SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sragen (Solopos.com)–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen menyurati Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen untuk meminta penjelasan tertulis tentang mekanisme eksekusi barang bukti (BB) kasus dana purnabhakti senilai Rp 2,161 miliar.  Pemkab juga mempertanyakan mekanisme pengembalian kerugian negara ke kas negara.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Sragen, Suharto SH, saat dihubungi Espos, Kamis (17/11/2011) mengatakan Pemkab mengirimkan surat ke Kejari Sragen, Kamis kemarin.  Surat yang ditandatangani Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, tersebut, kata dia berisi permohonan penjelasan tentang mekanisme eksekusi BB dana purnabhakti anggota DPRD periode 1999-2004 dan mekanisme pengembalian kerugian negara ke kas negara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Selama ini masih ada dua pemahaman yang berbeda antara pihak kejaksaan dengan penasehat hukum para terpidana kasus purnabhakti. Jawaban Kejari Sragen itu bakal dijadikan acuan bagi Pemkab Sragen bila terjadi permasalahan yang muncul belakangan,” ujar Suharto.

Dia menerangkan dalam amar putusan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang penolakan kasasi para eks legislator itu menyebut BB dana purnabhakti dikembalikan ke kas daerah setelah dikurangi hak-hak para eks anggota Panitia Anggaran (Panggar).

Hak-hak para eks legsilator periode 1999-2004 itu, lanjut dia, diatur dalam Peraturan Pemerintah No 24/2004. “Hak yang dimaksud pemberian tunjangan representasi. Nilainya kalau tidak salah untuk pimpinan Panggar senilai Rp 2,1 juta, sedangkan untuk anggota senilai Rp 1,6 juta,” tambahnya.

Sementara Kepala Kejari (Kajari) Sragen, Gatot Gunarto SH, mengungkapkan Kejari belum bisa melakukan eksekusi BB dana purnabhakti karena harus memperhitungkan uang jasa. Dia menerangkan Kejari masih membutuhkan bantuan dari Sekretariat DPRD Sragen untuk menghitung hak-hak para mantan wakil rakyat itu.  “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghitung hak-hak para mantan legislator itu, ya tergantung Sekretariat Dewan (Setwan),” tambah Gatot.

Terpisah, penasehat hukum terpidana kasus dana purnabhakti, Alqaf Hudaya, menegaskan persoalan kerugian negara itu harus dilihat dari awal kasus purnabhakti muncul.  Para mantan wakil rakyat periode 1999-2004, urai dia, sudah mengembalikan dana purnabhakti senilai Rp 50 juta/orang ke Kejari. Dana pengembalian itu, sambungnya, kemudian dijadikan BB dalam kasus dugaan korupsi.

“Dengan demikian tidak ada kerugian negara, karena dana purnabhakti senilai Rp 50 juta/orang sudah dikembalikan. Oleh karena tidak perlu ada uang pengganti, kan tidak ada kerugian negara? Soal denda senilai Rp 50 juta itu lain, di luar persoalan kerugian negara. Denda itu bagian dari sanksi pidana yang dijatuhkan majelis hakim. BB purnabhakti itu tinggal dieksekusi saja setelah dikurangi hak-hak para mantan Panggar. Terkait mantan panitia rumah tangga (PRT) saya kurang tahu,” pungkasnya.

(trh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya