SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa)

Fenomena sebagian media massa menjadi partisan menyebabkan jurnalis mengalami kekerasan saat bekerja.

Solopos.com, JAKARTA — Program Manajer Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ambon Insany Shaybarwaty menyatakan media partisan merupakan salah satu persoalan yang menyebabkan seorang jurnalis mengalami kekerasan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Media partisan menjadi persoalan mendasar bagi jurnalis. Akibat media tidak independen, jurnalis bisa mengalami kekerasan di masyarakat,” ujar Insany saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Journalist Safety and Tackling Impunity: How can crimes against media workers be effectively investigated, prosecuted and mitigated?, rangkaian World Press Freedom Day 2017, di Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Insany mengatakan setiap pemilu di Indonesia selalu ada media yang partisan atau memihak. Keberpihakan media ini berdampak pada keamanan jurnalis media tersebut saat melaksanakan tugasnya di lapangan. “Jika media independen, jurnalis akan aman. Tapi setiap pemilu selalu ada media yang partisan,” kata Insany.

Dia mencontohkan di Indonesia terdapat jurnalis yang mengalami kekerasan di luar dugaan. Ketika seorang jurnalis berada di tengah massa tiba-tiba dipukuli atau dihalangi. “Indonesia penduduknya mayoritas muslim, fanatisme agama turut menjadi persoalan yang sangat mengganggu,” kata Insany.

Selain itu, kata dia, jurnalis Indonesia saat ini juga mengalami persoalan krisis kepercayaan masyarakat. Banyaknya jurnalis abal-abal atau jurnalis tanpa media dan jurnalis pemeras, membuat masyarakat menjadi kehilangan kepercayaanmya terhadap jurnalis.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Indonesia periode 2010-2013 dan 2013-2016 Bagir Manan menilai saat ini media di Indonesia meraih kebebasan pers jika dibandingkan dengan 20 tahun lalu. Bagir menyebutkan Indonesia pernah memiliki kebebasan pers yang sangat baik hingga terjadi perubahan politik di Indonesia. Perubahan itu membuat kebebasan pers sangat terbatas dan bahkan hampir tidak ada. Saat ini, media kembali meraih kebebasan tersebut.

“Jangan sekedar lihat hari ini, tapi juga perlu kita lihat dulunya bagaimana. Kalau dibandingkan dengan 20 tahun lalu, pada hari ini kita kembali punya kebebasan pers yang luar biasa. Sekarang, kita termasuk sudah diakui dunia sebagai salah satu negara yang punya kebebasan pers yang bagus, tentu saja tidak ada satu kondisi yang serba sempurtna,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Rabu (3/5/2017).

Dia juga menilai bahwa kebebasan pers di Indonesia telah terealisasi dengan cukup merata dari ujung timur ke ujung barat dan tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta saja. Namun, katanya, di beberapa tempat di Indonesia memang terdapat kondisi berbeda yang dipengaruhi oleh keadaan di daerah tersebut.

“Sangat merata, artinya ada, tapi ada yang kondisi daerahnya berbeda, misalnya di daerah yang diangap ada unsur konflik, ada unsur keamanan yang kurang baik, tentu derajat kebebasan persnya berbeda dengan kita di Jakarta yang aman dan tenteram,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya