SOLOPOS.COM - Joko Suliyono/Istimewa

Solopos.com, SOLO -- Meledaknya kasus PT Asuransi Jiwasraya merupakan pukulan telak bagi industri jasa asuransi di Indonesia. Jiwasraya bukan merupakan asuransi swasta, melainkan badan usaha milik negara (BUMN. Investasi pada aset high risk demi mengejar high return tanpa diimbangi prinsip kehati-hatian adalah biang keladi permasalahan yang membelit perusahaan ini.

Perusahaan menderita ekuitas negatif senilai Rp27,24 triliun. Aset perusahaan tercatat hanya Rp23,26 triliun. Sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Perusahaan juga mencatatkan kerugian senilai Rp15,89 triliun per September 2019. Perusahaan masih membutuhkan dana Rp32,89 triliun agar risk based capital mencapai batas minimum 120%. Aroma dugaan korupsi menambah pelik permasalahan perusahaan asuransi ini.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Tidak seperti di negara maju yang masyarakatnya menjadikan asuransi menjadi salah satu kebutuhan primer, seperti di Jepang yang hampir semua penduduk usia produktif memiliki asuransi, di negara kita asuransi masih belum menjadi hal yang dikenal masyarakat. Tidak paham produk dan manfaatnya, klaim susah, buang-buang uang, belum butuh bahkan takut ditipu menjadi beberapa alasan mengapa masyarakat enggan membeli asuransi.

Menurut survei World Bank, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Minimnya tingkat literasi dan edukasi dari pemerintah menjadi salah satu penyebab tidak begitu dikenalnya asuransi. Jika dikaji lebih dalam, asuransi merupakan salah satu sarana perencanaan keuangan yang penting untuk masa depan dilihat dari sisi proteksi maupun investasi.

Secara umum asuransi di Indonesia terdiri dua jenis, yakni asuransi konvensional dan asuransi syariat. Berbagai produk asuransi di Indonesia saat ini mayoritas merupakan asuransi konvensional. Asuransi syariat adalah asuransi yang menerapkan sistem tabarru atau prinsip tolong-menolong di antara para peserta. Pelaksanaan dan regulasi asuransi syariat diawasi oleh Dewan Pengawas Syariat.

Saat ini ada banyak perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai jenis produk. Dilihat dari produk, ada beberapa jenis asuransi yang dapat dipilih, antara lain asuransi jiwa, kesehatan, kendaraan, properti, pendidikan, dan bisnis.

Di antara produk-produk tersebut, asuransi jiwa dan kesehatan menjadi produk yang paling banyak dibeli oleh peserta asuransi. Rendahnya literasi keuangan masyarakat tentang asuransi dan meledaknya kasus Jiwasraya merupakan dua tantangan besar bagi perusahaan asuransi di Indonesia saat ini agar dapat terus tumbuh dan berkembang.

Peluang bagi Perusahaan Asuransi

Bagaimana meyakinkan masyarakat untuk membeli asuransi setelah melihat fakta bahwa asuransi sekelas Jiwasraya yang notabene adalah badan usaha milik negara pun akhirnya kolaps dan meninggalkan banyak kebobrokan?

Itulah pekerjaan besar bagi perusahaan asuransi. Kabar baiknya, dengan dukungan teknologi saat ini ketika masyarakat dapat mengakses berbagai informasi dengan cepat dan juga faktor masyarakat di Indonesia yang sedang mengalami growing middle class merupakan peluang tersendiri bagi perusahaan asuransi.

Masyarakat yang kelebihan dana mulai berpikir ke mana mereka akan menginvestasikan dana untuk kebutuhan masa depan. Peluang ini harus ditangkap oleh perusahaan asuransi demi kelangsungan bisnis. Kasus yang menimpa Jiwasraya pastilah memunculkan banyak kekhawatiran bagi masyarakat, terlebih bagi yang masih awam.

Mereka bisa jadi menjadi ragu atau bahkan semakin antipati dengan asuransi. Memahamkan masyarakat memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Sosialisasi, edukasi, dan promosi bisa menjadi beberapa alternatif untuk lebih mengenalkan asuransi kepada masyarakat.

Kasus Jiwasraya akan memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat, yaitu bagaimana cara mudah dalam memilih asuransi yang bagus? Apa yang harus diperhatikan sebelum memutuskan membeli? Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli produk asuransi.

Pertama, pastikan perusahaan asuransi yang dipilih terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan data OJK saat ini ada 76 perusahaan asuransi umum, 50 perusahaan asuransi jiwa, enam perusahaan reasuransi, tiga perusahaan asuransi wajib, dan dua perusahaan asuransi sosial.

Kedua, cermati solvabilitas perusahaan. Tingkat solvabilitas perusahaan asuransi mencerminkan kemampuan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang, termasuk seberapa mampu perusahaan membayar klaim atas polis peserta asuransi yang terjadi beberapa tahun ke depan (Raudhotul & Ely, 2019).

Tingkat solvabilitas dinilai menggunakan risk based capital (RBC). Batas minimum RBC perusahaan asuransi adalah 120%. Semakin besar RBC maka semakin baik pula performa perusahaan tersebut. Ketiga, perhatikan pertumbuhan aset dan laba bersih perusahaan. Salah satu ciri perusahaan yang sehat dan kuat adalah selalu tumbuh dari sisi aset maupun laba bersih.

Tren pertumbuhan aset dan laba bersih yang positif menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban seperti klaim serta menggambarkan kinerja perusahaan yang baik. Tentu masih banyak kriteria yang bisa dilihat untuk dijadikan bahan pertimbangan sebelum membeli asuransi. Setidaknya tiga hal di atas sudah cukup mewakili untuk menilai apakah perusahaan asuransi itu sehat atau tidak. Apakah Anda masih takut membeli asuransi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya