SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Oleh : Moh Khodiq Duhri

“Sejak pagi hingga siang saya belum menelan makanan. Hanya biskuit dan air putih yang masuk ke perut saya,”

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Kalimat itu mengucur dari mulut Paniyem, 50, warga Dukuh Pusung, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Pardi merupakan salah seorang pengungsi letusan Gunung Merapi di lapangan Keputran.

Paniyem bersama sekitar 60 warga Dukuh Pusung turut mengungsi lantaran tinggal berada di radius sekitar 12 km dr puncak Merapi. Banyaknya jumlah pengungsi dadakan itu membuat relawan dan petugas kualahan menghadapinya.
Posko Keputran yang semula dihuni kurang lebih 2.500 jiwa mendadak meningkat drastis menjadi 3.600 jiwa. Dapur umum umum yang tadinya biasa menyediakan makanan tiga kali sehari menjadi kekurangan jumlah tenaga. Alhasil, pembagian sarapan pagi pun kurang merata.

Siang itu, Paniyem tidak sendiri, hampir semua warga Dukuh Pusung belum mendapatkan jatah sarapan. Mereka baru makan nasi sekitar pukul 14.00 WIB.
Penderitaan mereka semakin berat tatkala harus melewati hujan deras di tenda pengungsian. Hujan deras yang datang mulai pukul 13.00 WIB hingga 17.00 WIB telah membuat kondisi tenda becek.

Tikar yang sebelumnya digunakan untuk rebahan mendadak berubah menjadi kubangan lumpur. Di bawah tenda itu, pengungsi hanya bisa berdiri sambil menyingsingkan celana.

Sebenarnya, bantuan makanan dan barang-barang masih tetap mengalir hingga Kamis petang. Akan tetapi, kelonjakan pengungsi yang meningkat drastis dari sekitar 5.000 hingga 12.000 jiwa tidak bisa diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten.

Lokasi pengungsian yang tadinya hanya berjumlah tiga lokasi mendadak meningkat menjadi 14 lokasi. Hingga Kamis siang, sebanyak 11 lokasi pengungsian masih kekurangan tenaga dapur umum.

“Ini di luar dugaan kami,” kata Camat Kemalang, Suradi seraya menyeka air matanya yang tanpa sadar membasahi pipinya.

Dampak letusan Merapi telah menghadirkan pengalaman pahit bagi pengungsi. Mereka telah menjalani hidup serba prihatin selama tinggal di lokasi pengungsian. Namun, hingga kini belum jelas kapan keprihatinan itu akan berakhir. Mungkin hanya Tuhan yang bisa menjawabnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya