SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Tekanan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini di samping terus menimbulkan keprihatinan secara kolektif tentu juga memberikan banyak pelajaran berharga bagi setiap orang. Salah satu pelajaran berharga itu adalah tuntutan adaptasi dalam perilaku pribadi maupun interaksi sosial.

Perilaku selamat dan menyelamatkan menjadi orientasi dasar dalam ”mengarungi hidup” eksis pada masa pandemi dan setelahnya. Proses adaptasi akan berhasil dengan kata kunci membangun literasi. Jauh sebelum kedatangan “pasukan Covid-19” di permukaan bumi, membangun literasi merupakan semangat peradaban.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Perilaku yang terliterasi tentu menjadi idaman seluruh masyarakat maju di berbagai bangsa di belahan dunia. Formula literasi ditetapkan sebagai target pencapaian perilaku individu dan kolektif. Pada saat kehidupan dalam situasi “normal”, urusan literasi terkadang sering dipinggirkan.

Acap kali dianggap sesuatu yang layak diabaikan dan tertutup oleh urusan-urusan lain. Kini, sengatan pandemi yang berkonsekuensi pada situasi yang serius mendorong setiap individu intensif mendekati hal-hal yang berhubungan dengan literasi. Salah satunya adalah literasi fisik atau physical literacy.

Frasa literasi fisik atau physical literacy belakangan ini menjadi sesuatu yang populer di masyarakat dunia. Sebenarnya bukan “barang baru” karena sudah menjadi rumusan kompetensi dan orientasi yng secara formal dititipkan dalam kurikulum sekolah formal.

Frasa ini menjadi seolah-olah sebagai hal baru tatkala euforia perhatian publik dunia mengerucut pada tiga wawasan perilaku individu dan masyarakat global. Tiga wawasan dan perilaku global itu meliputi harapan segera ditemukannya vaksin Covid-19, menerapakan protokol kesehatan WHO dalam kehidupan sehari-hari, dan mengupayakan imunitas.

Terdapat dua hal yang terkait sangat kuat dengan literasi fisik. Dua hal tersebut adalah wawasan dan perilaku menerapkan protokol kesehatan WHO serta berbagai ikhtiar yang lahir untuk mengupayakan imunitas yang tepat dan benar dalam konsep literasi fisik.

Konsep

Kendati esensinya telah dikenal cukup lama oleh masyarakat dunia, definisi secara formal physical literacy dikenal masyarakat dunia baru pada tahun 2014. Physical literacy is the motivation, confidence, physical competence, knowledge, and understanding to value and take responsibility for engagement in physical activities for life (The International Physical Liiteracy Association, 2014).

Setidaknya ada lima komponen besar yang ada di dalam literasi fisik yang menjadi sebuah kesatuan paket yang tak bisa dipisahkan. Empat komponen tersebut yakni berada dalam ranah afektif, psikomotorik, kognitif, perilaku sosial, dan partisipasi sepanjang hayat.

Lima komponen tersebut selama ini mungkin diimplementasikan secara tidak utuh, dipecah-pecah, dan dipilih-pilah sebatas pada wujud perilaku kejasmaniahan (physical competence) lingkup sempit. Pertama, ranah sikap (afektif) ditempatkan di bagian depan dari formula literasi fisik tentu memiliki arti yang khas.

Setidaknya motivasi dan juga rasa percaya diri merupakan orientasi yang diprioritaskan. Aktivitas secara jasmaniah hanya merupakan alat atau kendaraan agar setiap orang menumbuhkan motivasi dan membangun rasa percaya diri yang proporsional.

Motivasi dan rasa percaya diri merupakan modal terpenting dalam menghadapi situasi apa pun, terlebih pada situasi darurat karena tekanan pandemi. Aktivitas jasmaniah yang berupa aktivitas cabang olahraga tertentu atau aktivitas yang noncabang olahraga dipastikan wajib mengantarkan pada terbentuknya nilai motivasi dan rasa percaya diri.

Suatu paket soft skill yang ditransfer dari situasi bermain ke situasi kehidupan yang lebih luas. Kedua, kompetensi psikomotorik-kejasmaniahan (physical competence) merupakan keterampilan unik dalam tataran literasi fisik berhubungan dengan keterampilan dan pola gerak aktivitas jasmaniah.

Aktivitas apa pun yang dipilih wajib untuk mengembangkan dan menumbuhkan gradasi keterampilan dasar motorik. Berjalan, berlari, melompat, melempar, menangkap adalah aksentuasi kejasmaniahan yang merupakan ekspresi lahir untuk mendinamisasi simfoni aspek fisik, mental, dan sosial.

Kompetensi kejasmaniahan dapat direpresentasikan dari kualitas skill saat memakai masker yang benar dan standar mencuci tangan. Kompetensi ini juga berhubungan dengan skill mengatur fungsi spasial dalam membuat jarak aman dalam physical distancing atau penjarakan fisik. Kecerdasan kinestetik berhubungan dengan indra posisi diri terhadap orang lain, termasuk sense of distance.

Ketiga, komponen kognitif mulai dari literasi dasar pengetahuan, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, hingga kognitif tertinggi yakni metakognisi. Ranah kognitif tidak ditumbuhkan secara terpisah dari physical activities, tetapi diramu dan diintegrasikan.

Sepanjang Hayat

Kesalahan umum yang telanjur lazim adalah memisahkan antara pengetahun sebagai pelajaran teori dan aktivitas fisik sebagai pelajaran praktik. Kedahsyatan modal kognitif sangat berguna dalam masa pandemi karena untuk meluruskan berbagai perilaku yang menyimpang.

Orang berperilaku sesuai dengan apa yang diketahui. Misalnya, protokol kesehatan itu sepaket: memakai masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan dengan sabun. Faktanya masih banyak orang yang berpengetahuan bahwa berkerumun itu tidak masalah yang penting pakai masker dan ke mana-mana membawa hand sanitizer.

Keempat, perilaku sosial yang diikat oleh nilai tanggung jawab untuk saling menyelamatkan. Rule of the games merupakan sebuah acuan normatif yang menjadi ”regulasi” dalam berinteraksi sosial dalam situasi permainan olahraga. Ada aturan dan ada sanksi bagi yang melanggar aturan agar segala sesuatunya berjalan secara fairplay.

Kecerdasan dalam relasi sosial memang harus dibentuk dalam proses yang meliterasi dalam interaksi sosial. Ketidakpatuhan memakai masker di tempat umum dan terbuka masih menjadi pemandangan lazim di masyarakat kita sehingga harus diberi sanksi berupa denda dan hukuman lain.

Hal ini menunjukkan persoalan kecerdasan dalam relasi sosial yang bersifat imbauan sering diabaikan karena berbagai dalih. “Maskerku melindungimu, maskermu melidungiku” menjadi ajakan mulia yang direspons terbalik saat kecerdasan interaksi sosial belum terbentuk di masyarakat.

Kelima, partisipasi aktif jasmaniah sepanjang hayat menjadi orientasi dari literasi fisik. Individu dan komunitas yang bergaya hidup aktif secara jasmaniah menjadi tujuan utama. Budaya aktif jasmaniah sepanjang hayat sebagai pertanda keberhasilan menjauhkan dari budaya in-active sedentair.



Imunitas secara perorangan maupun kolektif, secara fisik, mental, sosial adalah sesuatu yang tumbuh subur terpelihara di bumi masyarakat yang berhasil dalam program bersama literasi fisik. Pertanyaannya: menunggu sampai kapan lagi untuk membumikannya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya