Harianjogja.com, JOGJA-Sebelum Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) direalisasikan, jumlah pasar tradisional kian menyusut karena jumlah toko modern kian bertambah.
“Situasi ini seperti yang terjadi pada dua pasar tradisional di Gunungkidul yang tutup lantaran toko modern kian menjamur,” kata Komisioner Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY, Dwi Priyono, Kamis (8/5/2014).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Dwi berharap, pemerintah serius merespon masalah tersebut dan menata ulang pasar-pasar tradisional di tengah persaingan menghadapi toko modern sebelum menghadapi MEA 2015. Pasalnya, keberadaan pasar tradisional merupakan urat ekonomi bangsa.
“Kalau konsumen banyak beralih ke pasar-pasar modern, secara otomatis pasar tradisional akan kalah. Kalau pedagang tidak siap, maka mereka akan habis dengan sendirinya,” ujar Dwi.
Asisten LOS DIY Hanum Aryani mengatakan berdasarkan data Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop) DIY pada 2009 lalu jumlah pasar tradisional DIY sebanyak 336 pasar. Jumlah pasar tersebut
kemudian mengalami penurunan pada 2010 menjadi 331 pasar. Jumlah tersebut tidak mengalami perubahan hingga 2014.
Sementara, jumlah toko modern di DIY selalu meningkat setiap tahunnya. Pada 2009, toko modern di DIY tercatat sebanyak 350 toko. Pada 2011 jumlah toko modern meningkat menjadi 405 toko dan 2013 (416 toko).
“Ada stigma orang memandang pasar tradisional untuk kelas menengah ke bawah. Stigma itu harus diubah dengan cara melakukan pembenahan. Pasar jangan hanya jadi tempat bertransaksi, tetapi juga lokasi pendidikan dan rekreasi,” harap Hanum.