SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Sejak lima tahun terakhir kasus perceraian pasangan suami-istri semakin meningkat. Uniknya, 200 kasus perceraian terjadi di musim Pemilihan Kepala Derah (Pilkada). Kok bisa?

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali di Gedung DPP PPP, Jakarta, Selasa, (12/1). Ketua Umum PPP itu mengatakan, tidak hanya status sosial, perbedaan warna politik pun salah satu faktor penyulut pertengkaran Pasutri hingga akhirnya bercerai.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Yang menarik di era Pilkada, banyak suami istri yang berbeda pendapat soal pilihannya dan hingga bercerai. Melonjak tajam hingga 200 kasus karena perceraian politik. Bahkan 5 tahun terakhir, ada 500 perceraian hanya karena perbedaan warna politik,” ujar Menag.

Selain perbedan pendapat dalam politik, berdasarkan hasil persidangan di Pengadilan Tinggi Agama, Departemen Agama (Depag) mencatat, ada tiga belas faktor penyebab perceraian. Konflik dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, status sosial yang berbeda, bertengkar terus-menerus, cacat fisik, pasangan di penjara. Kemudian, karena faktor perselingkuhan, dipukuli, poligami, sudah merasa tidak cocok.

Lalu, faktor kawin paksa, KDRT, menikah di bawah umur, dan jarak juga masih menjadi penyulut pertengkaran dalam keluarga.

Mantan Menteri Koperasi dan UKM ini mengatakan fenomena perceraian di kota besar didominasi oleh penggugat istri kepada suami. “Jika ada enam kasus perceraian agama, maka empat di antaranya yang menceraikan suaminya,” kata Suryadharma.

inilah/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya