggian 2-3 meter dari permukaan bibir sungai.

Sugeng Suprapto, warga Jambangan, Desa Celep, menunjukkan lokasi bangunan yang terlihat dari sungai di belakang bekas kandang babi. Dia mengatakan bangunan pabrik yang tersisa hanya fondasi batu itu. “Dulu ada semacam tempat turbinnya di dekat jembatan tetapi sekarang kurang tahu. Untuk bangunan lainnya sudah menjadi permukiman penduduk,” kata pria 64 tahun itu.

Menurut cerita ayah dan kakeknya, tanaman serat diangkut dari perkebunan ke pabrik menggunakan lori seperti lori tebu.  Dulu ada jalur rel di Dukuh Pereng yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Air untuk mencuci tanaman bersumber dari mata air di Dukuh Tunggon, Desa Karangpelem.

Sekretaris Desa (Sekdes) Karangpelem, Jaka Santosa, berupaya mencari lokasi turbin seperti yang disampaikan Sugeng. Ia berhenti di bengkel mobil milik Sugimin, 45, di Purworejo RT 026, Celep. Ternyata benar, di belakang bengkel mobil itu masih ada sisa fondasi yang diperkirakan jadi tempat turbin. Ukurannya yang cukup panjang, sekitar lebih dari 25 meter.

Sugimin mengatakan lokasi bekas turbinnya sekarang sudah menjadi dapur. Dulu, sambung dia, ada semacam sumur dengan berdiameter 3 meter dan 5 meter. Di sana juga ada bekas dudukan mesin  dan fondasi dengan lebar 80 cm dan tinggi 2-3 meter.

“Di dalam rumah itu dulu ada besi seperti rel dan panjang. Besi itu tidak saya ambil tetapi langsung saya tutup cor. Bahkan pada 1990-an, masih ada peranakan Belanda yang mencari lokasi ini dan bertanya-tanya tentang pabrik serat,” katanya.

Seorang sesepuh di Dukuh Jambangan RT 013, Wito Daryono, 80, menyampaikan nama Dukuh Jambangan diambil dari adanya cerita adanya jembangan yakni tempat untuk mencuci tanaman serat dengan ukuran besar. Dia menyebutnya dengan istilah bleder.

“Jadi blederan itu sekarang menjadi Dukuh Jambangan ini. Kisah ini dari bapak saya. Bapak saya mengetahui jembangan besar itu di lapangan Jambangan masuk Desa Celep sekarang. Tanaman serat itu diolah menjadi goni dan tambang kapal,” katanya.

Wito mengatakan pabrik serat itu luas, dari SDN 3 Celep itu ke utara sampai sungai.  Kebun serat itu, kata dia, tidak bisa dihitung saking luasnya, yakni dari Dukuh Kemantren sampai Jatirejo di wilayah Desa Karangpelem. Kalau ke utara hampir sampai di wilayah Desa Pengkok dan ke selatan sampai Pereng Karanganyar.

Sebaran Perkebunan Serat di Sragen

Sementara itu, berdasarkan buku berjudul Onderneming Mento Toelakan Dinamika Perkebunan Serat di Pinggiran Wonogiri 1897-1996 disebutkan di Jawa Tengah terdapat beberapa perkebunan yang menghasilkan serat. Salah satunya adalah Sragen. Di daerah tersebut terdapat beberapa perusahaan yang memroduksi aneka ragam serat.

Pertama, di Mendalan, Sragen tepatnya di Modjo Sragen berdiri perusahaan J. Caspersz Cultuur-Maatschappij milik P. A. Jut dan Bourghelles. Perusahaan ini menghasilkan kapuk dan beberapa jenis serat lainnya. Selain itu, perusahaan ini juga menghasilkan produk lain di antaranya adalah tembakau, gula, kopi, padi dan karel.

Kedua, perusahaan Cultuur-Maatschappij Tarik milik F.H. Tiedeman, tepatnya di Ngaroem yang menghasilkan serat berupa kapuk dan beberapa serat lainnya. Tanaman komoditas lain yang dihasilkan dari perusahaan ini adalah padi, kopi, karet, kina, pala dan lada.

Ketiga, perkebunan milik J.J. Oxenaar O.P. W. Moyma di Karaban juga menghasilkan serat selain padi dan karet. Keempat, perusahaan Houtaankap en Cultuurmaatschappij Kedoengbanteng di Kedoeng Banteng milik J. Schafer yang menghasilkan serat nanas dan kapuk. Perusahaan ini juga menghasilkan produk kayu dari penebangan hutan.

Kelima, perusahaan Cultuur-Maatschappij Moenggoer Pereng di Moenggoer Pereng milik J. F. Hora Siccama. pabrik ini menghasilkan kapuk dan serat. selain itu menghasilkan tanaman lain seperti padi, kopi dan karet.

Pabrik serat juga ditemukan di Kecamatan Sumberlawang, Sragen. Di sana kono ada lima pabrik serat agave. Serat agave ini yang kemudian menjadi bahan baku pembuata kertas.

Anggota Komunitas Tilik Ibu Pertiwi Sukowati, Yoto Teguh Pambudi, pada Rabu (2/2/2022) mengatakan pabrik pengolahan serat itu salah satunya ada di Desa Kacangan, Kecamatan Sumberlawang. Pabrik tersebut diduga terganggu resesi ekonomi dunia pada 1930-an. Pabrik itu akhirnya kolaps setelah adanya perang dunia kedua dengan datangnya Jepang ke Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya