FotoJIBI/ Harian Jogja/Abdul Hamied Razak
Briane Novianti, 24 memamerkan hasil karyan miniatur dari koran bekas di rumah produksinya, Ledok Tukangan, Jogja, Kamis (9/5).

PromosiJalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bagi sebagain orang, kertas-kertas bekas sering dinilai sebagai sampah. Pandangan itu tidak berlaku bagi Briane Novianti. Alumnus Filsafat UGM itu, menyulap sampah-sampah menjadi kerajinan yang bernilai seni tinggi. Rupiah pun mengalir ke kantong gadis warga Ledok Tukangan DNII/257 Jogja itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Dengan terampil, kedua tangan Novianti menyusun satu per satu lintingan bekas koran dan majalah di hadapannya. Lintingan itu kemudian ditempelkan pada sebuah kertas lainnya yang sudah dibentuk menyerupai sebuah Tugu Pal Putih Jogja. Beberapa menit kemudian, miniatur tugu yang menjadi khas Jogja itu pun siap dipasarkan.

Tak hanya miniatur Tugu, miniatur Monas Jakarta, Harley Davidson, Truk, Jeep, beragam tas wanita, hingga sandal ia bikin berbahan baku dari koran bekas. Harga yang dibanderol untu satu miniatur beragam, mulai Rp1.500 hingga ratusan ribu rupiah tergantung tingkat kerumitan miniatur.

Berkat kreativitasnya itu Novi bisa meraup omzet setiap bulan antara Rp7 juta hingga Rp10 juta. “Awalnya anggap kreasi ini suatu hal yang goblok. Masak ada orang yang mau beli kerajinan dari kertas koran? Setelah dicoba, ternyata benar banyak yang tertarik,” cerita anak bungsu dari Syukri Hasanudin dan Suratmi Wiyono itu saat dikunjungi Harian Jogja, Kamis (9/5) lalu.

Sejatinya, Novi -sapaan akrabnya- menggeluti dunia kerajinan itu sejak berstatus sebagai mahasiswi. Saat itu, dia tergabung dalam Kelompok Wira Usaha bersama teman-teman sekampusnya, Yunas Habibi (warga Ngawi), Dande Nuradi (Solo), Widya Kasrena (Blora) dan Brico Alwiyanto (Jakarta) itu. Hingga lulus akhir 2011 lalu, dia masih memanfaatkan koran-koran bekas untuk mengembangkan usahanya.

Pemasaran menjadi persoalan yang ia hadapi. Berkat kegigihannya, karya-karya Novi kini sudah diterima di sejumlah wilayah di Indonesia mulai Jogja, Solo, Jakarta, Medan, Kalimantan hingga Papua. Bahkan, karyanya juga tembus ke tanah Inggris dan Hawaii, Amerika.

“Ide awalnya sebenarnya dari Yunas. Saat kami terima reorder dari Hawaii, kami sempat kewalahan karena kami buat ini secara manual. Susahnya lagi, biasanya kerajinan ini hanya bisa tembus Eropa saat musim panas,” cerita adik Gupta Rahariyanto itu.

Finalis Kelompok Wirausaha Muda Bank Mandiri itu pun kini terus mengembangkan usahanya. Lewat kecerdikannya, Novi mempekerjakan perajin dari Seyegan, Sleman dan puluhan warga di wilayah itu untuk membuat lintingan kertas koran dan majalah bekas. Rata-rata setiap hari, dibutuhkan 40 kg koran bekas.

“Kalau sepi order, yang kerja 3-5 orang. Itu mereka petani dan ibu rumah tangga. Kalau order banyak, ya tambah tenaga dari. Saya ingin membuka lapangan kerja bagi banyak orang,” katanya.

Menurut peraih Young Entrepreneur Start-up (YES) Award yang diselenggarakan Indonesia Business Links (IBL) 2009 itu, pemanfaatan barang bekas penting untuk menyelamatkan dunia.

“Ya, selain masalah global warming, pemanfaatan barang bekas juga tidak membutuhkan modal banyak. Ya, memang harus kreatif dengan ide-ide tertentu,” katanya.

Menurutnya, banyak kelemahan dimiliki para pengrajin di Jogja. Selain dari sisi teknologi informasi, para perajin juga kurang mempersiapkan perkembangan global.

“Sebenarnya, banyak karya-karya perajin di Jogja yang tidak kalah bagus dan apik. Tetapi, mereka tidak melek teknologi. Padahal, produk eco friendly saat ini banyak dicari,” kata Novi. Tertarik?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Rekomendasi