SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tom, siswa kelas 11 yang mengulang karena tidak naik, dikenal oleh teman-temannya karena sering berurusan dengan pamong urusan disipliner, dikenal oleh para guru karena sering mangkir atau memprovokasi teman-temannya membikin ulah. Tempo hari ketika ujian pementasan drama monolog, dia tampil serius dan naskah yang dibuatnya pun tergolong orisinal. Namun, guru tidak serta-merta memberikan nilai yang bagus kepadanya.

Terhadap siswa seperti Tom, meminjam istilah Alex Shirran dalam Evaluating Students (2008), guru tidak mudah untuk menghindari efek ‘halo’ yakni kecenderungan untuk menaikkan angka, hanya karena seorang siswa memberikan kesan baik, bukan berdasarkan kualitas pekerjaannya. Efek ‘garu’ (garpu rumput) yakni menurunkan angka siswa berdasarkan kesan negatif, bisa jadi disebabkan oleh perilaku negatif sebelumnya.
Nilai rendah untuk pekerjaan baik yang dihasilkan siswa, oleh guru telah dijadikan hukuman. Jika guru harus menilai semua pekerjaan siswa secara adil dan konsisten, akan sulit mencari alasan pembenar untuk nilai rendah yang diberikan. Jika sikap tidak disebutkan sebagai satu kriteria penilaian untuk pekerjaan siswa, maka perilaku mengganggu tidak bisa dipakai untuk tujuan evaluasi.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Fakta di dalam kelas ada siswa yang disukai dan yang tidak disukai guru. Guru yang memberikan angka lebih
tinggi kepada siswa berdasarkan perasaan dan kesan pribadinya berlawanan dengan banyak guru yang menurunkan angka mepet siswa, andai saja perilaku negatif siswa meninggalkan kesan tidak menyenangkan
dalam pikiran guru. Misalnya, datang telat, suka clekopan di kelas, atau berpakaian semau sendiri. Kriteria Demi memberikan angka yang konsisten dan taat azas, guru bisa menyiapkan kriteria atau rambu-rambu penilaian ketika memberikan tugas. Acapkali, karena biasa me ngajar, apalagi dengan penga laman berdiri di depan kelas bertahun-tahun, para guru abai memberitahu perihal tuntutan yang harus dipenuhi siswa.

Guru mesti menginformasikan kepada siswa mengenai jawaban dan kualitas pekerjaan yang diharapkan. Ramburambu juga memberikan acuan kepada guru ketika akan menerakan angka. Jika guru membiasakan dan menyosialisasikan setiap rambu-rambu penilaian kepada siswa (orang tua siswa), siswa akan menunjukkan kemajuan berpikir dan kualitas pekerjaan. Kemajuan kualitas pekerjaan saya saksikan pada mahasiswa dalam sebuah kelas perkuliahan. Hasil ujian pertama menunjukkan lima puluh persen memperoleh nilai cukup.

Pembahasan hasil pekerjaan beserta tuntutannya mengakibatkan kemajuan pesat pada hasil ujian kedua. Tujuan ujian atau tugas untuk siswa bukan untuk menjebak atau membingungkan, tetapi mengukur pemahaman dan pengetahuan. Lewat sosialisasi, guru pun mempunyai sarana untuk mengontrol kerumitan soal yang diberikan. Sekadar contoh, ada orang tua siswa yang mengajukan keberatan kepada kepala sekolah mengenai soal-soal ujian guru sejarah. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas sang guru selalu menyampaikan materi pelajaran yang bersifat hafalan. Kegiatan siswa adalah menghafal dan menghafal. Namun, soalsoal yang diujikan menghendaki analisis kritikal dan penalaran logis. Sebaliknya bisa terjadi, pembelajaran dari guru berisi analisis banyak teks, tetapi soal-soal yang disajikan bersifat hafalan belaka.

Artinya, guru pun tidak boleh mengevaluasi apapun yang tidak pernah diajarkan kepada siswanya Untuk para guru di sekolah menengah acapkali mematok tuntutan sebegitu tinggi untuk hasil pekerjaan siswanya. Artinya, perlu diperhitungkan oleh para guru, yang dihadapinya adalah anak-anak dengan tingkatan berpikir anak-anak juga, bukan sarjana kecil atau master kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya