SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ilustrasi (Dok.Solopos)

Solo (Solopos.com)–Berbulan-bulan tanpa kejelasan nasib, ditambah perlakukan tak layak pejabat daerah dan kaki-tangannya, membuat 18 pemilik tanah bantaran Sungai Bengawan Solo di Pucangsawit, Jebres, jengah. Mereka mati- matian ingin segera mendapat kepastian nilai ganti rugi serta waktu relokasi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Harapan sempat muncul ketika Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan membentuk tim untuk mendorong penyelesaian ganti rugi atau pembebasan lahan milik 18 orang itu. Apalagi Walikota terang-terangan menghitung estimasi nilai ganti rugi atau harga tanah dengan asumsi luas per kavlingnya 70-80 meter persegi, di hadapan mereka. Ketika itu Jokowi tak sungkan menyebut nilai ganti rugi tanah Rp 1 juta/meter persegi. Sehingga diprediksi total jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk
pembebasan lahan milik 18 orang hanya Rp 1,5 miliar.

“Pak Jokowi sendiri yang menghitung perkiraan biaya pembebasan lahan sekitar Rp 1,5 miliar, saat kami menghadap. Kami harap ini bukan hanya untuk ngeyem-ngeyemi. Dengan ganti rugi Rp 1 juta/meter persegi, kami terima,” ungkap Basirun, koordinator 18 pemilik tanah bantaran Pucangsawit atau bisa disebut Kelompok 18, saat ditemui Espos, Rabu (21/9/2011) malam lalu.

Menanggapi respons positif Walikota, Basirun dkk bertekat akan menempuh jalur dialog kekeluargaan ketimbang mengambil langkah hukum. Kendati harus bolak-balik Loji Gandrung atau Balaikota, mereka tak akan menyerah. Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Suharto berjanji akan menjadwalkan pertemuan Kelompok 18 dengan Walikota, dalam waktu dekat. Dia mengakui kondisi 18 pemilik tanah butuh pendekatan lebih. Sebab bantaran Sungai Bengawan Solo sudah tak layak untuk tempat tinggal. Ditambah lagi September ini Pemkot telah mendapat teguran dari Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi

Mengenai pelebaran dan peninggian tanggul Sungai Bengawan Solo, menurut Sekda merupakan kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS). Sehingga Pemkot tidak kuasa menunda proyek yang memang telah berjalan sesuai tahapan itu. Ditambah lagi sebelumnya sudah ada koordinasi dengan Pemkot ihwal tahapan proyek.

“Kami sadar BBWSBS sudah terikat tahapan proyek tanggul. Hanya saja kami sudah antisipasi dengan meminta penyediaan akses khusus untuk melintasi tangul, bagi warga yang masih bertahan di bantaran,” terang dia.

Sedangkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Solo, Agus Djoko Witiarso menerangkan sejak awal memang sudah dilakukan koordinasi antara BBWSBS dengan Pemkot. Diantaranya pemanfaatan tanggul dan bantaran untuk urban forest. Pemkot juga berkoordinasi dengan BBWSBS perihal pengendalian dan pengawasan banjir, serta pemenuhan kebutuhan air bersih. Tanggulisasi sepenuhnya merupakan proyek Kementerian PU melalui BBWSBS. Tanggulisasi adalah bagian dari tata kelola satuan wilayah sungai dari hulu hingga hilir. Ditanya siapa yang bertanggung jawab atas mundurnya jadwal relokasi warga bantaran sedangkan tanggulisasi berjalan sesuai tahapan, Agus menolak menjawab.

(Oleh: Kurniawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya