SOLOPOS.COM - Tjahjo Kumolo (JIBI/Solopos/Dok)

Dinasti politik dinilai bukan penyebab utama korupsi.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berpendapat dinasti politik bukan menjadi satu-satunya penyebab tumbuhnya praktik korupsi dalam kepemimpinan di daerah.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mendagri mengatakan setiap orang memiliki hak untuk berpolitik. Menurut dia, hubungan kekeluargaan dengan pemimpin sebelumnya, tidak boleh menjadi penghalang bagi seseorang untuk berpolitik.

“Kasus korupsi yang ada memang mayoritas terjadi kepada oknum yang terlibat dinasti politik, tetapi kan tidak semuanya. Kebetulan hanya tiga atau empat orang saja yang terjerat dari dinasti politik. Tidak ada jaminan, sehingga dinasti politik jangan divonis sebagai penyebab korupsi,” katanya, Selasa (3/1/2017).

Tjahjo menuturkan pemerintah dan DPR sebenarnya sudah berusaha mengatur mengenai praktik politik dinasti di dalam Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada). Akan tetapi Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkannya, karena bertentangan dengan konstitusi.

Dia menambahkan pemerintah juga telah mengupayakan antisipasi kebocoran keuangan daerah dengan menerapkan pengelolaan keuangan daerah sesuai standar akuntansi pemerintah. Kemudian, melakukan sistem pengendalian internal dan memetakan risiko.

“Kami melakukan pengawasan manajemen keuangan yang dimulai dari pengkajian dokumen perencanaan, dan review anggaran sebelum menetapkan APBD,” ujar Tjahjo Kumolo.

Selanjutnya, ungkap dia, Inspektorat Kementerian Dalam negeri dan Inspektorat Daerah mengawasi area yang berisiko, serta rawan korupsi. Kementerian Dalam Negeri juga memperkuat pengendalian kinerja Inspektorat Daerah, untuk akuntabilitas keuangan.

“Kementerian Dalam Negeri juga melakukan pengendalian kinerja satuan tugas sapu bersih pungutan liar di daerah. Kementerian Dalam Negeri juga mengendalikan rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ungkap Tjahjo.

Mendagri menegaskan Pemerintah Daerah juga diwajibkan melakukan probity audit atas pengadaan barang dan jasa yang berpotensi diselewengkan, penggunaan anggaran, dan sumber daya yang besar. Terakhir, pemerintah daerah juga harus membuat unit pengaduan masyarakat terkait hal tersebut.

Sebagai informasi, sejumlah kepala daerah berurusan dengan penegak hukum lantaran terjerat kasus korupsi. Terbaru, Bupati Klaten Sri Hartini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) Jumat (30/12/2016), atas dugaan menerima suap mutasi pejabat.

Sri Hartini yang periode 2010-2015 menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten adalah istri dari almarhum Haryanto, Bupati Klaten periode 2000-2005. Haryanto sendiri menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan buku ajar 2003-2004 dengan kerugian negara Rp2,4 miliar dan perjalanan dinas bupati ke Jepang Rp123 juta. Ia meninggal dunia pada 21 Februari 2008.

Sebelumnya, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditangkap KPK lantaran terlibat suap Rp1 miliar kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar. Adik Ratu Atut, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan juga terlibat kasus itu. Sejumlah kerabat Atut seperti adik, ibu tiri, adik ipar, adik tiri, suami, dan anak menjadi pejabat publik seperti anggota DPR atau kepala daerah di Banten.

Kasus korupsi juga menjerat Yan Anton Ferdian, Bupati Banyuasin yang ditangkap KPK karena menerima suap Rp1 miliar untuk ijon proyek. Dia memimpin Banyuasin pada 2013 menggantikan ayahnya Amiruddin Inoed, Bupati Banyuasin 2003-2013. Amiruddin pernah diperiksa KPK terkait alih fungsi hutan.

Bupati nonaktif Cimahi Atty Suharti juga ditangkap KPK bersama suaminya M. Itoc Tochija dalam suap proyek pasar. Atty menjadi bupati 2012-2017 dan akan maju dalam pilkada 2017. Atty menggantikan suaminya Itoc yang menjadi bupati pada 2002-2012.

Pusaran kasus korupsi juga menyeret Fuad Amin Imron, Bupati Bangkalan pada 2003-2012. Posisi bupati kemudian dijabat anaknya Ra Momon (2013-2018). Fuad ditangkap karena suap jual-beli gas pada 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya