SOLOPOS.COM - Espos/Moh Khodiq Duhri

Espos/Moh Khodiq Duhri

Lantunan ayat-ayat suci Alquran berkumandang di kompleks Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti di Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Klaten, Kamis (24/5/2012). Lantunan ayat Aquran itu dibaca para santri untuk melepas kepergian KH Moeslim Rifa’i Imampuro yang lebih akrab disapa Mbah Lim menuju peristirahatan terakhir.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mbah Liem dikenal sebagai ulama besar sekaligus nasionalis sejati. Dia meninggal pada usia 91 tahun. Dua bulan terakhir kondisi kesehatan Mbah Liem menurun. Keluarga membawa Mbah Liem ke Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten pada Senin (21/5) sore.

Selama dirawat di rumah sakit, kesehatan kiai yang dikenal nyentrik itu membaik. Dokter mengizinkan pulang dari rumah sakit pada Kamis kemarin. Namun, sebelum dijemput pulang oleh keluarga, Mbah Liem berpulang ke haribaan Tuhan sekitar pukul 05.00 WIB.

”Menurut dokter karena faktor lanjut usia,” tutur Saifudin Zuhri, putra ketiga Mbah Liem saat ditemui Solopos.com di rumah duka. Mbah Liem tidak meninggalkan wasiat atau pesan khusus. Mbah Liem dilahirkan di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada 1959, dia mengasingkan diri ke gubuk kecil di pinggiran kali di Desa Troso.

”tempat itulah yang kini jadi pesantren dengan ribuan alumnus,” papar Jazuli A Kasmani, menantu Mbah Liem. Mbah Liem meninggalkan sembilan anak dan 18 cucu. Dia dikenal sebagai kiai nasionalis sekaligus nyentrik. Nama Pesanteran Al Muttaqien Pancasila Sakti dan Kampus Kader Bangsa (KKB) yang didirikannya adalah bentuk kecintaannya kepada Ibu Pertiwi.

Kepada para santrinya, Mbah Liem selalu mewajibkan menyanyikan Indonesia Raya sebagai lagu pembuka setiap kegiatan. Dia juga peduli terhadap kerukunan antarumat beragama. Dia merintis Joglo Perdamaian Umat Manusia Sedunia di kompleks pesantren.

”Beliau pantas disebut tokoh pluralisme sejati,” kata Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah, Syamsuddin Asyrofi. Perilaku nyentrik ditunjukkan dengan banyak hal. Beberapa kali Mbah Liem menyambut tamu dengan sarung dan baju lengan panjang murahan. Kadang dia mengenakan topi usang kebanggaannya.

Dia dengan sepeda motor tuanya memboncengkan musisi kondang Iwan Fals. Saat bersama Iwan Fals di panggung, Mbah Liem berbaju koko, bersarung dan bersepatu boot. ”Beliau kiai besar di Klaten,” ujar Bupati Klaten, Sunarna.

Jenazah Mbah Liem dikebumikan di Joglo Perdamaian Umat Manusia Sedunia di kompleks pesantren pada Kamis pukul 20.00 WIB. Jenazah dikebumikan berdampingan dengan makam istrinya Umi As’adah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya