SOLOPOS.COM - Subandi SH MH (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Subandi SH MH (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Target Kementerian Dalam Negeri merealisasikan pelayanan penerbitan kartu tanda penduduk elektronik e-KTP) per 18 Agustus di 197 Kabupaten/ Kota se-Indonesia terlambat. Hal ini mengundang banyak kritikan atas kepastian penyelesaian program kependudukan nasional dalam 100 hari yang telah ditargetkan. Tulisan ini dimaksudkan dapat memberikan tambahan gambaran informasi atas problema pelayanan e-KTP di daerah, sehingga para pihak yang berkepentingan dapat memahami dan mengambil langkah demi tercapainya target pelayanan e-KTP.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mengacu Surat Menteri Dalam Negeri No 471.13/2927/SJ bertanggal 29 Juli 2011 tentang Pemberitahuan Jadwal Pengiriman Perangkat KTP Elektronik dan Pelayanan Penerbitan e-KTP, semestinya paling lambat 15 Agustus distribusi perangkat e-KTP sudah kelar dan pada 18 Agustus awal dimulai pelayanan e-KTP bagi 67 juta warga wajib ber-KTP.

Bagaimana realisasinya? Alih-alih pelayanan e-KTP, alat pun belum terdistribusi di titik pelayanan (kecamatan dan dinas). Pertanyaannya, bukankah batas limitatif hari pelayanan e-KTP seperti tertuang dalam Surat Menteri Dalam Negeri No 471.13/2927/SJ telah diperhitungkan dengan seksama, mengingat akan berimplikasi pada daerah dan masyarakat?

Ekspedisi Mudik 2024

Impor dari AS
Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari beberapa pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, belanja barang untuk pengadaan perangkat e-KTP (jaringan, server, router, komputer perekam foto, sidik jari, tanda tangan dan iris mata dan penyediaan blangko e-KTP) di 197 kabupaten/Kota kurang lebih senilai Rp 6,7 triliun yang mengacu mekanisme ketentuan lelang pengadaan barang. Sesuai Peraturan Presiden No 54/2010, distribusi barang menjadi tanggung jawab pihak ketiga (konsorsium) sebagai pemenang lelang. Sementara, penjelasan yang saya peroleh dari penyedia barang menyatakan molornya distribusi perangkat e-KTP ke daerah selain karena perangkat e-KTP harus diimpor langsung dari Amerika Serikat, juga karena pembatasan kuota impor atas perangkat e-KTP.

Sesuai ketentuan impor-ekspor tersebut, jumlah perangkat e-KTP tidak dapat didatangkan dalam waktu bersamaan yang mengakibatkan target waktu distribusi perangkat e-KTP ke daerah mundur. Dampaknya, 197 pemerintah kabupaten/kota prioritas penerapan sistem penerbitan e-KTP pada 2011–termasuk Kota Solo– harus menyusun ulang jadwal hari pelayanan e-KTP dan dihadapkan persoalan batasan waktu 100 hari penyelesaian pelayanan e-KTP.

Penyelesaian pelayanan e-KTP dalam 100 hari menuntut aparat daerah bekerja ekstra keras agar e-KTP tidak menjadi beban keuangan daerah. Bila limit waktu yang ditetapkan pemerintah pusat tidak dapat dipenuhi, pemerintah pusat menyerahkan segala konsekuensi pelayanan penerbitan e-KTP seperti penyediaan blangko e-KTP-–nilainya sekitar Rp 23.000 / lembar– menjadi beban APBD kabupaten/kota.

Kengototan pemerintah pusat untuk merealiasaikan penerapan e-KTP dalam 100 hari bagi 67 juta orang di 197 kabupaten/kota didasarkan pada: pertama, penerapan e-KTP merupakan amanat UU No 23/2006 yang mewajibkan pemerintah menyelesaikan pencetakan KTP dengan ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman data elektronik kependudukan. Selain itu, Perpres No 26/2009 menyatakan penerapan e-KTP harus dilaksanakan paling lambat akhir 2011.
Kedua, sesuai hasil uji coba teknis, perangkat e-KTP tersebut dapat menyelesaikan proses perekaman data dalam pelayanan e-KTP untuk setiap orang wajib KTP hanya dalam waktu lima menit.

Dengan perhitungan lima menit per orang wajib KTP, dengan ketersediaan satu unit perangkat e-KTP/15.000 wajib KTP/100 hari, maka 67 juta wajib KTP di 197 kota/kabupaten dapat dicakup dalam program ini. Pertanyaannya, sesimpel itukah perhitungan angka 100 hari penerapan e-KTP?

Perhitungan penyelesaian pelayanan e-KTP dalam 100 hari selayaknya tidak hanya didasarkan pada perhitungan secara matematis, lima menit/orang wajib KTP. Berdasarkan uji coba atas perangkat e-KTP oleh daerah dalam kegiatan bimbingan teknis operator e-KTP, perhitungan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni online jaringan dengan pusat, kompetensi operator dan keterampilan wajib KTP sendiri.

Dalam posisi jaringan tidak ada gangguan (online), kompetensi operator baik dan wajib KTP memiliki keterampilan dan tidak gagap teknologi, proses pelayanan e-KTP-– dari pendaftaran, rekam foto, sidik jari, tanda tangan, hingga rekam iris mata-–bisa diselesaikan dalam waktu lima menit.

Namun, dalam uji coba tersebut juga ditemukan fakta apabila terjadi gangguan teknis atas perangkat e-KTP baik yang disebabkan oleh operator maupun diri wajib KTP, membutuhkan waktu cukup lama, berkisar 6-8 menit. Di samping itu, perhitungan 100 hari juga ditentukan oleh ketepatan tanggal dan jam pelayanan serta kehadiran wajib KTP di tempat pelayanan (kecamatan). Konsep pelayanan e-KTP menggunakan perhitungan jam dan hari pelayanan. Bila tingkat kehadiran wajib KTP di titik pelayanan e-KTP tidak sesuai dengan tanggal dan jam pelayanan, pada waktu tertentu akan terjadi kekosongan pelayanan dan pada jam lain terjadi penumpukan pelayanan, yang semua itu akan mempengaruhi batasan lima menit penyelesaian pelayanan e-KTP untuk setiap orang.

Melihat peta problema pelayanan e-KTP tersebut, pemerintah pusat seharusnya segera memberikan kepastian kedatangan perangkat e-KTP di daerah dan revisi jadwal kepastian dimulainya pelayanan e-KTP. Kepastian tersebut penting, supaya daerah tidak dihadapkan pada kebingungan, karena pelayanan e-KTP di daerah sangat tergantung ketersediaan perangkat e-KTP dari pusat.

Di samping itu, dengan kepastian tersebut akan dapat memberikan keyakinan kepada DPRD kabupaten/kota dalam memberikan persetujuan pemberian anggaran penerapan e-KTP dalam APBD Perubahan karena seluruh pemerintah kabupaten/kota mengajukan alokasi anggaran e-KTP dalam APBD Perubahan 2011. Bagaimana pengajuan anggaran e-KTP akan disetujui DPRD dalam APBD Perubahan bila alat dan jadwal pelayanan tidak pasti sementara waktu penyerapan anggaran APBD Perubahan tinggal 3,5 bulan?

Jangan tutup mata
Sementara terkait persoalan penyelesaian 100 hari pelayanan, selayaknya pemerintah pusat tidak tutup mata. Artinya, limit waktu tersebut harus dijadwalkan ulang, mengingat jadwal pelayanan juga mengalami pengunduran. Bila tidak dilakukan penjadwalan ulang, beban APBD kabupaten/kota akan bertambah berat karena selain harus mengalokasikan anggaran-– sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 471.13/4141/SJ bertanggal 13 Oktober 2010–penyediaan ruang pelayanan, catu daya listrik, mobilisasi penduduk, SDM operator dan honorarium juga harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan blangko e-KTP bagi wajib KTP yang belum terlayani pada 2011.

Dengan kata lain keberhasilan pelaksanaan e-KTP selayaknya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah daerah. Kesiapan pemerintah pusat dan peran aktif publik selaku penerima layanan sangat dibutuhkan. Dengan terbangunnya sinergi kinerja pemerintah dan partisipasi publik, saya yakin e-KTP dapat terselesaikan dengan baik. Semoga.

Subandi, Kasi Identitas Penduduk Dispendukcapil Kota Solo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya