SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Para pembaca budiman, menjadi pribadi yang bermutu adalah dambaan setiap orang yang ingin maju dalam kepribadiannya. Salah satu ciri pribadi yang bermutu adalah pribadi yang semakin setia pada pilihan hidupnya; termasuk dalam hal ini memilih Allah sebagai jaminan kehidupan.

Dalam perayaan Ekaristi Minggu Biasa ke-21 liturgi Gereja Katolik, umat diajak merenungkan Sabda Tuhan dari kitab Yosua 24:1-2.15-17.18b dan Injil Yohanes 6:60-69. Kedua bahan itu mengajak merenungkan kembali mengenai pilihan dan kesetiaan kita dalam beriman kepada Tuhan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengalaman Yosua dalam mendampingi dan memimpin umat Perjanjian Lama menunjukkan bahwa kesetiaan selalu memerlukan pembaruan terus-menerus melawan kecenderungan umat manusia untuk ingkar dari kesetiaan yang telah dicanangkannya.

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam Yosua 24 dikisahkan umat yang berkumpul di Sikhem untuk ditantang kembali setia memilih Yahwe atau meninggalkan Yahwe, Tuhan mereka. Yosua menantang mereka untuk tetap memilih Yahwe atau allah yang lainnya. Rupa-rupanya umat pada saat itu berusaha untuk membarui janji kesetiaan mereka. Mereka menjawab: ”Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain. Sebab Tuhan, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan dan yang telah melakukan tanda-tanda mukjizat yang besar di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh dan di antara semua bangsa yang kita lalui”. Dengan jawaban itu mereka mau menegaskan bahwa jatidiri sebuah bangsa terletak pada kesetiaannya  kepada Yahwe, Allah mereka. Kesetiaan itu mereka bangun berdasarkan pada pengalaman dikasihi Yahwe; pengalaman dibebaskan dari perbudakan Mesir.

Bacaan injil Minggu ini memberikan wawasan senada dengan kitab Yosua tersebut. Injil  memuat dialog guru dan murid, antara Yesus dan para pengikut-Nya. Bacaan injil mengisahkan
bahwa semakin menjadi pengikut Kristus yang sejati semakin dituntut untuk teguh dalam membangun kesetiaan.

Yesus ingin agar para pengikutNya memiliki kekokohan dalam memilih Dia sebagai landasan hidup. Semakin tuntutan dirasakan berat maka semakin teruji motivasi para pengikut. Hal itu nampak dari kenyataan bahwa semakin berat tuntutan Yesus semakin sedikit yang mengikuti Dia. Dalam situasi seperti itu sikap tegas Yesus sebagaimana tampak dalam pertanyaan kepada para rasul ”Apakah kamu tidak mau pergi juga?” merupakan suatu tantangan (= tantingan) bagi para rasul apakah mereka akan tetap mengikuti Yesus atau tidak. Jawaban Simon Petrus menarik untuk direnungkan yakni: ”Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; …” Apa arti kata-kata ’Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal”? Di balik ungkapan itu rupanya mau diungkapkan bahwa Yesus lewat kata-kata-Nya yang diwujudkan dalam tindakan telah menghadirkan Allah di tengah-tengah mereka.

Maka perkataan Yesus adalah perkataan yang hidup bahkan hidup kekal. Para murid yang peka hatinya akan sampai pada pengalaman bahwa berjumpa dengan Yesus berarti berjumpa dengan Allah. Maka Petrus lalu berkata: ”Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah yang Kudus dari Allah”. Simon Petrus telah melihat dan mengalami Firman Allah yang telah menjadi manusia.

Lewat kata dan tindakan Yesus kasih Allah sungguh dirasakan dalam kehidupan. Belajar dari pengalaman umat Perjanjian Lama tersebut kita bertanya diri apakah peribadatan kita selama ini sebagai usaha membangun relasi dengan Tuhan kita dasarkan pada pengalaman dikasihi Allah? Atau peribadatan hanya sekedar rutinitas kewajiban semata? Pengalaman dibebaskan dari perbudakan dosa atau pengalaman ditebus semestinya menjadi dasar kita beribadah.

Pengalaman akan kasih Allah itu akan makin membantu proses membangun kesetiaan kepada Allah. Kesetiaan  kepada Allah itu bisa kita wujudkan menurut panggilan kita masing-masing. Misalnya kesetiaan suami isteri kristiani berhadapan dengan arus zaman yang menawarkan keterpecahan  relasi suami-isteri; kesetiaan seorang pelajar untuk belajar dengan tekun demi masa depan berhadapan dengan semangat instan dalam belajar; kesetiaan untuk menabung berhadapan dengan budaya konsumerisme, dan sebagainya.

Akhirnya menjadi tantangan bagi kita bahwa dalam ekaristi dan peribadatan lain saat Sabda Allah dibacakan, apakah kita sungguh merasakan disapa Yesus Kristus sehingga kita berseru seperti Petrus: ”Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah”. Dari situ kita menjadi semakin yakin dan setia akan pilihan kita: Yesus Juru Selamat kita. Selamat merenungkan. Tuhan membekati. Amin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya