SOLOPOS.COM - Syahirul Alem, Pengamat Politik

Syahirul Alem, Pengamat Politik (FOTO/Istimewa)

Jelang Pilpres 2014 kemunculan para tokoh terasa menjamur, namun yang paling menarik dan secara grafik terus mendapat simpati publik adalah keberadaan tokoh baru seperti Joko Widodo dan Abraham Samad. Kedua tokoh tersebut terasa mengisi kado positif 2012 apalagi di tengah situasi bangsa yang sedang dalam kondisi karut marut dalam kegalauan sistem.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Keberadaan dua tokoh tersebut pada awalnya adalah tokoh lokal. Joko Widodo atau yang akrab dipanggil Jokowi sebelumnya adalah Walikota Solo sedangkan Abraham Samad adalah aktivis hukum di daerahnya, Makassar, Sulawesi Selatan. Perjuangan dan keberanian mereka patut dihargai dan diacungi jempol. Sempat diragukan tapi secara perlahan-lahan namun pasti berhasil meraih simpati publik dan elite nasional.

Mereka hanya bermodal keberaniaan dan komitmen kuat untuk membenahi sebuah sistem meski dengan pengalaman yang terbatas. Joko Widodo sebagai Gubernur DKI kelihatan punya nyali untuk membangun sistem pemerintah yang efektif dan propublik. Demikian juga sosok Abraham Samad dalam memimpin KPK yang kelihatan juga punya nyali untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Melihat usia dan pengalaman, boleh dikatakan mereka kalah jauh dibandingkan figur-figur yang telah malang melintang dalam dunia politik nasional. Mungkin ambisi keduanya yang senapas dengan harapan-harapan rakyat itulah yang setidaknya menguatkan dan memberi semangat dalam menjalankan mandat yang telah diberikan kepada keduanya.

Secara objektif boleh dikatakan sosok Joko Widodo dan Abraham Samad adalah produk buah tangan reformasi. Artinya keduanya figur bersih dari kepemimpinan masa lalu sehingga harapan perubahan-perubahan ke arah lebih baik lagi terasa tanpa beban masa lalu. Kesuksesan mereka dalam mengambil hati rakyat bagaikan setetes embun dalam kekeringan panjang. Juga sebagai obat generik dari frustrasi rakyat akan perilaku para pejabat yang menggunakan aji mumpung ketika berkuasa dan hal seperti itulah yang sering kali mengotori ruh dan perjuangan menuju perbaikan sebagaimana amanat reformasi.

Apalagi makin menumpuknya problem-problem sosial yang nyaris tidak tertangani sehingga persoalan makin menumpuk di pundak rakyat. Akibatnya rakyat seperti sudah kehabisan energi untuk memberi dukungan kepada para pejabat negara. Sebab perilaku dan tingkah laku mereka membuat rakyat kurang bersimpati dan kurang bisa diteladani seperti kasus Bupati Garut, Aceng Fikri. Keberadaan figur baru dalam blantika politik nasional terasa memberi angin segar bagi adanya kebijakan baru yang mampu mengurangi tumpukan problem-problem sosial.

Keberadaan figur baru seperti Joko Widodo dan Abraham Samad terasa cepat beradaptasi dengan berbagai permasalahan rakyat sehingga kemunculan mereka terasa pas dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi.

Gempita Rakyat

Euforia publisitas media massa terhadap keberadaan tokoh-tokoh baru seperti Joko Widodo dan Abraham Samad seolah menempatkan tokoh tersebut sebagai sosok sentral dalam upaya untuk meraih simpati publik. Pola dan tradisi kepemimpinan para tokoh baru terletak pada kerja keras dan rasa simpati terhadap persoalan publik yang saat ini makin jauh dari harapan. Keberadaan tokoh tersebut seolah dapat memenangkan hati rakyat, sekarang tinggal bagaimana membuktikan gaya kepemimpinan itu mampu mengatasi setiap persoalan yang muncul dan mampu terselesaikan dengan baik sesuai harapan rakyat.

Keberhasilan mengatasi berbagai tekanan dan problem yang muncul merupakan langkah untuk menggaet hati publik bukanlah suatu hal yang mustahil. Hal itu bisa menjadi modal awal untuk membangun karisma ketokohan yang diwujudkan lewat kerja penuh komitmen dan prestasi, sehingga perilaku mereka merupakan bagian dari pengabdian untuk membangun dan menyinergikan pola pembangunan bangsa dan negara. Kebingungan rakyat dalam menghadapi problem bangsa dan negara juga sedikit terobati dengan keberanian para tokoh baru membangun harapan-harapan baru. Rasa kebanggaan dan kebahagiaan rakyat juga harus disikapi dengan komitmen yang jelas dan terarah.

Persoalannya tinggal bagaimana figur-figur baru meraih harapan bersama rakyat agar setiap kebijakan yang dikeluarkan pejabat tersebut cenderung tidak dipandang sinis oleh rakyat. Jangan sampai rakyat makin antipati dengan kebijakan negara.

Kepemimpinan Reformasi

Seiring bergulirnya reformasi proses kepemimpinan dan pengaderan yang terkesan macet dan kalah jauh dengan percepatan opini publik yang menjauh dari sebuah harapan bersama, para pemimpin pascareformasi cenderung kurang komunikatif terhadap problem publik dan kebanyakan jalan dengan berbagai pengertiannya.

Kadar kepemimpinan terasa hanyut dengan berbagai permasalahan tanpa ada ujung pangkal penyelesaian. Melihat sosok kepimpinan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI terasa responsif dan cekatan terhadap permasalahan rakyat. Demikian juga pada sosok Abraham Samad yang secara perlahan namun pasti berusaha membedah problem dan persolan korupsi di Indonesia. Keberadaan keduanya awalnya adalah tokoh-tokoh lokal yang dengan keberaniannya berusaha menembus blantika politik nasional dalam upaya membangun karisma diri.

Saat ini sebagian elite politik nasional banyak yang didominasi kader-kader partai politik (parpol) di mana besarnya seorang pengaruh individu terletak pada jaringan partai politik, jarang sekali individu tertentu yang menembus blantika kepemimpinan nasional dengan modal komitmen diri sebagaimana ditunjukkan Joko Widodo dan Abraham Samad. Keberadaan keduanya terasa eksklusif mengingat konfigurasi ketokohan mereka berhasil melejitkan semangat dan aspirasi kaum muda lainnya untuk sama-sama berprestasi membangun sebuah harapan.

Dukungan dan harapan simpati publik adalah angin yang baik bagi munculnya kader-kader bangsa sehingga diharapkan ke depan akan lahir Joko Widodo dan Abraham Samad baru sehingga alternatif kepemimpinan negeri ini tidak terpusat pada figur-figur tertentu.

Akhirnya menapak tahun politik 2013, setidaknya negeri ini mulai menoleh figur-figur baru dengan jiwa dan semangat baru untuk kelanjutan estafet kepemimpin bangsa Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik lagi. Apalagi ke depan kader kepemimpinan tokoh muda sangat dibutuhkan untuk mengimbangi keberadaan perkembangan teknologi informatika yang saat ini menjadi tren baru. Dengan begitu, keberadaanya benar-benar harus diperhitungkan guna menapak masa depan bangsa dan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya