Jakarta--Persoalan keistimewaan Yogyakarta memanas saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkomentar tentang monarki.
Sultan Hamengkubuwono X dan SBY pun seperti berbenturan mengenai masalah ini.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, masyarakat tidak perlu membenturkan kedua pemimpin itu.
“Itu tidak perlu dihadapkan antara Sultan dan pemerintah,” katanya saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/11).
Gamawan menyambangi DPR untuk rapat kerja dengan Komisi II DPR membahas revisi UU Parpol.
Gamawan menuturkan, proses pembuataan RUU Keistimewaan Yogyakarta memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi, RUU tersebut juga akan mengatur tentang sultan selanjutnya seperti HB XI dan HB XII.
“Kita bahas soal bagaimana proses pemilihannya, kalau umur Sultan HB X sudah 80 tahun apa masih jadi gubernur, itu kan harus kita pertimbangkan secara konstitusi,” ujar mantan Gubernur Sumatera Barat ini.
Pada 26 November, SBY menyebutkan, sistem monarki bertentangan dengan demokrasi di Indonesia. Pernyataan ini menandakan SBY ingin pemimpin Yogya dipilih oleh rakyat langsung dan bukan ditetapkan seperti yang terjadi selama ini.
Pernyataan SBY itu lantas ditanggapi beragam oleh publik dan partai politik. Sejumlah budayawan Yogyakarta juga ikut angkat bicara. Ada yang menyebut, pernyataan SBY itu melukai warga Yogyakarta.
Menurut draf RUU Keistimewaan DIY yang sedang digodok Kemendagri, DIY memiliki 7 keistimewaan. Hanya saja, 1 keistimewaan masih menjadi perdebatan yaitu soal penetapan atau pemilihan pemimpin DIY.
dtc/nad