SOLOPOS.COM - Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang berasal dari jalanan direhabilitasi di Yayasan Mentari Hati, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (5/2/2024). (Antara/Adeng Bustomi)

Dua peristiwa pembunuhan di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten melibatkan pelaku yang terindikasi berstatus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Di Kabupaten Boyolali beberapa waktu lalu seorang anak membunuh ibu kandungnya.

Di Kabupaten Klaten beberapa hari lalu seorang lelaki menganiaya kakak kandungnya hingga meninggal. Dua kasus tindak kekerasan berujung korban meninggal dunia itu telah diproses hukum.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Sang anak yang membunuh ibu kandungnya di Kabupaten Boyolali dinyatakan bisa bertanggung jawab secara hukum walau punya riwayat menjalani pengobatan di rumah sakit jiwa.

Di Kabupaten Klaten, polisi masih dalam masa observasi atas kesehatan jiwa pelaku penganiayaan yang menyebabkan sang kakak meninggal dunia. Ada informasi pelaku penganiayaan ini juga pernah menjalani pengobatan di rumah sakit jiwa.

Dua peristiwa ini mengingatkan pada salah satu gejala orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ, yaitu melakukan tindak kekerasan, mengamuk, atau merusak. Belajar dari peristiwa di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten ini butuh sistem yang bisa mendeteksi kebutuhan ODGJ—terapi dan pengobatan.

Penelitian oleh E. Fuller Torrey (2011) menyimpulkan ODGJ lebih sering menjadi korban kekerasan. Memang ada ODGJ yang melakukan tindak kekerasan ketika tidak mendapat perawatan tepat.

ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan yang bermanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku. Gejala-gejala tersebut dapat menimbulkan penderitaan dan menghambat aktivitas dan fungsi pengidapnya sebagai individu.

ODGJ kerap menerima diskriminasi dari masyarakat karena dianggap berperilaku menyimpang. Dengan penanganan yang tepat, ODGJ tidak meresahkan atau membahayakan orang lain seperti anggapan umum.

ODGJ mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan perubahan cara berpikir, perasaan, emosi, hingga perilaku mereka sehari-hari. Gejala yang dialami oleh ODGJ bisa membuat mereka sulit berinteraksi dengan orang lain.

Walakin, ada pula ODGJ yang dapat hidup normal dengan pengobatan atau terapi yang rutin. Sayangnya, masih banyak ODGJ yang belum mendapatkan penanganan semestinya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu menyampaikan dari abad ke abad ODGJ kerap kali mendapatkan tindakan diskriminatif. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, pasien dengan masalah jiwa berhak mendapatkan layanan terapi medis yang tepat dan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya.

Kementerian Kesehatan berkomitmen memanusiakan ODGJ melalui transisi layanan kesehatan jiwa yang berfokus pada promotif dan preventif. Layanan penanganan kesehatan jiwa harus didekatkan kepada masyarakat dan meminimalisasi rawat inap di rumah sakit agar pasien segera pulih.

Peran keluarga dan dukungan lingkungan sekitar dalam pemberian layanan humanis tanpa tindakan diskriminatif akan membantu ODGJ melewati masa sulit dan pulih yang kenudian dapat melanjutkan hidup seperti sedia kala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya