SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, SOLO</strong> — Yatno, 75, tak bisa menutupi rasa hausnya, Kamis (26/7/2018) pukul 10.17 WIB. Dia sering kali menelan ludah sendiri sambil melirik ke arah botol air mineral ukuran sedang yang tergeletak tak jauh dari tempatnya duduk.</p><p>Air di dalam botol itu tinggal sedikit. Yatno tak mau meminum air tersebut karena khawatir jika sewaktu-waktu anaknya Arif Cahyo, 17, haus dan butuh air minum. Dia pun melanjutkan pekerjaannya membuat rangka besi untuk fondasi bangunan rumahnya.</p><p>Yatno tak bisa menyetok air minum dalam jumlah banyak untuk dirinya dan anaknya karena faktor jarak dan materi. Dia kewalahan jika harus membeli air isi ulang dalam galon karena tak punya kendaraan selain sepeda ontel.</p><p>Jarak antara<a title="Warga Kali Anyar Solo Bangun Sendiri Rumah Baru" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180421/489/909384/warga-kali-anyar-solo-bangun-sendiri-rumah-baru"> tempat tinggalnya</a> di Kampung Jatirejo RT 003/RW 039 Kelurahan Mojosongo, Jebres, dengan lokasi penyediaan layanan air isi ulang tergolong cukup jauh. Belum lagi, Yatno harus menghadapi jalan rusak dan tanjakan jika ingin keluar dari kawasan rumahnya.</p><p>Di sisi lain, dia merasa tidak enak hati jika terus-terusan minta air minum kepada tetanggannya. Yatno sebenarnya bisa saja membuat air minum sendiri dengan cara memasak air mentah. Namun, kegiatan itu tampaknya sulit dilakukan sendiri olehnya.</p><p>Pertama-tama Yatno harus mengumpulkan kayu bekas terlebih dahulu untuk kayu bakar dan merebus air di tungku batu bata. Dia harus berjuang seperti itu karena tak mampu membeli gas.</p><p>Untuk makan, Yatno biasanya membeli kepada tetangganya. Karena pendapatannya tak pasti, Yatno akhirnya lebih sering berutang. Dia akan membayar utang setelah punya uang.</p><p>Tapi apa daya, pendapatan Yatno sebagai tukang tebang pohon tidaklah banyak. Dia juga tak bisa mendapatkan penghasilan secara tetap karena bekerja sesuai permintaan atau panggilan.</p><p>Yatno merasa hidup semakin prihatin setelah terdampak pelaksanaan proyek <a title="Ingat! Relokasi Rumah di Bantaran Kali Anyar Solo Harus Beres April" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180331/489/907184/ingat-relokasi-rumah-di-bantaran-kali-anyar-solo-harus-beres-april">Penanganan Banjir</a> Kota Solo Paket 3 (Kali Pepe Hulu). Dia harus membongkar rumahnya di bantaran Kali Anyar wilayah Kelurahan Nusukan, Banjarsari, pada Februari lalu.</p><p>Padahal pada saat itu, Yatno belum memiliki rumah baru. Dia akhirnya terpaksa tinggal di ruang terbuka di tanah yang telah dia beli dengan dana bantuan sosial (bansos) dari Pemkot Solo.</p><p>Hingga sekarang bangunan rumah baru Yatno belum juga jadi. Yatno pun masih tinggal di ruang terbuka. Dia menempati tanah milik tetangganya yang telah dilengkapi atap namun belum diberi tembok.</p><p>Yatno dan anaknya tak menempati rumahnya sendiri karena belum beratap. Dia juga belum bisa menyelesaikan pembangunan tembok rumah karena tak memiliki uang. Dana bansos dari Pemkot senilai Rp34,2 juta habis hanya untuk membeli tanah, mengurus sertifikasi tanah, dan membangun fondasi rumah. Sementara bangunan rumah mesti ditanggung sendiri oleh warga.</p><p>Lantaran tak memiliki uang, Yatno tak bisa membeli bahan material maupun membayar pekerja sekarang. Dia mengerjakan sendiri proses pembangunan rumahnya. Bahan material untuk membangun rumah baru itu dari bahan material bekas rumah lama di<a title="Bakal Hidup Siang Malam, Begini Gambaran Lansekap Taman Bantaran Kali Anyar Solo" href="http://soloraya.solopos.com/read/20171219/489/878286/bakal-hidup-siang-malam-begini-gambaran-lansekap-taman-bantaran-kali-anyar-solo"> bantaran Kali Anyar </a>&nbsp;yang telah dibongkar.</p><p>Sementara untuk semen dan pasir, Yatno hanya bisa membelinya sedikit demi sedikit. Hal itu jelas bakal mempengaruhi lama waktu pengerjaan rumah barunya. Namun, dia tak punya pilihan lagi. Yatno mengaku siap untuk terus-terusan tidur kedinginan sampai rumahnya jadi.</p><p>"Pokoknya saya harus semangat terus. Saya masih punya tanggungan satu anak yang belum menikah. Maka dari itu, saya ingin bisa menyelesaikan proses pembangunan rumah ini agar dia bisa tinggal nyaman," kata Yatno saat ditemui <em>Solopos.com</em> di tempat relokasi warga Nusukan di timur TPA Putri Cempo, Mojosongo, Kamis.</p><p>Yatno tak bisa mengharapkan bantuan uang dari kelima anaknya yang lain mengingat mereka juga hidup pas-pasan bahkan cenderung kurang. Yatno kini hanya bisa berharap pada bantuan pemerintah lagi.</p><p>Dia memohon kepada pemerintah agar bisa memberinya modal tambahan untuk menyelesaikan proses pembangunan rumah baru. Pemerintah, kata dia, diharapkan paling tidak bisa menggratiskan pemasangan instalasi listik bagi warga terdampak proyek yang tergolong miskin.</p><p>Yatno menyebut warga sedikitnya butuh dana sekitar Rp1,5 juta untuk pemasangan instalasi listrik di rumah. "Kalau masalah air, saya sementara masih bisa menumpang di rumah tetangga atau MCK umum. Yang saya khawatirkan itu nanti setelah rumah ini jadi, listriknya bagaimana? Saya tidak punya uang untuk pasang listrik," jelas Yatno.</p><p>Ketua II Pokja Relojasi Warga Nusukan, Misno, mengatakan baru ada 23 rumah di tanah relokasi yang dibangun dan ditinggali warga terdampak proyek Penanganan Banjir Kota Solo Paket 3. Sementara 48 warga lain belum tinggal di sana.</p><p>Beberapa di antaranya bahkan belum mulai sama sekali membangun rumah baru di timur TPA Putri Cempo tersebut. Dia menduga warga belum selesai membangun rumah karena terkendala dengan masalah dana.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya