SOLOPOS.COM - Arini Yogi Utami, Mahasiswa Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (JIBI/FOTO/Istimewa)

Arini Yogi Utami, Mahasiswa Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (JIBI/FOTO/Istimewa)

Mengajari anak-anak berhitung memang bagus, tapi yang terbaik adalah mengajari mereka apa yang perlu diperhitungkan (Bob Talbert).

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

 

Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Gambaran manusia yang hendak dicapai adalah manusia yang berkarakter, bermoral, sebagai insan dan berguna bagi manusia lain (Driyarkara). Namun, pada kenyataannya proses memanusiakan manusia ini masih belum terwujud karena ketimpangan dalam proses akibat kesalahan sistem yang diterapkan. Akhirnya terjadi ketimpangan dalam proses pendidikan yang menghasilkan proses sosialisasi yang tidak sempurna.

Sistem pendidikan di negara berkembang—termasuk di negeri kita–masih sangat bersifat konsumtif dan adaptif dengan negara maju. Pada negara berkembang seperti Indonesia, saat ini semua masyarakat tanpa memandang kelas maupun jabatan  menganggap seakan semua yang ada di negara maju harus diikuti dan diterapkan di negara kita agar kita mampu bertahan, begitu pun sistem pendidikan. Akhirnya semua sistem lebih mengedepankan perkembangan teknologi dan kecerdasan intelektual tanpa mengedepankan potensi manusia secara keseluruhan. Alhasil, output dari sistem itu memunculkan manusia yang serakah, menghalalkan segala cara dan mengikuti gaya hidup yang hedonis dan serba instan.

Ketika hal ini terjadi, di tengah globalisasi yang sedang berkembang, kita akan mengingat kembali teori seleksi alam Darwin bahwa hanya yang dapat beradaptasi dan yang menguasai lingkunganlah yang akan tetap eksis di dunia. Yang menjadi persoalan, ada ketimpangan  antara negara berkembang dan negara maju. Ketimpangan ini hingga kini belum bisa ditemukan titik terang solusinya.

Apakah sebuah negara akan bertahan tanpa sebuah identitas yang kuat? Sistem pendidikan kita yang seharusnya suatu  proses humanisasi pada kenyataanya terhenti menjadi proses  akademisasi yang hanya mengejar standar nilai dan teknologi saja. Pendidikan sebagai proses humanisasi itu tergambar dalam tiga gagasan Ki Hajar Dewantara yaitu di depan menjadi teladan, di tengah membangun dan di belakang memberi dukungan. Intisari dan tafsir atas tiga konsep ini kini telah diabaikan.

Ini sebuah masalah yang hingga kini belum terjawab. Faktor pentingnya adalah gaya hidup kita yang  akomodatif terhadap negara maju dan yang berkuasa adalah yang menentukan kebijakan dan proses. Pendidikan kita masih disetir oleh orang-orang tertentu yang belum tergerak mewujudkan esensi pendidikan yang sebenarnya, tapi masih membawa idealisme pribadi masing-masing.

Saat ini Indonesia dan sistem pendidikan kita sedang memasuki tahap awal dari titik terang. Sistem kurikulum pendidikan karakter yang diterapkan dengan memasukan nilai kemanusiaan pada setiap mata pelajaran mungkin dapat menjadi solusi dari masalah pendidikan kita. Pendidikan karakter yang konsekuen akan menjadi titik terang di tengah model dan sistem pendidikan kita yang sedang gencar membangun prestasi akademik dan teknologi, tetapi lambat laun meninggalkan karakter bangsa dan citra diri negara kita.

 

Makna Hakiki

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Pendidikan karakter ini diterapkan dan dimasukkan dalam rencana pembelajaran yang disusun oleh setiap guru dan semua mata pelajaran agar penekanan karakter dapat terbangun di setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini tentunya guru harus sangat memahami bagaimana agar tujuan pendidikan karakter ini dapat terealisasi dengan baik.

Kemerdekaan adalah kebebasan berkreativitas, berkarya dan berpendapat bagi rakyat. Tidak ada lagi pengharusan yang menindas dan memaksa. Yang harus dikembangkan adalah memberi arahan dan motivasi dan membuat seseorang dapat mengembangkan potensinya dengan bebas.

Dengan menerapkan dan membentuk karakter pada tiap mata pelajaran, seperti tanggung jawab, mandiri, cinta tanah air, inovatif, kreatif, toleransi, religius dan lain sebagainya setiap hari kepada siswa, para siswa akan terbiasa dan nilai-nilai karakter tersebut lambat laun terinternalisasi.

Kita harus berusaha mempertahankan sistem ini jika ingin menjadi negara yang benar-benar merdeka, tidak lagi dijajah secara halus melalui budaya yang tidak terkontrol dan melunturkan  jati diri bangsa. Melalui pendidikan karakter kita akan menjadi bangsa yang beridentitas dan berkarakter kuat, tidak mudah digoyahkan solidaritas dan persatuannya. Yang lebih penting lagi adalah pendidikan yang mampu mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan. Dengan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, kita dapat melepaskan diri dari keruntuhan moralitas bangsa.

Selain proses memanusiakan manusia, pendidikan juga sebuah proses pembudayaan. Masyarakat harus membentuk identitasnya sendiri. Kita harus  mempertahankan apa yang telah kita miliki. Untuk mewujudkannya kita harus  membangun  pengetahuan tentang kebudayaan pada sektor pendidikan, berlatih membangun potensi yang kita miliki dan membangun hubungan-hubungan dan sistem nilai komunitas yang baik dan berkeadilan.

Indonesia negara berideologi Pancasila, berketuhanan dan kaya akan budaya. Jika hal itu kita pegang teguh dalam pembenahan bangsa dan kita internalisasikan dalam pendidikan, kita akan menjadi masyarakat yang utuh, solid dan mampu menguasai negara kita sendiri. Pada masa mendatang kita bersama mampu untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa dalam menghadapi globalisasi dan menjadi negara yang kuat dalam dunia yang tak bersekat.

Kini, para pendidik maupun calon pendidik harus bersiap-siap menjadi pendidik yang cerdas dan berkarakter untuk menjadi teladan anak  didik. Calon pendidik dan para pendidik harus berusaha mengembangkan  kemampuan afektif dan kognitif  siswa serta memberikan ruang bagi siswa untuk mengaktualisaikan diri dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.

Harapannya agar mereka dapat memiliki  motivasi mengembangkan diri yang baik  dan hubungan interpersonal  yang baik. Hasilnya, siswa akan mempunyai  karakter yang baik dan berguna dalam kehidupan umum, menjadi manusia yang seutuhnya sehingga mencapai tataran memanusiakan manusia. Membentuk karakter  bangsa  adalah menciptakan sebuah kemerdekaan yang hakiki.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya