SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sekar gambuh ping catur,

Kang tinutur polah kang kalantur..

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Tanpa tutur katula-tula katali.

Kadaluwarsa katutuh,

Kapatuh pan dadi awon..

 

Untaian tembang Gambuh itu mengalir dengan cukup merdu dari bibir Pakdhe Harjo yang sedang duduk santai di ‘singgasana’ bambu miliknya, yang entah sudah berapa puluh tahun melengkapi teras rumah priyayi sepuh pemilik angkringan tersebut.

Tegese apa itu, Pakdhe, kok sajaknya kepenak didengarkan..” komentar Dadap yang sedari tadi srutap-srutup menikmati teh nasgithel kegemarannya.

We lha, sampeyan ki ra ngerti ta arti tembang tersebut.. Eyalaah, cah enom sekarang ini sudah kehilangan identitas Jawa-nya.. Itu pesan intinya menganjurkan agar siapapun hendaknya berperilaku atau bersikap yang baik, jangan sampai bertindak kebablasan.. kalaupun ada yang bertindak kebablasan, maka haruslah ada yang berani menegurnya.. Sebab kalau tidak, akan menjadi kebiasaan yang buruk.. Begitu..” tutur Pakdhe Harjo menjelaskan.

Wah, dulu di sekolah ndhak diajari yang seperti itu je, Pakdhe.. Nilai basa Jawa saja cuma dapet empat apa lima gitu.. Wong yang dikuya-kuya itu gimana dapat nilai tinggi untuk pelajaran seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan embuh apalagi..” jawab Dadap polos.

“Lha ya itu, anak sekolah sekarang itu cuma diajari mengejar prestasi yang tinggi untuk ilmu pengetahuan.. Ndhak jelek sih, tapi apa ya manusia itu cuma butuh pengetahuan, kan ya ndhak ta.. Malah saya denger pelajaran budi pekerti saja sudah ndhak ada, piye jal..” kata Pakdhe sambil klepas-klepus menghisap rokok klembak menyan favoritnya.

“Soalnya, bangsa kita ini kan harus bersaing dengan bangsa lain sejagad, Pakdhe, jadi ya kita harus mempelajari apa yang dipelajari orang di negara-negara lain.. Jadi, ya pelajaran seperti nembang ya ndhak perlu lagi Pakdhe..” kata Dadap berkilah.

Ndhak begitu dhing, Pakdhe.. Kami diajari tembang Jawa segala kok.. Si Dadap saja yang ndhak pernah memperhatikan.. Saya juga ngerti dan paham kok,” ujar Noyo yang dari tadi hanya menyaksikan sobatnya itu berdialog dengan Pakdhe.

“Oh, mungkin pas pelajaran nembang itu, saya mbolos sekolah, Kang Noyo.. Jadinya ya begini ini, ndak dhong.. hahahaha….” sahut Dadap dengan nada glanyongan.

“Sedang mbahas apa ini, kok sajak gayeng.. Minta susu jahe-nya, Kang No..” ucap Suto yang tanpa mereka sadari sudah duduk di ujung bangku depan angkringan tersebut.

“Weh.. Kang Suto.. Ini lho, lagi mbahas sekolah zaman sekarang yang dianggap tidak mengakomodasi lagi pelajaran tentang seni dan budaya.. Katanya sedang sibuk nggarap sawah, Kang..” ujar Dadap mbagekake sobat seniornya itu.

“Bertani sedang susah sekarang ini.. Ndhak bisa panenan, wong padinya gabug-gabug.. Mana ongkos bertani sekarang ini makin mahal, hampir ndhak ada lagi bantuan dari pemerintah.. Mbok ya kalau sedang susah gini ini, kita, para petani ini dibantu ya..” ratap Suto dengan irama penuh kesedihan.

“Lha, yang saya baca di koran malah pemerintah sedang sibu mborong senjata.. Mau beli banyak persenjataan, termasuk tank, kapal selam, pesawat tempur, dan pesawat angkut pasukan.. Kita ini apa sedang bersiap-siap untuk perang ya Kang..” kata Dadap.

“Perang sama siapa.. kamu ini kok mengada-ada, Dap.. Pembelian persenjataan itu dilakukan karena senjata kita sudah pada uzur, kuno.. Padahal, ancaman terhadap keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu banyak.. Bukan hanya dari negara lain, tapi juga para penjahat yang mengincar kekayaan alam bangsa kita..” papar Noyo.

“Iya, tapi ancaman yang nyata justru dari dalam sebenarnya.. Kalau kita tidak mampu menyediakan cukup makan bagi bangsa kita, justru lebih berbahaya.. Pemerintah itu mau mborong senjata ya bolah-boleh saja kok, tapi jangan lupa mbelikan pacul dan perlengkapan lain untuk dibagikan ke petani, agar pertanian kita itu lebih maju dan bangsa ini mampu berswasembada pangan..” ungkap Suto.

“Saya itu sebenarnya ngiri kalau mbaca di koran bahwa banyak negara melindungi petaninya habis-habisan.. sedangkan petani di negara kita kok sajak dibiarkan gitu.. Istilahnya, kehidupan petani kita tanpa proteksi.. Padahal, presiden kita ini katanya doktor pertanian lho..” tambah Dadap.

“Sebenarnya, alokasi anggaran untuk membantu bidang pertanian itu cukup banyak lho.. Masalahnya, dana-dana itu sering tidak sampai sasaran.. Banyak yang menguap karena digarong para koruptor itu..” tutur Noyo. “Akibatnya, ya begini ini.. pertahanan negara lemah karena ndhak mampu beli senjata, sektor pertanian melempem karena petaninya tidak diproteksi akibat menghindari subsidi.. Mungkin juga, si Dadap ndhak bisa nembang Jawa karena subsidi untuk sekolahnya sering disunat.. hahahahaha…”

Ketiga orang itu pun terbahak-bahak memecahkan keheningan malam di angkringan itu, meski tidak sampai mampu membangunkan Pakdhe Harjo yang sudah terlelap di ‘singgasana’-nya tersebut. (djauhar@harianjogja.com)

Ahmad Djauhar



Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya