SOLOPOS.COM - Ketua AJI Solo, Danang Nur Ihsan (facebook.com)

Ketua AJI Solo, Danang Nur Ihsan (facebook.com)

SOLO- Minimnya upah layak bagi jurnalis di Soloraya masih menjadi penghalang utama dalam upaya meningkatkan profesionalisme wartawan. Melalui momentum Hari Buruh Dunia atau May Day yang jatuh Selasa (1/5/2012) hari ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo menuntut kepada pemilik media agar memberi upah yang layak bagi para jurnalisnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Gaji yang rendah sering jadi alasan pembenar sebagian wartawan untuk menerima amplop, main proyek, atau jadi makelar kasus,” kata Ketua AJI Solo, Danang Nur Ihsan dalam jumpa pers di rumah makan Solo, Senin (30/4).

Banyaknya wartawan yang gemar menerima amplop, kata Danang, juga kian memperpuruk citra wartawan, independensi wartawan tergadaikan, serta fungsi kontrol pers yang melekat selama ini tak jalan.

“Gaji rendah itu membuat etos kerja rendah, jurnalis tak lagi memaksimalkan potensinya dalam menghasilkan karya terbaik . Dan publik hanya mendapatkan informasi tak bermutu,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, AJI Solo melansir hasil survey kebutuhan hidup layak (KHL) jurnalis di Soloraya. Penentuan angka KHL jurnalis ditempuh melalui cara menyebarkan kuisioner tentang kebutuhan sehari-hari wartawan, mulai sandang, papan, pangan, hingga kebutuhan spesifik jurnalis.

Dari 25-an wartawan yang menerima dan mengisi form survey KHL itu, keluarlah angka rata-rata senilai Rp3,3 juta/ bulan untuk wartawan masa kerja tahun pertama. “Angka ini memang tak bisa disamakan dengan KHL pada umumnya untuk acuan UMK. Sebab, ada komponen-komponen khsusus wartawan yang selama ini tak masuk dalam kriteria KHL untuk UMK.”

AJI Solo menilai, upah yang diterima jurnalis di Soloraya selama ini sama sekali tak mencerminkan KHL jurnalis. Bahkan, media di Soloraya tak ada satupun yang berani menggaji jurnalis sesuai KHL tersebut tersebut.

“Hanya beberapa media Nasional yang telah menggaji jurnalisnya sesuai KHL, antara lain Harian Bisnis Indonesia, Kompas, atau Jakarta Globe,” terangnya.

Realitas di atas, menurut Danang harus dicarikan jalan keluarnya. Salah satu caranya ialah perusahaan media harus mulai terbuka soal kondisi keuangannya. Kedua, membangun solidaritas dan rasa keadilan dengan cara menciptakan struktur gaji yang fair, dan mempersempit gap gaji terendah dan tertinggi.
“Terakhir, perusahaan harus menegosiasikan segala keputusan penting perusahaan dengan karyawan lewat serikat pekerja agar muncul sense of belonging di antara sesama karyawan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya